Atlet menjadi salah satu profesi yang rentan akan gangguan kesehatan mental. Data menunjukkan, dari total keseluruhan atlet muda di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat kurang-lebih 33% atlet muda yang mengalami gangguan kesehatan mental dengan tingkat yang parah dan terdapat 35% atlet profesional yang mengalami gangguan kesehatan mental dengan tingkat yang parah (Kuik, 2019). Banyak faktor yang menyebabkan atlet rentan akan gangguan kesehatan mental, contoh-contoh dari faktor ini seperti tuntutan untuk menyeimbangkan dunia olahraga dan akademik bagi atlet muda serta untuk atlet profesional, mereka dituntut untuk memenangkan suatu perlombaan dari cabang olahraga yang mereka tekuni (Kuik, 2019). Kevin Love (sebagaimana dikutip dalam Davidson, 2020) menyatakan bahwa, selain tuntutan akan kemenangan, atlet profesional juga memiliki tuntutan internal lain, seperti keluarga dan lainnya. Bentuk dari berbagai tuntutan tersebut salah satu faktor penyebab timbulnya isu-isu kesehatan mental pada atlet (Kuik, 2019).

Berbagai tuntutan yang diterima oleh para atlet, sebenarnya bukan hanya berdampak buruk bagi atlet, namun juga dapat memberikan manfaat bagi atlet. Leunes (2011) mengatakan bahwa tuntutan, tekanan, dan sebagainya akan membentuk stres yang diterima oleh atlet. Stres yang diterima atlet tersebut, baik secara fisik maupun psikis, akan menghasilkan reaksi yang disebut dengan arousal. Hal ini yang akan berperan memengaruhi performa atlet. Yerkes-Dodson Law merupakan teori yang menjelaskan bahwa arousal pada manusia dapat digambarkan sebagai diagram U terbalik. Dalam diagram ini, tingkat arousal yang sangat rendah dan yang sangat tinggi tidak akan dapat meningkatkan performa atlet, malah sebaliknya membuat atlet menjadi gagal. Tingkat arousal yang bermanfaat pada performa atlet adalah tingkat tengah, hal ini dikarenakan atlet memiliki arousal untuk bertindak dan keluar dari zona nyaman, namun tidak berlebihan dan berujung pada kecemasan (Ian, 2012; Leunes, 2011).

Kecemasan atau yang sering disebut dengan anxiety merupakan dampak yang diterima oleh atlet saat mereka menerima arousal yang berlebihan (Leunes, 2011). Anxiety diartikan sebagai atribut dari arousal yang ditandai dengan perasaan-perasaan negatif, seperti peraasaan tidak nyaman, rasa takut, ketidakpastian dan lainnya. Anxiety dapat berdampak negatif dan memegaruhi kondisi psikis dan fisik para atlet (Leunes, 2011). Contoh dari dampak negatif pada fisik adalah timbulnya jitter dibagian perut dan dada, memendeknya pernapasan, pegal-pegal dan perasaan tidak mengenakan lainnya.

Bagi psikis, dampak yang terasa adalah munculnya rasa takut dan panik (Leunes, 2011). Saat anxiety tidak dapat tertangani dengan baik dan menetap dalam jangka waktu yang panjang, akan muncul beberapa gangguan kesehatan mental. Beberapa contoh gangguan kesehatan ini seperti gangguan pernapasan, panic attack hingga dapat menimbulkan beberapa disorder seperti depresi mayor, GAD (generalized anxiety disorder), social anxiety disorder dan lainnya (Legg, 2020).

Beberapa atlet profesional yang mengalami isu kesehatan mental yang disebabkan oleh anxiety adalah Michael Phelps, atlet renang asal Amerika Serikat yang mengalami depresi dan gangguan kecemasan, Kevin Love, atlet NBA yang menderita gangguan kecemasan dan DeMar DeRozan, seorang atlet NBA yang juga mengalami gangguan depresi dan kecemasan (Athletes and Mental Health,2020).

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi tingkat anxiety tinggi tersebut, salah satu caranya adalah meditasi dengan metode mindfulness. Meditasi mindfulness merupakan metode meditasi yang dalam praktiknya memfokuskan pada kesadaran dan kewasapadaan pada sensasi yang dirasakan disekitar (Mindfulness Exercises, 2020). Berbeda dengan metode meditasi lain yang menggunakan media musik atau mantra untuk mencapai kondisi tertentu, metode mindfulness hanya menggunakan pernapasan, di mana para praktisi perlu memperhatikan pola pernapasannya (Mindfulness Exercises, 2020).

Sara Mitchell seorang sport psychologist (sebagaimana dikutip dalam Kielley, 2020) mengatakan bahwa praktik meditasi ini sangat berdampak positif terhadap kondisi kesehatan dan performa atlet. Dengan melakukan meditasi mindfulness, atlet dilatih untuk dapat mengontrol tekanan situasi yang berat hingga mengontrol situasi dan emosi yang muncul berawal dari situasi yang sangat tertekan (Kielley, 2020). Manfaat-manfaat yang didapat oleh praktik mindfulness ini, didukung dengan penelitian Birrer & Morgan (2012) di mana atlet yang memahami konsep dan mempraktikan mindfulness memiliki perkembangan dalam mengontrol kemampuan diri, psychological skills, dan meningkatnya performa olahraga.

Saat ini, banyak atlet yang telah mempraktikkan meditasi dengan metode mindfulness ini dan salah satu atlet tersebut adalah LeBron James (Ganguli, 2018). LeBron James, sebagai atlet profesional yang menggeluti cabang olahraga basket dan tergabung dalam tim Lakers, LeBron James telah melakukan praktik meditasi mindfulness dalam jangka beberapa tahun ke belakang. LeBron James (sebagaimana dikuti dalam Ganguli, 2018) mengatakan bahwa dengan mempraktikkan meditasi tersebut, dia merasa berdamai dengan inner self, inner spirit, dan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut juga membantunya mengatasi stres yang dialami serta meningkatkan kemampuan fokusnya saat tengah bertanding (Ganguli, 2018).