Waria atau Wanita-Pria merupakan istilah yang biasa digunakan untuk mengklarifikasikan seorang pria yang memiliki tingkah kemayu dan senang berdandan layaknya seorang wanita. Meski sudah ada sejak berabad-abad tahun lalu, namun secara umum waria masih dianggap sebagai salah satu penyimpangan. Karenanya, mereka tak diakui sebagai gender yang sah. Berbeda dengan halnya laki-laki dan perempuan yang diakui oleh seluruh negara, waria justru sering mendapatkan perlakuan sebaliknya.

Meski begitu, keberadaanya yang ternyata sudah sejak zaman dahulu, dalam beberapa sejarah kebudayaan Waria telah memiliki tempatnya sendiri dan diakaui sebagai gender ketiga setelah pria dan wanita. Dalam kebudayaan di berbagai negara ini, Waria memiliki sebutan tersendiri dan biasanya telah diakaui oleh masyarakat disekitarnya. Mari kita simak cerita dari beberapa kebudayaandi dunia mengenai waria berikut ini.

1. Muxe - Meksiko

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Muxe merupakan istilah kuno bangsa Meksiko yang digunakan untuk menggambarkan sebuah komunitas pria yang gemar menggunakan pakaian wanita dan berkencan dengan pria heteroseksual. Kata Muxe sendiri berasal dari bahasa Zapotec yang berakar pada kebudayaan bangsa Oaxaca yang berasal dari wilayah Selatan Meksiko. Dalam kebudayaan bangsa Oaxaca Muxe diasumsikan sebagai gender dengan peran wanita secara tradisional baik itu dalam urusan rumah tangga atau sekedar penghibur. Kebanyakan Muxe sendiri merupakan pria-pria yang gemar berpakaian wanita dan berhias. Pada zamanya, para Muxe biasa dijadikan pelampiasan cinta bagi mereka yang belum berkeluarga. Namun meski begitu orang Meksiko percaya bahwa Muxe bukanlah golongan yang masuk dalam kategori LBGT.

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Mereka percaya Muxe merupakan klasifikasi gender tersendiri yang merupakan bagian dari warisan budaya lokal milik nenek moyang mereka. Halnya saja secara legalitas Muxe belum di akui sebagai salah satu gender resmi selain Pria dan Wanita pada hukum yang berlaku di Meksiko. Namun meski begitu para Muxe bebas untuk bekerja dan beraktivitas layaknya orang biasa. Profesi yang dijalani seorang Muxe biasanya meliputi pengrajin, penjahit, penenun, penyulam dan kadang juga pendekor altar Gereja. Mereka juga diperbolehkan untuk menikah baik itu dengan pria maupun wanita.

2. Kathoey - Thailand

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Thailand dan Waria merupakan suatu yang tak bisa dipisahkan. Sudah sejak lama masyarakat negeri berjuluk Gajah Putih ini mengakui waria sebagai salah satu gender. Dengan istilah ladyboy atau dalam bahasa lokal biasa disebut Kathoey.

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Secara fisik Kathoey sebenarnya terlahir sebagai pria pada umumnya, hanya saja mereka memilih untuk berganti kelamin dengan melakukan berbagai operasi plastik agar bisa meyerupai wanita. Kecantikan waria Thailand bahkan sudah diakui dunia dengan seringnya kontestan waria dari Thailand yang memenagkan kontes kecantikan transgender di dunia. Tapi anehnya meski secara umum sudah diterima oleh masyarakat, secara hukum Thailand belum mengakui Kathoey sebagai salah satu gender yang resmi.

3. Hijra - India

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Meski tak banyak orang yang tahu bahwa sejak tahun 2014 yang lalu,pemerintah India telah memberlakukan sistem 3 gender dalam sistem hubungan mereka,selain pria dan wanita di India kini telah ada satu gender lagi yaitu Hijra,istilah Hijra dalam bahasa India kurang lebih bisa diartikan sebagai 'Eunuch' atau Hemaprodit (istilah ilmiah untuk kelamin ganda) dalam bahasa Inggris,istilah ini digunakan karena seorang Hijra biasanya adalah orang yang secara fisik lahir sebagai pria,namun dalam hal perkembanganya cenderung memiliki sifat yang layaknya wanita.

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Di India sendiri selain Hijra sebenarnya masih ada beberapa istilah lain untuk mengklarifikasi pria-pria gemulai ini mulai dari Aravani, Aruvani hingga Jagappa. Karena itu kebanyakan Hijra yang pada dasarnya memang memiliki ketertarikan fisik terhadap laki-laki biasanya akan bekerja di lokalisasi setempat atau menjadi wanita penghibur dalam acara-acara perayaan.

4. Fa'afafine - Samoa

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Bangsa Samoa dikenal sebagai bangsa petarung yang kuat baik di darat maupun dilaut,Namun meski begitu ternyata salah satu bangsa kuno ini ternyata juga menganut 3 sistem gender,menurut sejarah konon nenek moyang orang Samoa yang disebut sebagai Pre-Christian Samoa,percaya bahwa setiap insividu pasti memiliki peran gender yang berbeda yang diklarifikasikan sesuai dengan sifat bukan fisik,karena itu selain pria dan wanita,terdapat pula kategori gender lain yaitu Fa'afafine,bagi orang Samoa Fa'afafine,merupakan klarifikasi gender ke 3 yang merujuk pada seorang anak lelaki yang lahir dengan tubuh pria namun sifat feminimnya justru lebih menonjol.

5. Bissu,Calalai Dan Calabai - Bugis,Indonesia

Meski sudah banyak ditemukan di kota-kota besar di Indonesia, hingga saat ini Waria masih saja menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia umumnya. Keberadaan waria ini sering kali dihubungkan dengan penyakit masyarakat maupun penyimpangan sosial yang terjadi seiring dengan laju perkembangan jaman. Meski begitu, sebenarnya terdapat kebudayaan lokal Indonesia yang menjadikan Waria sebagai sentral. Kebudayaan tersebut berasal dari suku Bugis di Sulawesi yang bahkan memiliki klarifikasi gender hingga lima golongan. Selain pria dan wanita, ada juga Bissu, Calalai (tomboi), dan Calabai (waria). Nah, khusus untuk Bissu, mereka memiliki kedudukan istimewa karena merupakan figur spiritual yang konon dapat menghubungkan manusia dengan dewa.

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Waria dalam 5 sejarah budaya di dunia

Dalam kepercayaan orang Bugis,Bissu dianggap sebagai kombinasi antar gender yang cukup istimewa karena mereka dianggap sebagai orang yang berada pada posisi netral diantara lima gender yang ada. Bissu sendiri biasanya merupakan seorang yang terlahir sebagai pria namun memiliki kepribadian wanita. Hanya saja biasanya seorang Bissu sudah tidak memiliki ketertarikan pada hal-hal duniawi semacam sex dan lainnya. Hal serupa juga berlaku untuk Calalai dan Calabai yang biasanya hanya mengacu pada sifat seseorang. Calalai sendiri merupakan seorang wanita yang memiliki kebiasaan dan prilaku seperti seorang laki-laki. Biasanya mereka tak berniat untuk menjadi laki-laki. Calalai hanya tertarik pada hal maskuli dan senang melakukan pekerjaan pria seperti menjadi pekerja di industri logam. Sedangkan Calabai adalah kebalikan dari Calalai yaitu seorang pria yang memiliki sifat seperti wanita atau feminim. Seorang Calabai biasanya akan berperan dalam urusan dapur dalam persiapan pesta layaknya seorang wanita.