Hollywood menyukai tren sekuel, prekuel, dan reboot film lama. Ini tak terbantahkan. Walau disambut meriah oleh fans-fans lama, IP/judul yang mengalami salah satu tadi sering malah jeblok di pasaran. Berbeda dari film aslinya, sebuah kisah sambungan (sekuel), pra kisah (prekuel) serta pembuatan ulang (reboot) sebenarnya lebih ditujukan untuk mereka yang sudah mengenali judul itu sendiri. Main audience atau pangsa pasar utama adalah fans lama. Bukan mereka yang belum pernah tahu atau lihat film aslinya. Namun pihak studio juga ingin menggaet pasar tersebut; mereka ingin agar fans lama membeli tiket dan penonton baru (yang tidak tahu apa-apa) juga melakukan hal sama. Masalahnya, keinginan itu sering tidak terjadi.

Menjelang akhir tahun ini saja dunia sudah melihat setidaknya tiga judul film yang sudah bisa dianggap flop alias gagal meraih box office: Charlies Angels garapan Elizabeth Banks, Terminator: Dark Fate karya Tim Miller, dan Doctor Sleep dari Mike Flanagan.

Charlies Angel merupakan film sekuel dari dua film Charlies Angel sebelumnya (produksi tahun 2000 & 2003) dengan bintang utama Cameron Diaz, Drew Barrymore dan Lucy Liu. Di tahun 2019 ini pemerannya adalah Kristen Stewart, Naomi Scott, serta Ella Balinska.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

(Sumber gambar: Empire Online)

https://www.youtube.com/watch?v=voYLots_ZOg

Film Terminator: Dark Fate memang bisa dihitung sebagai film keenam, tapi produser dan kreator Terminator, James Cameron menyatakan kalau Dark Fate adalah sambungan langsung dari film kedua (Judgment Day/1991) sehingga pemeran dari film itu, Arnold Schwarzenegger dan Linda Hamilton, kembali memerankan peran mereka.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

(Sumber gambar: Ars Technica)

https://www.youtube.com/watch?v=oxy8udgWRmo

Dan Doctor Sleep merupakan sekuel film horor legendaris The Shining (1980) dari mendiang Stanley Kubrick. Baik Doctor Sleep dan The Shining adalah adaptasi novel karya novelis spesialis horor terkemuka, Stephen King.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

(Sumber gambar: Consequence of Sound)

https://www.youtube.com/watch?v=BOzFZxB-8cw

Jika dilihat dari volume penjualan tiket, ketiga judul ini cukup mengecewakan. Dan bahkan sedikit di luar dugaan; mengingat ketiga judul pendahulu mereka termasuk laris.

Charlies Angels (2000) & Charlies Angels: Full Throttle (2003) mendapat sambutan meriah baik dari fans serial televisi lawas Charlies Angels 1976 maupun penonton yang tidak pernah melihat serial televisinya.

https://www.youtube.com/watch?v=oftSBgP7Hhk

Terminator? Jangan ditanya. Terminator 2: Judgment Day (1991) adalah film all-time classic. Terlalu banyak hal keren dari film itu; mulai dari soundtrack lagu Guns N Roses You Could Be Mine sampai adegan di mana T-1000 (diperankan dengan super keren oleh Robert Patrick) menembus jeruji sel dalam bentuk metal cair.

https://www.youtube.com/watch?v=lwSysg9o7wE

Bagaimana dengan film The Shining (1980)? Film horor ini juga klasik. Maksud saya, penggemar genre horor pasti setidaknya pernah melihat film (yang terkenal dengan adegan memorable Heeeeeres Johnny!-nya Jack Nicholson) ini paling nggak sekali. Elemen supranatural dalam genre horor adalah kondisi ideal dan The Shining memberikannya dengan sempurna.

https://www.youtube.com/watch?v=WDpipB4yehk

Tapi ketiga film terbaru itu (Charlies Angels, Terminator: Dark Fate,danDoctor Sleep) tidak berhasil menciptakan/mengembalikan citra pesona yang dimiliki pendahulu mereka.

