Pada tahun 2019, dunia dihebohkan dengan mewabahnya virus Corona. Kasus pertama ditemukan di Kota Wuhan, Tiongkok. Dikutip dari website Kementerian Kesehatan, virus Corona merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia, virus ini menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai dari flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Covid-19 terdeteksi di Indonesia pada bulan Maret 2020. Virus ini menghambat aktivitas di berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, dan politik. Pemerintah telah melakukan banyak kebijakan, salah satunya imbauan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan).

Terkait penanganan Covid-19 di sektor pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran pada tanggal 24 Maret 2020 tentang pembelajaran secara daring. Kebijakan ini berlaku di semua sekolah dan kampus di Indonesia serta dilakukan secara serentak di seluruh provinsi di Indonesia.

Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan pembelajaran daring ini untuk menekan tingginya angka kasus positif Covid-19 dan mencegah para pelajar agar tidak terkena penyakit tersebut. Menurut Dabbagh dan Ritland (2005:15), pembelajaran online adalah sistem belajar yang terbuka dan tersebar dengan menggunakan pedagogi (alat bantu pendidikan) yang dimungkinkan melalui internet dan teknologi berbasis jaringan untuk memfasilitasi pembentukan proses belajar dan pengetahuan melalui aksi dan interaksi yang berarti. Secara garis besar, pembelajaran daring adalah pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan media elektronik seperti laptop, handphone, komputer dengan menggunakan koneksi internet dan beberapa aplikasi seperti Zoom, Google classroom, Google Meet, dan WhatsApp.

Jika sebelumnya mengajar dilakukan secara tatap muka, di era pandemi saat ini dilakukan secara online. Tujuan pembelajaran daring ini dilakukan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa tanpa terbebani tuntutan guna menuntaskan kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Pembelajaran daring dilakukan di berbagai tingkatan jenjang pendidikan sejak tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Tidak ada lagi aktivitas pembelajaran di ruang kelas sebagaimana para dosen dan guru mengajar seperti biasa.

Jika sebelumnya ruang kelas digunakan sebagai proses belajar mengajar antara murid dan guru, kini diganti dengan menggunakan sistem pembelajaran online berupa Google Classroom. Perubahan sangat cepat ini tanpa persiapan yang memadai berakibat banyak kegagapan menghadapinya. Para tenaga pendidik gagap menghadapi perubahan drastis ini. Selain tenaga pendidik seperti guru dan dosen, peran orang tua juga diperlukan dalam proses penerapan dan pengembangan sistem pembelajaran daring ini.

Orang tua dituntut untuk mendukung siswa dengan memberikan fasilitas yang memadai. Dalam penerapan pembelajaran daring, banyak sekali kendala yang dihadapi. Kendala ini pun beraneka ragam, mulai dari gangguan sinyal, kuota internet yang kurang memadai, dan lain sebagainya.

1. Keterbatasan sinyal.

Sinyal yang stabil akan membantu proses pembelajaran menjadi lancar. Namun tak bisa dipungkiri masih banyak terdapat keterbatasan sinyal di daerah pelosok di Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com, seorang mahasiswi jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Magelang, Teara, terpaksa mengerjakan Ujian Tengah Semester secara daring di pinggir jalan. Ia mengaku kesulitan mendapatkan sinyal internet di wilayah tempat tinggalnya sehingga terpaksa mengerjakan tugas kuliah dan ujian di pinggir jalan raya yang sinyal internetnya lebih kuat.

Selain itu, banyak juga dijumpai siswa harus menelusuri sungai dan tempat yang lebih tinggi di lereng bukit untuk mendapatkan sinyal yang stabil. Fenomena ini membuktikan bahwasannya banyak lokasi di Indonesia yang mempunyai masalah koneksi internet buruk.

2. Kuota yang terbatas.

Kuota memiliki peran besar di saat pandemi ini. Kuota menjadi kebutuhan semua kalangan, terutama pelajar dan mahasiswa. Media pembelajaran seperti Google Meet, Google Classroom, Zoom Meeting itu memerlukan kuota yang lebih untuk mengaksesnya. Hal ini dikarenakan aplikasi tersebut mengonsumsi kuota yang lumayan banyak.

Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan operator telekomunikasi seperti Indosat, Telkomsel, dan XL Axiata memberikan bantuan kuota belajar gratis sebanyak 30 GB untuk mengakses platform belajar online dan situs-situs resmi universitas.

3. Fasilitas yang kurang memadai.

Dilansir dari Kumparan.com, seorang siswa kelas VII SMP Negeri 286, Aditya Akbar, tidak bisa mengikuti pembelajaran secara online lantaran tidak memiliki smartphone. Siswa tersebut mengaku sampai tidak dapat ikut Ulangan Tengah Semester di sekolahnya. Dalam hal ini, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan solusi untuk siswa yang tidak mempunyai gawai, yaitu dengan menyalurkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah untuk membeli smartphone dan laptop sehingga bisa dipinjamkan ke muridnya.

Meskipun begitu, pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu langkah yang dibuat pemerintah untuk menekan tingginya angka kasus positif Covid-19. Mari kita bersama-sama bekerja sama mewujudkan pencegahan penyebaran Covid-19. Caranya yaitu dengan melakukan pembelajaran jarak jauh secara optimal dan maksimal dan diharapkan pemerintah dapat lebih memperbaiki jaringan di beberapa wilayah terpencil.