Saat ini seluruh negara dunia sedang berperang melawan pandemi Covid-19. Sehingga banyak negara yang melakukan kebijakan lockdown, termasuk Indonesia. Dampak dari kebijakan lockdown ini berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, dan khususnya di bidang pendidikan segala macam aturan dan kebijakan berubah secara drastis.

Sistem pendidikan di masa pandemi Covid-19 menggunakan sistem pembelajaran daring (dalam jaringan), yaitu sistem pembelajaran yang dilakukan secara interaktif berbasis internet. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan yang berpotensi mempercepat penyebaran virus. Tetapi, tidak adanya persiapan ataupun perencanaan yang matang untuk pelaksanaan pembelajaran daring ini, membuat kualitas pendidikan Indonesia terutama untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Menengah justru mengalami penurunan. Sebagian besar dari tenaga pendidik maupun peserta didik masih mengalami kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan untuk melaksanakan pembelajaran daring yang jelas sangat berbeda dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan dengan tatap muka di sekolah.

Proses pembelajaran yang harus dilakukan secara daring tentu membutuhkan dukungan perangkat seperti handphone atau laptop [1]. Namun, kendala yang dihadapi adalah ketika salah satu atau keduanya, dari peserta didik dan juga pendidik, tidak menguasai penggunaan media pembelajaran daring tersebut. Selain itu, masih ada siswa yang tidak memiliki handphone. Jika di daerah perkotaan, kemungkinan tidak memilik handphone lebih kecil daripada masyarakat di pedalaman. Maka dari itu, semenjak pemerintah menerapkan kebijakan ini banyak siswa-siswi yang tidak bisa mengikuti kegiatan belajar diakibatkan tidak adanya handphone. Banyak juga orang tua yang terpaksa menjual sawah dan hewan ternaknya hanya untuk membeli handphone agar anaknya bisa mengikuti kegiatan pembelajaran secara daring.

Kemudian, kendala selanjutnya adalah harga kuota internet yang sangat mahal. Faktor ini sangat memengaruhi apalagi untuk masyarakat kalangan bawah yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Karena kebijakan ini, banyak orang tua yang merelakan uang makannya untuk membeli kuota internet anaknya agar anaknya bisa mengikuti kegiatan sekolah daring.

Selain kuota internet yang mahal, faktor sinyal pun menjadi kendala. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah wilayah yang sangat luas. Di antara wilayah tersebut tidak semuanya memiliki akses internet yang bagus. Khususnya wilayah-wilayah pedalaman yang jauh dari hiruk pikuk kota. Banyak siswa yang harus mendaki gunung untuk mendapat sinyal atau harus berjalan beberapa kilometer hanya untuk mendapatkan akses sinyal yang bagus agar bisa mengikuti kegiatan belajar.

Di samping kendala-kendala yang telah disebutkan sebelumnya, ada dua hal yang menyebabkan turunnya kualitas belajar siswa.

1. Suasana yang kurang mendukung seperti suasana rumah yang tidak sama seperti suasana di sekolah membuat motivasi untuk belajar terasa sangat berat. Apalagi, ditambah dengan kasur yang semakin membuat malas. Maka dari itu, banyak siswa yang tertidur saat kegiatan belajar daring berlangsung. Menurut Djaali (2007:99), tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat instrumen pendidikan, lingkungan sekolah memengaruhi semangat belajar siswa [2].

2. Kurangnya peran aktif orang tua dalam memberikan motivasi belajar kepada anak. Misalnya seperti kurangnya waktu yang dimiliki orang tua untuk memperhatikan perkembangan belajar anaknya selama di rumah.

Ketidakmampuan penggunaan perangkat elektronik dan terbatasnya siswa yang memiliki handphone serta kendala kuota dan sinyal menyebabkan pembelajaran yang dilakukan secara daring menjadi tidak efektif. Selain itu, peran orang tua dalam memberikan motivasi dalam belajar kepada anak harus lebih ditingkatkan agar anak dalam pembelajaran daring tetap semangat.

Ketidakefektifan dalam pembelajaran itulah yang menyebabkan kualitas belajar siswa menjadi menurun. Dengan demikian, secanggih apa pun teknologi yang digunakan untuk pembelajaran daring, pada akhirnya tetap saja pembelajaran melalui tatap muka jauh lebih efektif jika berbagai kendala tersebut tidak segera diatasi.