Brilio.net - Galih Reza Suseno merupakan salah satu seniman muda berbakat yang kini namanya telah melambung hingga internasional. Lewat karya-karya seninya yang memiliki karakter dan struktur yang khas, pria kelahiran Solo ini berhasil melakoni pemeran tunggal di White Space Art Gallery Singapore. Dalam kesempatan ini Galih memilih nama Riku, Syu, Ranu, Shoku untuk karyanya. Setiap karakter ini menggambarkan keresahan Galih Reza selama beberapa waktu lalu. Tentu ini menjadi perjalan yang cukup membanggakan baginya, mengingat perjalanan karier Galih untuk sampai ke titik ini tidaklah muda.

Sebagai informasi, White Space Art Asia merupakan salah satu galeri seni ternama di Singapura yang memamerkan karya-karya spektakuler dari seniman-seniman baru.

Ditemui brilio.net, Galih menceritakan bagaimana awal mulanya dia berhasil mendapat tempat di beberapa pameran seni bergengsi. Bahkan karya-karyanya dilirik oleh para kolektor lokal hingga internasional.

Galih telah jatuh cinta pada seni rupa sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Keinginannya untuk menjadi seniman pun semakin besar seiring waktu. Pria kelahiran 29 April 1990 ini menghabiskan masa kecilnya di Boyolali. Pasalnya orang tua Galih pindah tugas ke kota kecil itu untuk mengajar. Ternyata kota kecil bawah kaki merapi itu memberikan pengaruh pada karya-karya lukisannya.

Menyadari kehidupan seni adalah bagian dari hidupnya. Galih Suseno akhirnya memutuskan untuk mendalami dunia seni. Namun kala itu orang tua Galih tak setuju dengan jalan yang dipilihnya. Seperti orang tua pada umumnya, mereka menginginkan Galih memilih profesi lain.

Tak ingin memperkeruh keadaan, Galih pun mencari jalan tengah dengan kuliah Universitas Sebelas Maret Solo mengambil jurusan DKV (Desain Komunikasi Visual) yang tak terlalu jauh dari kehidupan seniman yang idamkannya. Setelah lulus S1 dia melanjutkan studi Magister di Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Di awal kariernya sebagai seniman, tentunya Galih merasakan pahitnya perjalanan dalam mencari kesuksesan.

Perjalanan karier Galih Reza Suseno

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Bakat seni yang dimiliki Galih, membawanya masuk ke sekolah-sekolah terbaik di Boyolali. Memiliki kemampuan dalam menuangkan ide-ide unik dalam karya lukisannya, Galih pun mampu menciptakan ciri khas dalam setiap karyanya.

Jauh sebelum itu, ternyata Galih Reza Suseno mengalami naik turun dalam berkarya. Pasalnya dia harus bertarung antara idealisme dalam berkarya ataukah kebutuhan untuk menghidupi diri. Menariknya, walaupun berada di titik terendah, Galih tak pernah menyerah. Dia tetap memperjuangkan impian yang sudah dipupuk sejak kecil.

Galih tak pernah diam, saat sedang menjalani S1, dia bertekad untuk memamerkan karya-karyanya. Dia pun mengikuti berbagai perlombaan. Memang tak sia-sia, terbukti dia berhasil membawa pulang penghargaan, salah satunya Penghargaan Basuki Abdullah Award. Namun itu bukan akhir dari kegelisahaannya. Karya Galih pada saat itu belum juga dilirik, sehingga karyanya tak ada yang terjual.

Bermodal keberanian dan pernah memenangkan berbagai penghargaan semasa S1. Galih pun mengetuk pintu demi pintu galeri agar karyanya dipamerkan. Namun keberuntungan belum berpihak padanya, kala itu Galih justru kehilangan arah dan merasa putus asa. Bahkan sempat berpikir untuk meninggalkan dunia seni.

Kecintaan akan seni lukis membuat harapan yang hampir pupus itu kembali bangkit. Galih memutuskan melanjutkan studi S2 sembari menyebarkan beberapa proposal ke beberapa galeri seni. Dengan modal seadanya dia akhirnya bisa memamerkan karya di Galeri Bentara Budaya Yogyakarta. Kala itu, seorang teman memberikan informasi bahwa Bentara Budaya Yogyakarta ada tokoh terkenal 'Sujoyo' batal mengadakan pameran di sana.

