Hari itu akan datang, saat di mana orang-orang akan melihat (lukisanku) itu lebih bernilai dari harga cat dan biaya hidup yang kukorbankan di dalamnya, yang bahkan sangat sedikit (jumlahnya).

Pesan yang dikirimkan Vincent van Gogh kepada saudaranya, Theo, itu merupakan pengharapan yang dimilikinya di tengah kesulitan untuk menjual lukisan buatannya.

Semasa hidupnya, pria kelahiran Zundert, Belanda ini bukanlah pelukis yang tenar dan bergelimpangan harta. Uang lukisan yang dijualnya sekadar untuk membeli makanan dan peralatan lukis. Sisa hidupnya bahkan dipenuhi kekhawatiran akan kondisi finansial dan ketidakpastian akan masa depan.

Namun setelah kematiannya pada usia 37 tahun di Auvers-sur-Oise, Prancis, nama Vincent beserta ratusan karyanya melambung di Eropa hingga dunia. Harga lukisannya pun naik pesat dari harga yang bisa didapatnya semasa hidup.

Ketenaran Vincent tersebut tidak akan terwujud tanpa peran seorang wanita. Lalu, siapakah dia dan bagaimana cara dia berhasil memopulerkan nama Vincent van Gogh?

Johanna Bonger, wanita di balik ketenaran Vincent van Gogh.

Johanna Bonger tidak memiliki hubungan apa pun dengan Vincent, sampai setelah dia menikah dengan adiknya, Theo van Gogh, pada 1888. Adik ipar Vincent ini awalnya hanya mengetahui pelukis tersebut dari cerita suaminya.

Hubungan kakak beradik van Gogh ini memang begitu akrab. Theo merupakan adik yang pengertian dan mendukung karier kakaknya. Dia adalah makelar seni sekaligus perantara lukisan Vincent. Hubungan akrab kedua saudara ini terjalin pula dari kebiasaan keduanya dalam mengirim surat.

Jo, panggilan akrab Johanna, pada awalnya bukan wanita yang punya mimpi besar, atau lebih tepatnya tidak memiliki apa-apa untuk dimimpikan. Jurnal masa mudanya bahkan menjelaskan ketakutan terbesarnya bila akhir hayatnya dirundung penyesalan bila dia hidup tanpa melakukan pencapaian apa pun.

Kehidupan pernikahannya dengan Theo setidaknya memberi "nyawa" atas pandangan hidupnya yang datar itu. Pekerjaan Theo, yang membawa mereka ke tengah lingkungan seni dan indahnya Paris, menyalakan setitik api kehidupan dalam diri Jo.

Pertemuan pertama Jo dengan Vincent.

Tanpa wanita ini, Vincent van Gogh tak akan seterkenal sekarang

Vincent selalu mengirimkan lukisannya ke rumah Theo. Karenanya, Jo tidak asing lagi dengan semua lukisannya. Salah satu karyanya yang melekat bagi Theo ialah lukisan yang mulai beralih dari gaya realisme menjadi impresionis. Perubahan aliran seni itu terjadi tepat setelah insiden di Paris yang berujung pada aksi Vincent memotong daun telinganya.

Namun, sosok Vincent yang Jo tahu hanya berasal dari cerita Theo dan surat di antara keduanya. Mereka baru bertemu setelah pasangan Theo dan Jo memiliki anak, yang juga dinamakan Vincent.

Pertemuan pertama Jo dengan Vincent terjadi ketika Vincent mengunjungi rumah pasangan tersebut. Kedatangan sekaligus pertemuan itu terjadi dua tahun setelah pernikahan. Saat itu pula Vincent sedang menjalani perawatan di Saint-Rmy-de-Provence karena mentalnya yang tidak stabil.

Kesan pertama yang diterima Jo dari Vincent cukup membuatnya terkejut. Sebab, Vincent tidak menunjukkan tanda-tanda pasien sakit mental. Justru sebaliknya, Jo menyebut kakak iparnya itu sebagai sosok pria tegap berbahu lebar. Matanya ceria dan ada sebuah pendirian yang terasa dari penampilannya.

Titik mula misi Jo untuk kedua Van Gogh.

Jo tidak sempat mengenal Vincent lebih jauh. Sebab, Vincent meninggal dunia tidak lama setelah pertemuan mereka itu.

Vincent, yang dirundung kecemasan finansial dan masa depannya, memutuskan untuk menembaki dirinya di ladang gandum. Dirinya sempat kembali ke kamarnya di Auberge Ravoux, Prancis. Theo yang mendapat kabar tersebut bergegas ke sana dan menyaksikan langsung kepergian adiknya.