Salah satu bukti adalah penjualan tiket yang melempem di box office. Baik Charlies Angels, Terminator: Dark Fate serta Doctor Sleep tidak memiliki daya gedor di pasaran. Sambutan yang mereka terima tidak antusias. Minggu pembukaan Charlies Angels hanya menghasilkan US $8,4 juta. Terminator: Dark Fate sebesar US $29 juta dan Doctor Sleep mendapatkan penjualan US $14,1 juta. Angka-angka ini sangat kecil jika melihat reputasi film-film pendahulu mereka dan sekaligus mengindikasikan kalau kelak total penjualan tiket tidak akan sebesar harapan.

Angka penjualan minggu pembuka sangat penting untuk film yang diproyeksikan meraup untung besar/box office; ini sudah jadi pakem standar. Contoh terkini bisa dilihat dari Joker (2019) yang menghasilkan US $93,5 juta di minggu perdana pemutarannya dan sedang dalam perjalanan menuju level elit Satu Miliar Dollar. Sehingga muncul pertanyaan mengapa ketiga film berdasarkan nostalgia tadi tidak berhasil menjual ? Analis Exhibitor Relations, Jeff Bock punya teori.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

Charlie's Angels 2019 (Sumber gambar: The Wrap)

Kesalahan fatal di Charlies Angels adalah Sony tidak melakukan kalkulasi benar di bagian permintaan, atau mengerti apa yang membuat film-film sebelumnya sukses secara penjualan. Jawaban singkatnya? Film itu tidak punya Star Power atau aktris terkenal, sebut Bock.

Kristen Stewart, Naomi Scott, dan Ella Balinska terbukti tidak punya pesona bintang, star power, yang mampu menggiring penonton ke bioskop seperti yang dimiliki aktris-aktris Charlies Angels sebelumnya, sambung Jeff Bock lagi merujuk pada Cameron Diaz, Drew Barrymore, dan Lucy Liu.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

Drew Barrymore, Lucy Liu dan Cameron Diaz (Sumber gambar: Mighty Rewatches)

Sementara untuk Doctor Sleep, Bock mengatakan kalau film ini lebih terasa sebagai FTV alias film untuk televisi ketimbang film teatrikal atau bioskop. Tidak terasa art-nya sebagai film teatrikal horor. The Shining merupakan film dengan art direction berkesan dari sutradara Stanley Kubrik sehingga mungkin itu juga jadi beban moral bagi Mike Flanagan. Dan hasilnya seperti yang bisa terlihat di film Doctor Sleep.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

Jack Nicholson di film "The Shining" (Sumber gambar: Bloody Disgusting)

Bagaimana dengan Terminator: Dark Fate? Buat saya, walau film ini membawa kembali Arnold dan Linda namun keduanya tidak mendapatkan lawan seimbang dari sisi antagonis. REV-9 menurut saya walau canggih tapi kalah keren dibandingin T-1000 yang dingin, kaku, bengis dan robotik banget. Sebenarnya tidak jelek, tapi perbandingan seperti tadi jadi tidak terelakkan. Plus, banyak (calon) penonton yang sebelumnya korban film Terminator Genisys (2015) sehingga mereka mungkin tidak menonton Dark Fate karena trauma, atau penonton asli Judgment Day yang malas untuk nonton Dark Fate karena deretan film pasca Judgment Day mereka anggap 'sampah'.

Mengapa Charlie's Angels dan film-film sekuel lain jeblok di pasaran?

Arnold Schwarzenegger di "Terminator 2: Judgment Day" (Sumber gambar: Four Three Film)

Dengan kegagalan tiga film tadi (plus Men in Black: International yang tidak dibintangi Will Smith & Tommy Lee Jones namun Chris Hemsworth serta Tessa Thompson) di box office karena alasan masing-masing, sepertinya pihak studio dan produser film memang harus mempertimbangkan Star Power saat memutuskan membuat film sekuel, prekuel maupun reboot. Dengan formula itu bisa jadi jaminan laris. Lihat saja Jumanji: Welcome to the Jungle (2017) The Rock yang merupakan film reboot Jumanji (1995) Robin Williams.

Seperti kata Jeff Bock, Masalah dari film-film (sekuel, prekuel, reboot) ini adalah adanya kesan dipaksakan oleh pihak studio. Studio ingin film-film lama tetap eksis dengan formula baru, sementara penonton belum tentu menginginkannya. Itu merupakan masalah besar.