Kreativitas pelajar di Bali patut diancungi jempol. Banyak inovasi yang telah dibuat, di bidang lingkungan misalnya. Di SMAN 6 Denpasar, para siswa yang tergabung dalam Kelompok Siswa Pencinta Alam (Sispala) Bhuana Mandala membuat terobosan baru, menyulap sampah canang atau sesajen menjadi genteng.

Pembina Sispala Bhuana Mandala, Drs. I Ketut Sinah mengatakan, inovasi yang dilakukan anak didiknya tersebut adalah materi yang diikutsertakan dalam lomba lingkungan hidup Toyota Eco Youth IX yang diselenggarakan di Jakarta dua tahun lalu. Setelah melalui proses panjang, tim kami berhasil menyabet juara pertama, ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, proses membuat genteng dari sampah canang sangat sederhana. Sampah canang dikeringkan, kemudian diblender lalu dicetak menjadi genteng dengan perekat atau lem yang dibuat dari styrofoam dicampur bensin. Karya anak didik kami membuat juri tertarik, karena unik dan belum pernah dibuat sebelumnya, kata lelaki kelahiran Kintamani, Bangli ini.

Berdasarkan hasil uji di laboratorium Unud, kata Sinah, genteng biokompositnya memililki beberapa keunggulan dibanding genteng dari bahan tanah. Selain ramah lingkungan, lanjutnya, genteng biokomposit memiliki bobot lebih ringan, daya resap air lebih rendah, dan lebih kuat. Bobot genteng biokomposit hanya 200 gram, genteng dari tanah 500 gram. Dari ketahanan, genteng biokomposit pecah setelah diberi beban 50 kg. Kalau genteng tanah, dikasih beban 30 kg sudah pecah, katanya.

Ide menciptakan genteng biokomposit tersebut, menurut Sinah, berawal dari kekhawatirannya melihat tumpukan sampah yang menjadi masalah serius, terlebih di KotaDenpasar. Sementara yang bisa kita olah, sampah dari dedaunan saja. Itu pun harus kami tes daya rekatnya, ujarnya.

Tambah dia, proses pembuatan genteng biokomposit dimulai dari memilah sampah, mengeringkan, lalu mengetes kandungannya. Tahapan ini menurutnya sangat penting karena bahan-bahan tersebut harus bisa melekat dengan baik. Setelah dikeringkan, semua bahan diolah dengan mesin sampai menyerupai tepung, kemudian diblender lalu dicetak menjadi genteng dengan perekat yang dibuat dari styrofoam dicampur bensin.

Percobaan kami penuh liku. Sekitar tiga bulan lamanya, baru menemukan komposisi pas, tuturnya.

Sampah bekas upakara di Bali, lanjut Sinah, berton-ton setiap hari. Ia menyinggung seperti di Pura Besakih dan Pura besar lainnya di Bali. Tumpukan sampah bekas upakara membuat suasana tempat suci menjadi kotor. Pihaknya menyatakan siap bersinergi dengan pemerintah atau investor dalam mengelola sampah mejadi genteng biokomposit.

Kami terkendala kelengkapan mesin dan tempat produksi. Sebetulnya banyak yang memesan produk kami, ujarnya.

Melihat peluang ekonomis genteng biokompositnya, ke depan Sinah berencana memasarkannya ke toko-toko bangunan. Pihaknya sangat optimis, mengingat permintaan masyarakat cukup tinggi. Kami harap pemerintah menindaklanjuti keinginan kami, dan semoga ada investor yang tertarik bekerja sama, pungkasnya.