Sebuah fenomena baru mulai menyebar di kalangan penggemar NBA sejak awal dekade ini. Penjualan aksesori jenggot palsu mulai meningkat dan semakin banyak penggemar yang dengan bangga memakai aksesori jenggot palsu pada saat menonton langsung pertandingan NBA. Siapakah yang bertanggung jawab atas merebaknya wabah jenggot palsu tersebut? Biang keladi di balik 'wabah' jenggot ini tidak lain adalah James Harden yang kita kenal sekarang dengan sebutan Mbah Brewok atau The Beard.

Pada tahun 2009, James Harden terpilih di urutan tiga putaran pertama dan bergabung dengan dua bintang muda yang sedang naik daun, yakni Russell Westrbook dan Kevin Durant di OKC Thunder. Selama tiga musim kompetisi, Harden harus puas dengan hanya berperan sebagai pemain cadangan dan menjadi pilihan ketiga dalam hal opsi serangan, di bawah Durant dan Westbrook. Kehebatan Harden sebagai pemain cadangan berakhir dengan keberhasilannya dalam meraih gelar pemain cadangan terbaik (6th Man) pada tahun 2012. Sementara di saat yang sama, Durant dan Westbrook mulai menjadi langganan ajang bergengsi NBA All-Star dan mendapatkan banyak pujian dari berbagai media sebagai salah satu pasangan muda terbaik NBA dekade ini.

Thunder yang dimotori oleh Durant, Westbrook, dan Harden diperkirakan akan memiliki masa depan yang cerah dan menjadi salah satu kandidat juara di musim akan datang. Namun masa depan ideal yang dibayangkan oleh para pendukung Thunder gagal diwujudkan karena Harden menolak tawaran perpanjangan kontrak dari Thunder untuk melanjutkan kenyamanan sebagai pemain cadangan. Akhirnya pada tahun 2012, Thunder mengirim Harden keluar dari tim finalis NBA tahun tersebut dan calon juara akan datang, menuju Rockets yang sedang terpuruk dalam beberapa musim terakhir.

Rockets adalah tempat pembuktian di mana mentalitas Harden teruji. Seorang pemain cadangan yang diberi beban tanggung jawab sangat besar ternyata berhasil menjadi sosok pemimpin yang dapat mengangkat prestasi sebuah tim.

Pada grafik di gambar 1 menunjukkan ratarata angka James Harden yang meningkat drastis dibandingkan dengan ketika masih di Thunder. Yang lebih mengesankan lagi adalah Harden berhasil mempertahankan produktivitas tembakan (TS%) dan efektivitas tembakan (eFG%) yang tinggi dan di atas ratarata musim kompetisi NBA pada sepanjang periode tersebut. Dengan catatan statistik tersebut menunjukkan bahwa Harden tidak hanya sekadar pemain yang haus angka, namun juga memiliki TS% dan eFG% yang dapat mendukung sebuah tim untuk menjadi juara.

Kisah inspiratif si Jenggot, dari bangku cadangan hingga menjadi MVP

Perubahan peningkatan peran Harden secara drastic selama di Rockets dapat dilihat pada grafik di gambar 2. Harden menjadi opsi pertama Rockets dalam hal eksekusi serangan dengan ratarata USG% sebesar 32%. Kepercayaan tersebut dijawab Harden dengan peningkatan rata-rata Off Rating dari 108,6 selama di Thunder menjadi 112,4 selama di Rockets.

Kisah inspiratif si Jenggot, dari bangku cadangan hingga menjadi MVP

Peningkatan performa Harden seiring dengan peningkatan nilai kontribusi Harden berdasarkan perhitungan PIE (Player Impact Estimate). Selama di Thunder, Harden memiliki angka PIE sebesar 11,46 sesuai dengan peran dan kontribusinya yang dibatasi oleh keberadaan Westbrook dan Durant. Angka PIE tersebut meningkat menjadi 17,8 selama Harden di Rockets dan puncaknya adalah musim kompetisi 2017-18, di mana Harden memiliki angka PIE sebesar 19,8 (tertinggi di musim kompetisi tersebut) dan berhasil meraih gelar individual yang paling prestisius di NBA, yakni gelar MVP musim kompetisi.

Kisah perjalanan James Harden terkesan seperti sebuah perkara mudah di mata awam, di mana seakanakan seorang atlet dapat dengan mudah menjadi seorang bintang apabila pindah ke tim basket yang lebih lemah dan mengangkat performa tim tersebut. Kenyataannya tidak sedikit kasus atlet basket yang diharapkan dapat mengangkat sebuah tim papan bawah, namun hasilnya justru malah semakin terpuruk atau mengalami kondisi stagnan. Contohnya dapat kita lihat pada kasus Carmelo Anthony dan Tim Hardaway Jr. di Knicks, Dennis Schroder di Hawks, Kemba Walker di Hornets, dan masih banyak lagi. Kemiripan para atlet tersebut adalah memiliki angka PTS dan USG% yang tertinggi di tim, namun tidak memiliki angka eFG% yang istimewa atau bahkan tidak melewati batas ratarata (eFG% merupakan faktor paling penting dalam menentukan kemenangan dan kesuksesan sebuah tim). Sebaliknya, James Harden tidak hanya tinggi dalam hal PTS, namun memiliki eFG% yang selalu di atas ratarata pada setiap musimnya selama di Rockets maupun di Thunder, kecuali pada musim pertamanya di NBA.

Atas dasar hal tersebutlah yang membuat James Harden sangat layak disebut sebagai atlet basket yang sangat istimewa dan salah satu yang terbaik pada dekade ini. Anggapan para golongan awam pembenci Harden mengenai si jenggot yang hanya sekadar atlet rakus mencetak angka dengan efektifitas rendah, dan bahkan menjadi penyebab utama kekurangberhasilan Rockets, sama sekali bertolak belakang dengan fakta yang berdasarkan data. Justru sebaliknya, Harden adalah pemain yang paling berkontribusi dalam upaya mengangkat performa Rockets dari keterpurukan, di samping mencatatkan rekorrekor individual yang mengesankan selama karirnya di Rockets.

Kisah James Harden yang bermula dari bangku cadangan dan tertutup bayangan dari gemerlapnya dua bintang muda di OKC, berlanjut dengan perjuangan keras mengangkat tim yang sedang terpuruk di Houston, hingga menjadi salah satu atlet basket terbaik dunia dengan rekorrekor yang mengesankan merupakan kisah yang sangat inspiratif. Berjuang di luar zona nyaman bukanlah perkara yang mudah. Namun jika potensi seorang atlet terhambat di dalam zona nyaman, lantas mengapa tidak keluar dari sana dan berjuang di zona yang dapat memberikan lebih banyak keleluasaan untuk berkembang, ketimbang memberikan kenyamanan. Siapa yang menyangka Harden akan menjadi MVP dan mendapatkan tawaran kontrak yang sangat besar dari Rockets maupun sponsorsponsor lainnya ketika memilih keluar dari tim papan atas yang diproyeksikan menjadi salah satu calon juara NBA.