"Luka paling pedih itu ketika melihat rakyat kita mau mati, tapi kita tak bisa ngapangapain, tak ada lagi yang bisa kita lakukan kecuali hanya menemani".

Kalimatdi atas merupakan kutipan dari seorang Lurah Desa Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Siapa yang tak mengenalnya. Namanya Wahyudi Anggoro Hadi, seorang apoteker lulusan Farmasi dari Universitas Gadjah Mada yang kini menjabat sebagai Lurah Desa Panggungharjo. Di kalangan pegiat desa, pendamping desa, para Kepala Desa dan Kementrian Desa, namanya sudah tak asing lagi. Di bawah kepemimpinannya, membuat Desa (saat ini bernama Kalurahan) Panggungharjo menjadi Desa Juara Nasional.

Prinsipnya sangat kuat untuk mereformasi birokrasi Pemerintah Desa yang tadinya terstigma desa itu lamban, korup, tidak transparan, dan bias kepentingan politik kemudian ia balik menjadi terselenggaranya pemerintah yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab untuk mewujudkan Panggungharjo yang demokratis, mandiri, sejahtera dan berkesadaran lingkungan.

Langkah pertama yang dilakukannya adalah mengembalikan kepercayaan warga desa terhadap kinerja Pemerintah Desa. Dengan berprinsip pada sumpah dan janji jabatan ketika pertama kali dilantik menjadi Lurah Desa Panggungharjo akan bersungguh-sungguh menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Lurah, dengan sebaikbaiknya, sejujurjujurnya dan seadiladilnya.

Sudah banyak yang ia lakukan untuk memenuhi tugas dan kewajibannya dalam menyejahterakan warga desa dan memberikan pelayanan publik yang seluasluasnya. Karena dalam kamusnya, bahwa pelayanan publik tidak terbatas pada pelayanan administrasi publik bagi warga desa saja, akan tetapi pelayanan publik yang dimaksud adalah pelayanan barang dan jasa publik terkecuali informasi rahasia milik warga desa yang harus dirahasiakan seperti Nomor Induk Kependudukan misalnya.

Maka tidak mengherankan melalui beberapa inovasi yang dilakukannya selama menjabat sebagai Lurah, Desa Panggungharjo memperoleh banyak penghargaan termasuk di era pandemi Covid19. Salah satu penghargaan Desa Panggungharjo di bawah kepemimpinannya adalah Top 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan Covid19 dari Kementrian PAN RB, melalui inovasi Panggung Tanggap Covid19 (PTC19).

Salah satu kebijakan yang ia ambil dengan berani ketika pada awal pandemi Covid19 adalah me-lockdowndua RT di wilayah Padukuhan Pelemsewu yang warganya positif terpapar Covid19 dengan menanggung bantuan bahan pokok kedua RT tersebut selama 14 hari.

Sejak adanya kebijakan PPKM Darurat Jawa Bali (2 Juli 25 Agustus 2021), hampir semua waktunya diinfakkan untuk penanganan Covid19 dengan menjadi leader dalam kegiatan Shleter Tanggon Kapanewon Sewon (biasa disebut Shelter Gabungan Desa) atau ada juga yang menyebutknya Shelter SMKN 2 Sewon.

Shelter Tanggon boleh dibilang "kantor kedua" setelah Kantor Kelurahan Panggungharjo. Hidupnya ia habiskan untuk mengabdi sebagai Kepada Desa, menginfakkan semua pemikiran, tenaga, dan dananya untuk menjaga jiwa semua warga desa. Bahkan penulissempat berpikir dalam hati, kapan quality time yang dimikili Pak Lurah untuk keluarga, istri, dan anakanaknya.

Pengalaman akademik yang dimilikinya sebagai apoteker betulbetul dipraktikkan dalam mengelola Shelter Tanggon Kapanewon Sewon. Tulisan ini adalah cerita nyata perjalanan seorang Wahyudi Anggoro Hadi yang telah menginfakkan apa dimilikinyaguna menyejahterakan warga desa, untuk mewujudkan kemandirian Desa Panggungharjo, sebelum dan sesudah masa pandemi Covid19.