Kesempatan itu pun diterima dengan senang hati oleh Galih. Di pameran itulah, harapannya mulai hadir kembali, di Bentara Budaya, karya Galih terjual hampir 70%. Di kesempatan emas itu lah Galih akhirnya dilirik oleh Galeri 'Srisasanti'.

"Bukankah ini cita-cita ku yang aku idamkan sejak dulu? Jadi aku benar-benar harus memperjuangkan sejak dulu," tutur Galih Reza Suseno saat ditemui Brilio.net pada 8 Oktober 2023.

 

 

Inspirasi dan penggalian karya

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Kini, seniman kenamaan asal Boyolali yang telah menetap di Yogyakarta itu sudah menorehkan berbagai prestasi di dunia seni. Menurutnya, karya-karya yang dipersembahkan selama ini berasal dari pengalaman hidup dan penggalian atas keresahan yang selama ini dia rasakan.

Secara teoritik sumber inspirasi karya-karya Galih berasal dari keresahan pribadi, mulai dari keresahan spiritualitas, fenomena alam, dan penggalian batin. Salah satunya, pencarian ketuhanan menjadi jalan inspirasi Galih dalam membuat karya spektakulernya di Sri Sasanti.

Sementara, secara visual inspirasi Galih berasal dari film-film Ghibli yang ditontonnya sehingga memengaruhi warna karya. Bisa dibilang setiap karya-karya Galih Reza Suseno punya ciri khas detail, tekstur, dan meditative yang mendalam.

Persembahan Karya Galih Reza Suseno di 4 pameran tunggal, terbaru White Space Art Gallery Singapore.

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Pameran Tunggal Pertama (Hope Beyond Residensi - Perjalanan pemikiran)

Pameran tunggal pertama terinspirasi dari penggalian batin. Dimana Galih Reza Suseno merasa perasaan sangat dikasihi oleh Tuhan. Akhirnya membuat karakter yang menggambarkan bagaimana perasaannya kala itu.

Pada karyanya dia coba membangun karakter bernama Prasetyo, berasal dari nama di alkitab keledai Bileam. Menurutnya, Keledai yang bersama Bileam itu adalah hewan yang mampu menyadarkan si Bileam si pemiliknya itu untuk menuju jalan yang dikehendaki Tuhan. Pada karya itu, dia mencoba menggambar perjalan menuju ketuhanan tidak hanya dari satu sudut pandang. Tetapi dari berbagai pandangan lainnya.

"Aku merasa dari nothing jadi merasa sangat dikasihi oleh-Nya," ujar Galih.

"Jadi, waktu itu aku pengen orang yang melihat karena ku melihat ada Tuhan disana," sambung Galih.

Pameran Tunggal Kedua (Imagode - Bahasa Ibrani, kita diciptakan serupa dengan Tuhan)

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Melanjutnya karya di pameran tunggal pertamanya, Galih memberikan karya spektakuler melalui Imagode - karya kritis terhadap perjalan spiritualitas yang dialaminya.

"Dimana perjalan spiritualitas ku, ternyata banyak hal yang rancu, salah satunya pengajaran tentang teologi kemakmuran bahwa semakin kita mengenal tuhan semakin diberkati," tutu Galih Reza Suseno.

Namun ternyata peran institusi gereja mensuggest untuk memberi persembahan (uang/sedekah), yang menurut nalar Galih jauh dari sifat Ketuhanan. Selain itu, Galih mengkritisi terkait politik gereja sehingga perjalanan spiritualitas kala itu lebih transendensi atau duniawi. Alhasil muncullah kritik melalui karya-karya Imagode.

Pameran Tunggal Ketiga (Wanderlust - Cerita tentang pandemi)

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

 

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Atas dasar pemikiran 'Aku tak bisa kemana-mana tapi pikiran ku kemana-mana' maka lahirlah karya-karya dalam pameran tunggal ketiga Wanderlust ini. Pada karya Wanderlust, Galih mencoba menceritakan bahwa manusia yang kokoh bisa terkalahkan oleh mahluk yang tak terlihat.

