Politik nggak bakal ada habisnya kalau dibahas. Mulai dari lembaga Legislatif, Eksekutif ataupun Yudikatif. Salah satu isu politik yang muncul adalah politik keluarga di mana suatu keluarga menjabat di berbagai instansi dan pemerintahan.

Mungkin kamu kadang berpikir, apakah sistem politik seperti ini cukup efektif?

Dilansir dari Kompas.com, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Arbi Sanit mengakui adanya kecenderungan politik keluarga, bahkan dinasti, mewarnai perekrutan tokoh politik di negeri ini. Suami, istri, anak, keponakan, ipar, dan bagian keluarga lainnya banyak yang mencoba terjun ke politik secara berbarengan. Di tengah belum terbangunnya tradisi berdemokrasi yang baik, gejala ini amat berbahaya sehingga harus ditolak. Politik dinasti, politik klik, harus ditolak. Ketika perangkat demokrasi belum berfungsi akan terjebak pada konflik kepentingan atau penyalahgunaan kewenangan, ucap Arbi seperti dilansir dari Kompas.com.

Menurut Arbi, politik dinasti juga banyak terjadi di negara yang sudah lama menjalankan sistem demokrasi, seperti di Amerika Serikat atau India. Namun, yang menjadi persoalan adalah belum adanya kriteria dan standar prosedur seleksi pejabat negara yang benar-benar objektif dan lemahnya kontrol di negeri ini. Kontrol anggaran tidak berjalan, etika politik tidak berjalan, oposisi juga tidak berjalan. Semua dapat diterobos oleh dinasti, paparnya.

Meski begitu, aturan yang ada menyebut bahwa siapa pun berhak mengajukan diri menjadi kepala daerah atau yang lainnya dengan alasan pelarangan kepada seseorang yang hendak maju dalam pemilu merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian, anak, istri, suami, atau saudara kepala daerah yang ingin maju dalam Pilkada mempunyai hak dan kewajibannya yang sama dengan yang lain. Mereka tetap diperbolehkan maju dalam Pilkada tanpa jeda.

Sebelumnya hak politik mereka dibatasi selama beberapa periode. Larangan itu dilakukan dengan tujuan selain untuk menciptakan pemerintahan yang bersih juga untuk memberi kesempatan yang lain sebagai kepala daerah. Politik dinasti selama ini membuat sebuah daerah hanya dipimpin oleh keluarga itu-itu saja.

Saat ini masih banyak wilayah di Indonesia yang dipimpin oleh suatu keluarga. Bahkan di tingkat nasional pun masih ada. Untuk itu kita sebagai pemilih harus lebih cerdas dalam menentukan pilihan. Gimana menurut kamu?