Brilio.net - Gerimis membasahi beberapa daerah di Jogja pada Jumat (23/2) sore. Tak terkecuali kawasan Pangkalan Udara (Lanud) Adisutjipto, Maguwoharjo. Meski demikian, cuaca mendung tak melunturkan kekaguman anak-anak kecil berseragam sekolah menatap langit menanti pesawat terbang melintas di atas sepanjang jalan menuju Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang letaknya masuk dalam kompleks Lanud Adisutjipto.

Pun semangat brilio.net bertandang ke museum yang beberapa waktu belakangan memiliki koleksi pesawat baru seperti Cesna 401, Mil Mi-1, Bell 204 iroquois, Bell 47G Soloy, dan S-58T Twin Pack tersebut semakin kuat.

Dalam perjalanan memasuki kawasan museum, tampak banyak petugas yang sedang membersihkan halaman museum. Sementara para pengunjung yang merupakan wisatawan tengah bersiap pulang setelah menjelajahi museum yang resmi pindah dari Jakarta ke Jogja pada 29 Juli 1978 tersebut.

Brilio.net melanjutkan langkah ke sudut lain untuk menepati janji berjumpa. Tak butuh waktu lama kami mendapati seorang pria paruh baya dan beberapa pria muda lainnya menenteng kamera. Gelagat mereka mengawasi langit dan sekeliling bandara. Mereka bersiap membidik burung besi mendarat maupun mengudara dengan lensa kamera. Merekalah anggota komunitas Jogspotter yang berbagi dengan brilio.net kali ini.

Jogspotter merupakan komunitas fotografer yang mencintai dunia dirgantara, terkhusus pesawat. Ketertarikan mereka mengarahkan lensa kamera ke pesawat atau semua yang berbau dirgantara, melebihi ketertarikan pada objek lainnya.

Komunitas Jogspotter brilio.net/Hira Hilary Aragon

foto: brilio.net/Hira Hilary Aragon

"Dulu saya sukanya kereta sejak kecil, tapi pas lihat pesawat kok seperti lebih menantang," jelas Theodorus Aji Baruno, anggota Jogspotter saat ditemui brilio.net, Jumat (23/2).

Lebih lanjut Aji, sapaan akrab Theodorus Aji Baruno, menuturkan perjalanan Jogspotter. Pria yang merupakan seorang staf laboratorium di sebuah universitas swasta di Jogja tersebut membentuk Jogspotter pada tahun 2008 bersama kawan-kawannya yang juga senang memotret pesawat. Mereka aktif berburu pesawat komersil maupun militer di sela-sela kesibukan harian. 

Komunitas Jogspotter © 2018 brilio.net

foto: dok. komunitas Jogspotter

Jogspotter lahir sebagai wadah belajar bagi para anggotanya. Membidik objek pesawat sehingga menghasilkan foto yang menakjubkan tentu bukan hal sepele. Butuh latihan berulang kali untuk memperoleh foto yang mampu membuat mata yang memandangnya melebar terpana. Terlebih jika pesawat sedang terbang, kecepatannya yang hanya hitungan detik menguji para plane spotter (sebutan bagi mereka yang senang memburu potret pesawat) mengabadikannya dengan tepat dan cepat.

"Kadang menurut kita bagus, belum tentu buat orang bagus. Kita membuatnya menarik dengan memadukan human interest, seperti Merapi, hingga pemandangan Jogja bagus lainnya," sambung pria 40 tahun tersebut.

Komunitas Jogspotter © 2018 brilio.net

foto: dok. komunitas Jogspotter

Mengambil bagian keindahan Jogja menjadi kelebihan tersendiri bagi komunitas ini. Sebut saja seperti Gunung Merapi yang menjadi ikon kuat Jogja. Keindahan dan kegagahannya tak ada yang tak mengamini. Selain itu, objek manusia dan lingkungan Jogja juga mampu menjadikan potret pesawat lebih kuat dengan sentuhan nilai human interest.

Di balik karya yang indah, selalu ada pengorbanan yang harus diberikan. Itu pula yang dirasakan Jogspotter. Tak jarang anggota Jogspotter berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Mereka bisa saja memburu pesawat dari museum Dirgantara hingga Candi Ijo di daerah Sambirejo, Prambanan, Sleman.

Komunitas Jogspotter © 2018 brilio.net

foto: dok. komunitas Jogspotter

Tantangan yang harus dihadapi anggota Jogspotter pun beragam. Mulai dari keterlambatan mengambil gambar saat pesawat lewat hingga cuaca yang tak mendukung sehingga mendapatkan gambar kurang ciamik.

Aji menceritakan untuk mengambil gambar pesawat tak memerlukan banyak teknik dan editan yang berlebih. Hal ini mengingat alam Jogja sudah indah demikian adanya sehingga pesawat menjadi pelengkap yang sempurna.

Dengan bermodalkan kamera dan lensa, para pemburu pesawat ini harus memiliki kecekatan mengambil momen pesawat saat datang dan pergi. Informasi waktu pesawat landing dan boarding dapat mereka akses dari sebuah radar. Aji juga memiliki sebuah Handy Talky (HT) untuk mengetahui percakapan antara traffic control dan pilot sehingga komunitas ini akan bersiap bila pesawat akan datang.

Komunitas Jogspotter © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Hira Hilary Aragon

Jogspotter rupanya tak hanya wadah belajar fotografi aviasi saja, melainkan telah memicu rasa penasaran beberapa anggotanya mengetahui seluk beluk dunia dirgantara lebih dari yang mereka jalani di komunitas. Contohnya, beberapa anggota Jogspotter ada yang menjadi pilot di Susi Air, teknisi pesawat, hingga FOO (Flight Operation Officer) pesawat.

Komunitas Jogspotter brilio.net/Hira Hilary Aragon

foto: brilio.net/Hira Hilary Aragon

Meski belum menjadi sebuah organisasi, komunitas yang beranggotakan 25 orang ini berharap ketertarikan mereka berburu pesawat bisa menjadi kegiatan positif dan membangun relasi sebanyak-banyaknya di Pangkalan Udara Militer.