Setiap manusia adalah invidu yang unik sehingga tidak ada manusia yang benar-benar serupa dengan manusia lainnya. Keunikan ini berupa perbedaan secara fisik seperti tinggi badan, warna kulit, bentuk wajah, jenis rambut dan lain-lain. Lalu apakah manusia yang berkulit putih lebih baik daripada yang berkulit gelap? Tentu tidak. Hal ini juga serupa dengan minat dan bakat seseorang. Setiap manusia memiliki perbedaan pada minat dan bakatnya.

Psikolog Klinis di Denpasar, Ida Ayu Maitry Sanjiwani M.Psi., Psikolog menjelaskan, bakat adalah potensi yang dimiliki oleh seseorang. Orang yang memiliki bakat tertentu akan lebih mudah mempelajari sesuatu dibandingkan orang lain. Misalnya ketika les vokal, orang yang memiliki bakat menyanyi akan lebih cepat mempelajari teknik-teknik vokal dibandingkan orang yang tidak memiliki bakat.

Sedangkan minat adalah ketarikan seseorang terhadap sesuatu. Jika dianalogikan bakat adalah modal yang kita miliki, sedangkan minat adalah keinginan kita. Seseorang yang memiliki minat menyanyi belum tentu memiliki bakat menyanyi. Bakat dan minat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang yang memiliki bakat menjadi notaris tapi tidak memiliki minat terhadap hukum tentu tidak disarankan menjadi notaris, ujarnya.

Selanjutnya, bagaimanakah cara untuk mengetahui bakat dan minat pada anak? Sanjiwani menjelaskan, cara termudah adalah dengan mengikuti psikotes di biro psikologi terdekat. Namun cara yang sederhana adalah dengan menyadari kelebihan dan kelemahan diri.

Mengetahui bakat dan minat sangat penting bagi masa depan seorang anak. Karena hal ini berkaitan dengan pendidikan yang akan ditempuh serta profesi yang akan dijalaninya nanti. Namun faktanya adalah banyak sekali orang tua yang memaksakan kehendak dan tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk mendalami bakat dan minat yang dimiliki. Hal ini memengaruhi pendidikan yang akan ditempuh oleh anak, katanya.

Imbuh dia, ini bisa dilihat misalnya dari orang tua yang berprofesi sebagai dokter mengarahkan anaknya agar memilih jurusan kedokteran padahal anaknya memiliki bakat di bidang seni. Selain itu juga orang tua yang berprofesi sebagai pengacara atau arsitek juga menginginkan agar anaknya memiliki profesi yang sama tanpa mempertimbangkan bakat dan minat anaknya.

Hal ini menyebabkan anak menjadi tidak serius dalam berkuliah seperti sering membolos dan sering tidak mengerjakan tugas sehingga mengalami drop out. Pada profesi-profesi tertentu yang berhubungan dengan nyawa manusia hal ini tentu sangat membahayakan karena jika terjadi kesalahan dapat menghilangkan nyawa manusia, terangnya.

Ia menambahkan, biasanya hal ini dilakukan orang tua agar anaknya memiliki kestabilan ekonomi yang minimal sama dengan orang tuanya, padahal sebenarnya semua profesi jika dijalankan dengan sungguh-sungguh maka pasti akan menghasilkan.

Lalu bagaimana cara agar hal ini tidak terus terjadi? Tentunya orang tua menjadi kunci. Orang tua perlu menyadari bahwa setiap anak memiliki perbedaan dengan dirinya. Anak bukanlah replika dari orang tua sehingga anak tidak harus mengikuti jalur karir yang sama dengan orang tuanya, cetusnya.

Tambahnya, orang tua wajib mengarahkan dan jika memungkinkan untuk memfasilitasi bakat dan minat anaknya tersebut. Dengan mendukung bakat dan minat anaknya, anak dapat benar-benar menikmati proses belajarnya.

Sehingga sewaktu meniti karir anak akan tekun dan bahagia dalam menjalani hidupnya. Karena bukankah kebutuhan tertinggi manusia akhirnya adalah aktualisasi diri?, tutupnya.