Angka pengidap HIV AIDS di Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah pengidap HIV AIDS hingga bulan Juni 2018 mencapai 19.286 orang.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat masih rendah untuk melakukan tes HIV. Penyebabnya, stigma di masyarakat berkaitan dengan penyakit mematikan ini masih tinggi ditambah media masaa yang belum optimal dalam memberikan edukasi tentang HIV AIDS.

Pernyataan ini disampaikan Direktur Yayasan Gaya Dewata Christian Supriyadinata saat ditemui beberapa waktu lalu di Denpasar. Menurutnya, kesadaran akan bahaya HIV AIDS perlu ditingkatkan dan bagi anggota masyarakat yang rentan terpapar penyakit ini agar jangan ragu untuk memeriksakan diri.

Kami menaruh harapan besar pada media massa untuk lebih banyak memberikan edukasi tentang HIV AIDS misalkan pemberitaan mengenai ciri orang yang terjangkit HIV, bagaimana menjaga kesehatan Orang dengan HIV AIDS atau ODHA, ujarnya.

Ia menambahkan, informasi tentang layanan kesehatan, di tempat mana saja bisa periksa agar kawan-kawan ODHA tahu. Walaupun kini hampir di semua Puskemas terdapat layanan HIV AIDS tapi banyak masyarakat yang belum tahu.

Soal stigma dan diskrimasi juga masih ada di masyarakat dan bukan di layanan kesehatan. Masyarakat merasa takut untuk melakukan tes karena biasanya takut ketahuan dan mengalami stigma seperti jika ketahuan positif mengidap AIDS akan dibully apalagi di media sosial begitu mudah terekspos, terangnya.

Christian beranggapan, selama masih ada stigma masyarakat enggan untuk memeriksakan diri. Jika stigma sudah rendah bahkan tidak ada, maka otomatis kesadaran masyarakat akan lebih tinggi dalam melakukan tes HIV karena sudah tidak takut lagi akan stigma yang begitu kuat mengakar di masyarakat.

Stigma muncul dari ketidakpahaman masyarakat. Misalnya ada anak usia sekolah, TK, atau SD yang diketahui terinfeksi HIV pihak yang melakukan stigma biasanya bukan dari pihak sekolah yang mendiskrimasi tapi dari orang tua murid akhirnya anak itu tidak bisa bersekolah di sekolah bersangkutan, kasus seperti ini beberapa kali terjadi, jelasnya.

Menurutnya, sumber persoalan adalah ketidakpahaman masyarakat tentang HIV AIDS. Kalau masyarakat sudah paham dan diskriminasi sudah menurun otomatis masyarakat yang datang ke layanan akan lebih nyaman dan merasa aman.

Media massa di Bali kini sudah lebih bagus dalam memberitakan HIV AIDS tak seperti dulu judul dibuat besar-besar dan bombastis. Hanya saja untuk isinya tidak bisa maksimal karena berita tak bisa mengupas semuanya karena perlu ruang khusus untuk membahas isu HIV dam AIDS secara lebih luas dan lengkap, pungkasnya.

Bagaimanapun juga, pihaknya berharap media massa dapat menyampaikan berita yang tepat dan memberi porsi lebih pada edukasi kesehatan kepada masyarakat.