Kematian Vincent menjadi pukulan telak bagi Theo. Kesedihan yang dalam membuat kondisi kesehatannya memburuk. Beberapa bulan setelahnya, Theo menyusul kepergian sang kakak.

Kepergian Theo tidak hanya memberi kepedihan bagi Jo. Kini dia perlu mencari nafkah sendiri untuk dirinya dan anaknya. Seakan itu tak cukup, Jo juga tidak bisa membiarkan ratusan lukisan Vincent terbengkalai di rumahnya. Dia tahu betul bila lukisan tersebut sangat berharga bagi suami dan kakak iparnya.

Jo memutuskan kembali ke kampung halamannya di Bussum, Belanda. Setidaknya dia bisa tinggal dekat keluarganya dan memperoleh penghasilan dengan membuka tempat penginapan.

Sebelum pindah, Jo meminta saran kepada seorang seniman yang juga mengenal Vincent. Seniman tersebut menyuruhnya agar meninggalkan lukisannya di Paris. Hal itu terdengar masuk akal karena Paris pusatnya pencinta seni.

Jo yang melihat alasan logis dari seniman itu menolaknya dan memilih menuruti nuraninya. Ratusan lukisan tersebut pun ikut pulang bersamanya ke Bussum.

Meski sekilas terlihat seperti sebuah sentimen, Jo tidak berniat menyimpan lukisan tersebut di gudang rumah lamanya. Setibanya di Bussum, Jo menyusun tempat penginapannya bernama Villa Helma secara apik. Lukisan Vincent dia gantung di beberapa tempat yang mudah dilihat tamu. Jo membuka kembali jurnalnya yang sudah lama tak dibukanya, dan menulis:

Begitu juga dengan anak ini, dia (Theo) telah menyerahkanku tugas lain, yaitu karya milik Vincent agar diperlihatkan dan dihargai sebisa mungkin.

Yang tidak diketahui Jo saat itu, misi yang ditulisnya ini telah menghindarkan kemungkinan terburuk eksistensi karya Vincent yang mungkin hilang tanpa diketahui banyak orang.

Babak baru kehidupan Jo kini terbuka dengan misi yang tidak mudah: Menjadi seorang wanita yang menjual lukisan bergaya impresionis di tengah peradaban yang masih mengagungkan seni realisme dan didominasi kaum lelaki.

Taktik Jo dalam memopulerkan Vincent van Gogh.

Tanpa wanita ini, Vincent van Gogh tak akan seterkenal sekarang

Semenjak misi untuk suami dan kakak iparnya itu dimulai sejak 1891 hingga kematiannya pada 1925, Jo berhasil menjual hampir 200 lukisan Vincent. Keberhasilannya itu berasal dari kegigihannya memopulerkan nama Vincent.

Di dalam kegigihan itu, ada taktik lihai Jo yang pada akhirnya berbuah manis. Tanpa kepandaiannya mengambil beberapa taktik ini, Jo tidak akan bisa melambungkan nama Vincent hingga ke Eropa, Amerika, hingga dunia.

- Mengenalkan lukisan Vincent dari Villa Helma.

Bussum menjadi tempat Jo mulai memperkenalkan karya Vincent. Kampung halamannya ini menjadi tempat yang bagus karena banyak penulis dan seniman yang tinggal di sana.

Rumah penginapan Villa Helma yang dibukanya sendiri pun memiliki fungsi ganda: Menjadi tempat Jo mendapatkan nafkah sekaligus sebagai galeri lukisan Vincent.

Jo memasang lukisan Vincent di beberapa tempat strategis di penginapan tersebut. Salah satu lukisan awal Vincent yang bergaya realisme The Potato Eaters diletakkan di atas perapian. Tak berselang lama, rumah itu dipenuhi hampir seluruh lukisan Vincent yang mudah dilihat pengunjung.

- Mempelajari seni.

Meski dikelilingi pencinta dan pelaku seni, masa pernikahan Jo tidak memberinya cukup keahlian dalam memahami atau menilai seni. Jo yang sadar betul akan hal itu mulai mendalami seni lewat sumber yang bisa dia dapatkan.

Jo mempelajari kritik seni lewat bacaan Belgian Journal LArt Moderne dan novelis George Moore. Dirinya pun mengenal protofemisme dan kritik sosial dari biografi Mary Ann Evans. Selain bacaan, Jo juga menghadiri perkumpulan seniman dan intelektual. Keikutsertaan Jo ini banyak memperkenalkannya dengan sudut pandang seni kala itu.

- Memaksimalkan potensi pameran lukisan.