Hebatnya mahluk tak terlihat yang disebut virus itu mampu mengekang fisik manusia. Namun, sekuat apapun fisik dikurung tetapi otak atau kognisinya tak bisa dikekang oleh hal apapun. Olehnya, pada karya Wanderlust banyak jagad renik yang unik dan tak terlihat namun ada dan berdampingan.

"Jadi, manusia dikurung tetapi tidak dengan kognisinya, kita bisa mengembara kemanapun tapi begitu kalah dengan virus yang tidak kelihatan. Sehingga akhirnya aku menciptakan jagad renik dalam karya-karya Wanderlust ini. Jadi ada virus, jamur, atau benda alam yang mikroorganisme. Kesadaran estetik 'Apa yang kita lihat ini, kadang kita bisa abai dengan hal-hal yang sangat tak terlihat juga hidup dan indah," papar Galih Reza Suseno.

"Bahwa Tuhan menciptakan hal-hal yang begitu detail sel-sel yang ada di dalam diri kita. Semesta besar ini ada didalam diri kita," sambungnya

Pameran Tunggal Keempat (Locious: The Universe of Now - Keharmonisan hidup manusia dan alam)

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

Pameran tunggal keempat Galih Reza Suseno berkesempatan dipamerkan di White Space Art Asia, Singapura.

Karya ini bermula dari perenungan Galih terhadap kehidupan pedesaan yang asri namun berubah menjadi perumahan-perumahan. Keindahan alam itu tergerus oleh perkembangan zaman yang dari waktu ke waktu semakin mengabaikan eksistensi alam.

"In home, sebuah panggilan bahwa saat ini kita tidak bisa lepas dari krisis ekologi, dari karya itu saya ingin menyadarkan bahwa alam sedang tidak baik-baik saja dan kita harus hidup berdampingan," pungkas Galih Reza Suseno.

Pada karya itu pula dia ingin menyampaikan bahwa semestinya manusia dan alam harus saling menjaga. Lewat pemikirannya itu Galih mencoba ilustrasikan komponen alam melalui karakter-karakter imut. Seperti elemen dasar alam yaitu air, api, tanah dan udara.

Setiap karakter memiliki namanya tersendiri yaitu 'Riku' dari bahasa Jepang yang berarti tanah; 'Syu' dari bahasa Mesir yang artinya udara; 'Ranu' dari bahasa Sansekerta yang berarti air; dan  Shoku yang berarti api. Shoku sendiri merupakan nama anjing milik Galih.

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura © 2023 brilio.net

Galih Reza Suseno pameran tunggal di White Space Art Asia Singapura
brilio.net/Sri Jumiyarti Risno

"Ide itu ada sejak pameran di Srisasanti. Ingin bikin sebuah karakter namun dahulu kebutuhan pasar. Setelah keluar baru kembangkankan karakter itu," sambungnya.

Galih Reza Suseno juga menyampaikan bahwa kritikan terhadap alam bisa melalui karakter yang 'cute' seperti dalam karakter yang dibentuknya ini. Menurutnya sebuah kebenaran bisa disampaikan melalui fiksi. Salah satunya karakter yang dibangunnya dalam karyanya.

"Kebenaran itu akan lebih mudah masuk dalam diri seseorang itu melalui fiksi," tegas Galih Reza Suseno.

Sekali lagi, dia menegaskan bahwa alam tidak hanya pelengkap manusia tetapi mereka bisa hidup berdampingan dalam hidup masyarakat. Oleh karena itu, manusia tidak boleh menindas alam atau makhluk lainnya dengan alasan apapun.  

"Aku membayangkan air, tanah, api, udara itu embodyman atau seolah-olah berwujud. Meski tak bisa bersuara tetapi bisa. Membuat kesadaran secara lebih cute bahwa mereka hidup mereka layak hidup bersama manusia," ungkapnya.

Terbaru, dari 20 karyanya yang dipamerkan di White Space Art Gallery Singapore sudah sudah laku 70% karya. Saat ini, Galih tengah mempersiapkan karya-karyanya lainnya yang akan dipamerkan di beberapa tempat seperti Art Taipei Taiwan, Art Singapura, dan Art Jakarta. Galih Reza Suseno berharap agar karya-karya bisa memberikan inspirasi kepada masyarakat dan bisa diberi hikmah untuk terus berkarya.