Bagi kamu yang lahir antara 1996 sampai 2000, pernah tidak merasa bingung saat tengah nongkrong dengan teman-teman dari generasi milenial atau generasi z. Saat teman-teman dari generasi milenial membicarakan film kartun favorit mereka seperti Dragon Ball atau Shin-Chan, mungkin kamu masih bisa ikut ngobrol dan tertawa bersama. Tapi saat mereka mulai membicarakan alat komunikasi pager atau jajanan yang mereka sukai saat kecil, kamu akan mulai bingung dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan.

Hal ini juga terjadi saat kamu tengah berbincang dengan adik atau teman yang merupakan seorang generasi z. Saat membicarakan mengenai perkembangan teknologi seperti gadget atau konsol game baru, ada kemungkinan kamu dapat mengerti dan nyambung dengan topik tersebut. Namun, saat mereka mulai membicarakan tentang tren yang ada di TikTok atau virtual dating, kamu akan mulai merasa bingung. Jika kedua hal tersebut kamu alami, maka kamu adalah orang-orang yang disebut sebagai generasi zillennial.

Generasi zillennial pada dasarnya merupakan kumpulan individu yang lahir antara tahun 1996-2000, ada juga memperkirakan pada 90-an akhir hingga 2000 awal dan lainnya. Kejadian atau peristiwa besar yang dialami oleh generasi ini adalah masa transisi digital dunia.

Generasi ini mengalami perubahan besar, dari teknologi yang berawal dari analog menuju digital. Salah satu contohnya adalah Handphone yang awalnya dari "Nokia berseri" lalu ke Blackberry, hingga Android pada saat ini. Masa transisi tersebut membuat generasi zillennial merasakan masa-masa hidup di era acara kartun pagi akhir pekan di beberapa stasiun televisi dan juga merasakan era munculnya Google, YouTube, Facebook dan aplikasi serta media sosial lainnya.

Generasi zillennial sebagai generasi yang lahir di antara dua generasi dan dua era yang berbeda, memiliki karakter tersendiri dibandingkan dengan generasi milenial dan generasi z. Lansom (2021) dalam artikelnya mengatakan bahwa karakter umum dari generasi ini adalah "krisis identitas". Hal ini disebabkan identitas mereka yang terkesan abu-abu karena memiliki sebagian karakter dari generasi milenial dan sebagian lagi dari generasi z. Selain karakteristik, pop culture juga membuat generasi zillennial mengalami krisis identitas (Venn, 2021).

Generasi zillennial mengalami kejayaa era MTV dan musik-musik pop melayu pada awal tahun 2000 serta juga ikut mendengarkan lagu di soundcloud. Generasi zillennial juga pernah mendengarkan musik lewat Walkman atau Ipod serta mendengarkan lewat handphone. Dua era pop culture yang mereka alami ini membuat zillennial merasa hidup di dua era yang berbeda, walaupun mereka terdiri dari masing-masing generasi yang ada.

Terlahir di antara dua generasi yang berbeda, mengalami peristiwa dan pop culture dari dua generasi yang juga berbeda membuat generasi zillennial memiliki sifat yang lebih adaptif walau terlepas dari krisis identitas yang dialami. Sebagai generasi yang mendapat sebutan "terlalu muda jadi milenial dan terlalu tua jadi gen z", mereka menciptakan subculture dan karakter tersendiri. Hal ini membuat generasi zillennial menjadi fleksibel karena dapat mengenang lagu-lagu pada era akhir 90-an hingga awal 2000 serta mengikuti tren-tren yang ada di TikTok.