Brilio.net - Dunia bisnis adalah dunia jatuh bangun. Banyak perusahaan yang awalnya kecil dan tidak diperhitungkan, tiba-tiba besar dan menjadi raksasa. Demikian juga sebaliknya, banyak perusahaan besar, yang merek dagangnya sudah begitu sangat populer, tiba-tiba runtuh.

Baru tanggal 4 Agustus 2017 lalu masyarakat Indonesia dikejutkan dengan putusan Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan bahwa perusahaan jamu legenda Indonesia, Nyonya Meneer mengalami kebangkrutan. Dikutip dari laman merdeka.com, Nyonya Meneer dinyatakan bangkrut karena utang yang melilit perusahaan tersebut sebesar Rp 85 miliar kepada 35 kreditur yang tak kunjung terbayar meskipun telah diberikan waktu 2 tahun terhitung sejak Juni 2015.

 

 

Merek Besar Tumbang © 2017 brilio.net


Dengan pengalaman bisnis yang telah teruji malang-melintang di dunia perekonomian Indonesia sejak tahun 1919, sangat mengejutkan apa yang terjadi dengan Nyonya Meneer. Muncul pertanyaan, kenapa Nyonya Meneer tidak mampu bertahan?

Tidak hanya di Indonesia, perusahaan besar dunia yang telah berpuluh tahun berkarya seperti Nokia dan Yahoo juga harus rela untuk diambil alih oleh perusahaan besar lainnya karena ketidakmampuan mengatasi masalah internal dan eksternal.

 

Merek Besar Tumbang © 2017 brilio.net



Ketiga contoh perusahaan yang disebutkan di atas bukan perusahaan "kecil". Kesuksesan Yahoo dan Nokia pada masanya dapat disamakan dengan Google dan Apple sekarang ini. Nyonya Meneer? Bahkan ada candaan umum "siapa wanita paling kuat di dunia?" jawabannya "Nyonya Meneer karena telah berdiri sejak tahun 1919." Lalu kenapa ketiga perusahaan ini dan perusahaan besar lain bisa tumbang? Berikut ulasannya yang dibuat brilio.net dari berbagai sumber.


1. Perkembangan teknologi yang sangat cepat.

Apa yang terjadi di luar perusahaan mempunyai pengaruh besar terhadap roda ekonomi perusahaan. Ini bisa menjadi salah satu alasan tumbangnya sebuah merek terkenal. Isu yang paling umum namun paling fatal adalah adaptasi yang terlambat atau bahkan tidak ada upaya adaptasi sama sekali terhadap perubahan.

Dilansir dari Harvard Business Review, Walter Frick menulis bahwa kebanyakan perusahaan tidak dapat bertahan karena keterlambatan atau bahkan tidak adanya inisiatif untuk menyesuaikan lingkungan dengan dunia baru yang sangat berbeda ketika perusahaan-perusahaan ini pertama kali muncul. Salah satu contoh paling nyata adalah Yahoo yang tidak bisa mengikuti era smartphone dan aplikasi. Di saat Yahoo sibuk dengan mengurus iklan, perusahaan lain terus berinovasi dengan teknologi terbaru, sistem operasi yang terus diperbaharui dan produk-produk inovasi lainnya.

Pada tahun 2012 ketika Marissa Mayer menjadi CEO Yahoo, dia diharapkan dapat membawa Yahoo memasuki "era smartphone". Tapi nyatanya sudah terlambat. Facebook dan Twitter telah menguasai dunia aplikasi sementara Google dan Apple menguasai sistem operasi.

Presiden Joko Widodo juga pernah menegaskan dalam pidatonya saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Internal Pemerintah 2017 menyebutkan pentingnya perusahaan melakukan adaptasi yang cepat. "Kita belum rampung belajar satu, sudah berubah ke yang lain. Inilah yang sering saya katakan, perubahan sangat cepat sekali karena teknologi."

 

2. Faktor internal perusahaan.

Nyonya Meneer dikabarkan gulung tikar karena adanya masalah perebutan kekuasaan. Walaupun hal ini belum dibenarkan namun bisa menjadi salah satu pertimbangan runtuhnya sebuah merek. Kenapa? Perebutan kekuasaan perusahaan punya dampak fokus para petinggi perusahaan yang tidak sesuai target. Efeknya adalah terbaginya para karyawan ke pihak-pihak terkait. Sementara pada saat yang sama, perusahaan lain berinovasi dengan ide-ide baru yang lebih efektif dan berdampak pada cepatnya respon kepada kebutuhan masyarakat.

Isu internal menurut pengamat bisnis Donald Sull sebagaimana dikutip dari Harvard Business Review adalah hilangnya penggerak perusahaan. Di setiap perusahaan selalu ada karyawan terbaik, manajer yang inovatif ataupun CEO yang mempunyai banyak ide cemerlang. Mereka adalah para penggerak perusahaan. Jika mereka pindah ke perusahaan lain, maka akan membawa perubahan di internal perusahaan. Hal itu perlu diantisipasi.