Selama menjalankan misinya ini, Jo telah menyelenggarakan beberapa pameran untuk lukisan Vincent. Namun, Jo bertekad tidak membuat lukisan Vincent menjadi pajangan seni biasa, yang sekadar dilihat dan dilupakan. Alhasil, harga lukisan Vincent yang diikutsertakan naik melebihi apa yang diperkirakan pelukisnya sendiri bila dia masih hidup.

Harga yang meninggi itu bukan tanpa alasan. Jo bisa melakukannya karena pengaruh beberapa kritikus seni yang telah dia yakinkan sebelumnya. Meski banyak dari mereka menolak karya impresionis Vincent serta merendahkan Jo, dirinya tetap gigih dan akhirnya berhasil membuat mereka mengakui lukisan Vincent.

Jo juga memiliki taktik lain untuk memperkenalkan nama Vincent di tiap pameran yang diikuti. Dia memulai dengan menjual dalam jumlah yang berkala. Dirinya hanya mengambil sebagian lukisan untuk dijual dalam tiap pameran.

Salah satu taktik Jo adalah menempatkan lukisan yang ingin dijual di samping karya terbaik yang tidak dijual. Hal itu meningkatkan kecenderungan orang-orang untuk membeli lukisan yang dijual.

Jo merancang pemerannya sendiri dengan matang. Dia mendatangkan orang ternama, menyewa galeri, dan menyediakan seragam untuk para pegawai.

Jo pun berhasil menyelenggarakan pameran terbesar yang dibuatnya di Museum Stedelijk, Amsterdam. Pada pameran ini, 484 karya dipertontonkan, dan pada saat itu pula nilai dari karya-karya Vincent melambung.

- Menggunakan surat kakak beradik Van Gogh.

Surat sebagai media komunikasi antara Theo dan Vincent menjadi elemen paling penting bagi Jo dalam mengenalkan Van Gogh. Jo belajar banyak seputar lukisan Vincent dari catatan tentang lukisannya yang terselip di antara surat tersebut.

Jo memandang surat dan dokumen ini sebagai medium pendamping untuk memaknai lukisan milik Vincent lebih jauh. Cara yang tidak biasa ini terbukti membuat nama Vincent semakin melejit.

Surat ini juga mendekatkan Jo dengan Vincent. Misinya yang semula dilakukan untuk mendiang suaminya kini melebar untuk kakak iparnya pula.

Jo mendapatkan tekad tersebut setelah memahami bahwa Vincent ingin membuat karya yang bisa dinikmati orang biasa. Hal itu menggema di dalam hatinya karena Jo tahu pada mulanya dia hanya wanita biasa dengan hidup yang biasa-biasa saja.

Jo di pengujung hidupnya.

Tanpa wanita ini, Vincent van Gogh tak akan seterkenal sekarang

Misi Jo untuk memperkenalkan nama Vincent beserta karyanya ke khalayak ramai menjadi misi yang dipilihnya seumur hidup. Setelah keberhasilannya di benua Eropa, Jo melanjutkan misinya di Amerika Serikat selama tiga tahun.

Pandangan konservatif Amerika terhadap seni tentu memberi tantangan yang besar bagi Jo. Namun, keteguhannya yang dimilikinya semasa di Eropa diterapkan pula di sana. Jo giat dalam mengikuti berbagai pameran, memperkenalkan karya Vincent lewat publikasi, dan menerjemahkan surat kakak beradik Van Gogh ke dalam bahasa Inggris.

Pada akhirnya Jo berhasil membuka mata Amerika atas karya Vincent beserta aliran seni impresionis miliknya. Begitu dirinya wafat, karya Vincent sudah dikenal masyarakat dunia, begitu pula kisah tragis sang pelukis dan keakraban dengan saudaranya. Putranya mewarisi misi ibunya dan menjadi salah satu pendiri Museum Van Gogh yang masih berdiri hingga sekarang.

Peran Jo begitu besar sebagai perpanjangan tangan bagi kecintaan Vincent terhadap seni lukis. Vincent sendiri menciptakan hingga 850 lebih lukisan semasa hidupnya. Bahkan saat dirawat di rumah sakit mental Saint-Rmy, Vincent masih bisa produktif dengan menciptakan 150 lukisan.

Keinginan Jo untuk memopulerkan sendiri karya Vincent ketimbang meninggalkannya di Paris menjadi sebuah titik balik hidupnya. Keputusan itu pula yang mematahkan keraguannya atas dirinya sendiri.

Jauh harinya, Jo pernah menulis dalam jurnalnya, Hidup itu sulit dan di sekitarku penuh kesedihan dan nyaliku kecil!Namun, siapa sangka bila wanita yang pernah menulis itu menjadi seorang bertekad baja yang telah mengubah pelukis biasa menjadi figur yang dikenang dunia.