Kadar hormon yang naik turun sepanjang hidup memengaruhi kondisi emosi dan suasana hati setiap perempuan dengan cara yang berbeda, di mana kondisi tersebut juga akan berdampak pada kualitas hidup perempuan. Meskipun setiap perempuan memiliki perbedaan kondisi yang berbeda dan unik, apakah kondisi kesehatan reproduksi memengaruhi kesehatan mental pada perempuan dan begitu pula sebaliknya? Yuk, simak faktanya berikut ini.

Premenstrual Syndrome dan Premenstrual Dysphoric Disorder.

Siklus reproduksi memengaruhi kesehatan mental perempuan? Ini faktanya

Premenstrual Syndrome (PMS) menjadi istilah yang sudah tidak asing bagi perempuan. PMS merupakan gejala fisik dan emosional yang terjadi pada satu hingga dua minggu sebelum dimulainya setiap periode menstruasi. Gejala PMS memengaruhi setiap perempuan secara berbeda di mana terdapat lebih dari 200 gejala berbeda yang dikaitkan dengan PMS.

Gejala emosional dan non-spesifik yang umum termasuk stres, kecemasan, kesulitan tidur, sakit kepala, perasaan lelah, perubahan suasana hati, serta perubahan minat pada aktivitas seksual. Sedangkan gejala fisik di antaranya termasuk kembung, nyeri punggung bawah, kram perut, sembelit ataupun diare, pembengkakan atau nyeri pada payudara, timbulnya jerawat siklik, dan nyeri sendi atau otot.

Diperkirakan 75% perempuan yang sedang menstruasi mengalami PMS. Namun perempuan dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi atau gangguan kecemasan memiliki kemungkinan mengalami gejala PMS yang lebih buruk.

Sedangkan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) adalah kondisi yang hampir memilki kesamaan dengan PMS namun dengan gejala yang lebih parah, termasuk depresi berat, mudah tersinggung, dan tegang. PMDD sendiri diperkirakan terjadi pada 3-8% perempuan yang sedang mengalami menstruasi dan lebih sering terjadi pada perempuan dengan gangguan kecemasan atau depresi. Ide atau upaya bunuh diri menjadi gejala PMDD yang paling mengkhawatirkan. Menurut International Association for Premenstrual Disorders, diperkirakan 15% wanita dengan PMDD akan mencoba bunuh diri seumur hidup mereka. Sehingga sejak tahun 2013 Premenstrual Dysphoric Disorder telah menjadi salah satu diganosis kesehatan mental dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.

Berdasarkan hasil penelitian Cleveland Clinic, diketahui terdapat hubungan PMDD dan kadar serotonin yang rendah. Serotonin sendiri merupakan zat kimia di otak yang membantu mengirimkan sinyal saraf. Perubahan kadar serotonin berhubungan dengan terjadinya PMDD karena serotonin juga berperan dalam mengontrol suasana hati, tidur, dan nyeri.

Di sisi lain stres menghambat menstruasi.

Siklus reproduksi memengaruhi kesehatan mental perempuan? Ini faktanya

Bagai dua permasalahan yang memiliki hubungan timbal balik, selain kondisi PMS dan PMDD yang berdampak pada kesehatan mental perempuan, kondisi kesehatan mental juga memengaruhi kesehatan reproduksi perempuan, salah satunya terkait siklus menstruasi. Sebagian perempuan mengalami permasalahan keterlambatan dan kesulitan menstruasi saat kondisi kesehatan mental sedang tidak stabil yang mungkin terjadi akibat banyaknya stressor yang sedang dihadapi.

Kondisi tersebut terjadi berhubungan dengan terjadinya peningkatan hormon kortisol. Hormon kortisol sendiri terutama bertanggung jawab atas perubahan siklus menstruasi saat perempuan mengalami stres. Saat mengalami stres kadar hormon kortisol akan meningkat, selanjutnya sebagai respon hipotalamus, organ di otak yang berperan penting dalam mengatur sistem reproduksi, berhenti mengirim sinyal ke ovarium untuk melakukan tugasnya. Tanpa adanya sinyal tersebut proses ovulasi tertunda atau bahkan berhenti sama sekali yang menyebabkan menstruasi terlambat atau bahkan tidak menstruasi sama sekali.

Studi menunjukkan perempuan dengan gangguan kecemasan cenderung memiliki siklus menstruasi yang lebih pendek (lebih pendek dari 24 hari). Kondisi di mana siklus menstruasi yang tidak teratur juga terkait dengan beberapa kondisi gangguan kesehatan mental seperti eating disorder, depresi, serta bipolar disorder.

Kesehatan mental selama kehamilan.

Siklus reproduksi memengaruhi kesehatan mental perempuan? Ini faktanya

Mengutip artikel berjudul Reproductive Health and Mental Health oleh womenhealth.gov, depresi merupakan kondisi kesehatan mental yang paling umum terjadi selama kehamilan. Kabar buruknya perempuan yang mengalami depresi saat hamil memiliki risiko lebih besar mengalami depresi setelah melahirkan, yang disebut postpartum depression.

Selanjutnya perempuan dengan eating disorder juga memiliki risiko mengalami kekambuhan selama kehamilan yang dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur (lahir sebelum 37 minggu kehamilan), serta melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Kesehatan mental dan perimenopause.

Siklus reproduksi memengaruhi kesehatan mental perempuan? Ini faktanya

Transisi awal menuju menopause saat perempuan masih mengalami menstruasi disebut perimenopause. Selama perimenopause, beberapa perempuan mulai merasakan gejala seperti panas luar biasa dan berkeringat, sulit tidur, dan perubahan suasana hati. Sedangkan saat mendekati periode menopause, perempuan mungkin mengalami gejala lain, seperti nyeri saat berhubungan seks, masalah buang air kecil, dan menstruasi yang tidak teratur. Perubahan-perubahan ini tentu menjadi stressor bagi perempuan.

Perempuan dengan depresi lebih mungkin mengalami perimenopause lebih awal daripada perempuan lain. Menurut studi hal ini dikarenakan perempuan dengan depresi memiliki kadar estrogen yang lebih rendah. Di mana estrogen merupakan hormon pentingyang mengatursiklus menstruasi yaitu mengendalikan pertumbuhan lapisan rahim selama awalsiklus menstruasi. Selain itu perempuan dengan masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi memiliki kemungkinan lebih besar mengalami insomnia, meskipun permasalahan insomnia memengaruhi hingga setengah perempuan yang mengalami menopause.

Apayang perlu perempuan lakukan?

Siklus reproduksi memengaruhi kesehatan mental perempuan? Ini faktanya

Banyak langkah yang dapat dilakukan perempuan untuk menjaga dan mempertahankan kondisi kesehatan mental dan kesehatan reproduksi yang optimal. Langkah kecil namun penting untuk dilakukan adalahdengan pengelolaan stressor. Stres terbukti dapat dikurangi dengan tidur cukup enam hingga delapan jam setiap malam, makan makanan sehat, berolahraga, meditasi, beribadah, menemukan dukungan dari lingkungan sosial, hingga menemukan bantuan dari dokter dan terapis. Jangan ragu untuk memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan jika masalah kesehatan reproduksi dan kesehatan mental dirasa sudah mengganggu aktivitasmu.

When women take care of their health, they become their best friend. Maya Angelou.