"Hasian tudia hita marmeam borngin raja on?"

"Marlatik koor Naposo bulung ma hita hasian"

Itu adalah sekelumit bahasa anak muda Batak yang jika diterjemahkan bebas artinya "Sayang, ke mana kita pergi malam minggu ini? Dan dijawab si perempuan dengan "Latihan koor pemuda pemudi gereja saja kita sayang".

Kata ini yang sudah lama hampir tidak pernah terdengar lagi di kalangan anak muda orang Batak yang berada di Sumatera Utara, apalagi di daerah lain Indonesia dan perantau di Ibu kota. Yang kerap terdengar sudah bahasa Indonesia di daerah asal bahasa Batak di Sumatera Utara, apalagi di kota besar bisa dikatakan nihil.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat sudah ada 652 bahasa daerah yang diidentifikasi dan tersebar dari barat ke timur Indonesia. Dan parahnya menurut UNESCO, semua itu berada di ambang kepunahan.

Betul bahwa faktor perkawinan campur dan enggannya orang tua mengajarkan anak adalah faktor utama menuju ambang kepunahan itu secara perlahan.Kemudian adalah penutur sudah mulai masuk usia tua dan kalah saing dalam serbuan bahasa nasional dalam tiap lorong kehidupan sehari-hari.

Penulis merasakan kegagapan itu 3 tahun lalu saat mengikuti pesta perkawinan adat Batak di Jakarta. Terdengar seorang mengucapkan kata dalam bahasa Batak kepada keluarga pengantin sesama orang Batak dalam bahasa Batak yang dicampur aduk dengan bahasa Indonesia, sehingga seperti kehilangan roh kata sambutan tersebut.

Dari situ penulis mulai menggiatkan lagi belajar bahasa Batak dan bergabung dengan group media sosial yang concern dalam pelestarian bahasa Batak. Di situ diajar dan dibina supaya bisa dan berani menulis bahasa Batak latin, baik cara penulisan dan cara mengucapkannya.

Saat ini group Palambok Pusupusu bisa dibilang pionir dalam memanfaatkan media sosial dalam upayanya melestarikan bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Batak.Kerja keras komunitas dan admin yang selalu sabar mengajari membuat group facebook tersebut digandrungi para perantau suku Batak yang tersebar di Indonesia.

Namun yang perlu untuk dikembangkan adalah perekrutan kawula muda untuk mau terlibat dan belajar mencintai bahasa lokal mereka. Dan peran orang tua dirumah adalah benteng terakhir sebelum hilangnya bahasa tersebut di masa yang akan datang dalam era 5G ini.

Berangkat dari group komunitas terbersit ide membuat lomba menulis cerpen dalam bahasa ibu (Batak) dan respon sangat luar biasa dari Sabang sampai Merauke.Melihat antusiasme tersebut muncullah gagasan membentuk Yayasan Pelestarian Kebudayaan Batak yang memfokuskan pada memurnikan kembali warisan budaya leluhur dalam praktik adat, terutama mempertahankan penggunaan bahasa Batak setidaknya dalam suku Batak itu sendiri.

Masihol do ahu tu ho artinya aku rindu padamu.