Banyak relawan yang mengatakan bahwa Pak Lurah itu bukan "manusia biasa", tetapi "malaikat". Selama menangani pasien Covid19, pagi, siang, dan malam dilakukannya dengan ikhlas. Hal inilah yang meng-influencerelawan untuk tidak takut walaupun "nyawa" taruhannya. Spirit Wahyudi seakanakan terpatri dalam hati sanubari warga desa yang bergabung dalam relawan Shelter Tanggon Kapanewon.

Relawan Shelter yang notabene tidak punya basic sama sekali tentang ilmu kesehatan setengah "dipaksa" untuk belajar tentang apa itu skrining kesehatan tentang tandatanda vital seperti saturasi, denyut nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh menggunakan alat yang alat yang simpel.

Semua relawan diajari dengan praktik langsung bagaimana ketika melakukan visit ke ruangruang Shelter dan penjemputan pasien positif Covid-19 di rumahrumah warga desa. Dengan mengolaborasikan halhal teknis terkait medis dan non-medis, membuat Shelter Tanggon mulai mendapat kepercayaan dari warga se-Kapanewon Sewon.

Saat ini perjuangan yang dilakukan Wahyudi Anggoro Hadi mulai melebarkan ruang lingkup penanganan Covid-19 tidak hanya terbatas untuk warga Panggungharjo saja, tetapi untuk semua warga Sewon yang sudah mengakses aplikasi bantultangguh.com bisa mendapatkan perwatan di Shelter Tanggon Kapanewon Sewon ini.

Walaupun menangani Shelter Tanggon Kapanewon Sewonpenuh dengan risiko, tetapi sebagai Lurah Desa yang tergolong masih muda ini, Wahyudi sering kali menunjukkan atraksiatraksi kelucuan dan humor untuk memecah stres yang melanda baik pasien maupun sesama relawan Shelter.

Atraksiatraksi kekonyolan dan jokeslucu dari Pak Lurah sering kali dapat memecah kebekuan sekaligus dapat meningkatkan imun tubuh bagi pasien maupun para relawan. Sering juga Wahyudi ketika berada di antara relawan "mengumpani" para relawan untuk melakukan candaan sehingga suasana di Shelter semakin hidup, dan bikin hati senang di selasela kesibukan. Gaya Wahyudi yang selalu low profileseakan tidak ada sekat antara lurah dan warga desanya, membuat chemistry yang luar biasa dalam menangani Covid-19. Seperti ketika dicontohkan dengan "joinan" rokok kesukaannya dengan para relawan.

Walaupun terkadang sebagai manusia biasa, penulis merasa kasihan ketika Pak Lurah menulis status di media sosial Facebook miliknya seperti ini, "Izin isoman, dua jam saja. Aku hanya pingin tidur dan bermimpi," yang dilengkapi dengan foto diri sedang tidur di atas tikar masih mengenakan seragam cokelat khaki di salah satu sudut ruang sekretariat Shelter Tanggon.

"Luka paling pedih itu ketika melihat rakyat kita mau mati, tapi kita tak bisa ngapangapain, tak ada lagi yang bisa kita lakukan kecuali hanya menemani, kata Lurah Wahyudi dalam sebuah artikel yang dimuat dalam Kumparan.com (15/7/2021).

Kisah Wahyudi Anggoro Hadi dalam mengambil hati warga Panggungharjo

Foto: Koleksi pribadi Wahyudi Anggoro Hadi

Artikel inipenulis tulis sebagai rekam jejak digital, tentang perjuangan Wahyudi Anggoro Hadi dalam membangun Desa Panggungharjo, sebelum dan sesudah masa pandemi Covid-19.

"Patah tumbuh hilang berganti. Pantang tunduk bangkit melawan. Panjang umur harapan." Demikian katakata motivasinya untuk menyemangati semua relawan dalam menangani Covid19.

Berikut juga merupakan kalimat yangpenulis kutip dari status Facebook Wahyudi Anggoro Hadi, "Apa yang akan engkau katakan kepada mereka? Saat rakyat mati bergelimpangan, bagaimana aku harus menjelaskan kepada mereka, apa yang sudah dirimu lakukan sebagai pemimpin?"

Oleh:JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa