Berikut ini merupakanpara Astronom beragama islam yang perhitungannya memiliki peran utama dalam ilmu Astronomi untuk berusaha melihat alam semesta dengan luar biasa.

1. Al-Battani (858-929).

Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah al-Zij al-Sabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad selepas Al-Battani meninggal dunia. Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu.

Al-Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi modern yang berkembang kemudian di Eropa.

2. Al-Sufi (903-986M).

Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman as-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan matahari. Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.

3. Ibnu Yunus (950-1009M).

Ibnu Yunus bernama lengkap Abu al-Hasan Ali abi Said Abd al-Rahman ibnu Ahmad ibnu Yunus al-Sadafi al-Misri. a adalah astronom agung yang terlahir di negeri piramida, Mesir. Sayangnya, sejarah kehidupan masa kecilnya nyaris tak ditemukan. Para sejarawan terbagi dalam dua pendapat soal tahun kelahiran sang ilmuwan.

Sebagian kalangan meyakini Ibnu Yunus lahir pada tahun 950 M dan ada pula yang berpendapat pada 952 M. Ibnu Yunus terlahir di kota Fustat, Mesir. Pada saat masih belia, sang astronom legendaris itu menjadi saksi jatuhnya Mesir ke genggaman Dinasti Fatimiyah. Kekhalifahan yang menganut aliran Syiah itu mendirikan pusat kekuasaannya di Kairo pada 969 M. Karya penting Ibnu Yunus dalam astronomi yang lainnya adalah Kitab ghayat al-intifa. Kitab itu berisi tabel bola astronomi yang digunakan untuk mengatur waktu di Kairo, Mesir hingga abad ke-19 M. Sebagai astronom terpandang, Ibnu Yunus melakukan penelitian dan observasi astronomi secara hati-hati dan teliti. Tak heran, jika berbagai penemuannya terkait astronomi selalu akurat dan tepat.

Ibnu Yunus juga diyakini para sejarawan sebagai orang pertama yang menggunakan bandul untuk mengukur waktu pada abad ke-10 M. Ia menggunakan bandul untuk memastikan akurasi dan ketepatan waktu. Dengan begitu, Ibnu Yunus merupakan penemu pertama bandul waktu, bukan Edward Bernard dari Inggris, seperti yang diklaim masyarakat Barat.

Tak cuma itu, Ibnu Yunus juga telah mampu menjelaskan 40 planet pada abad ke-10 M. Selain itu, ia juga telah menyaksikan 30 gerhana bulan. Ia mampu menjelaskan konjungsi planet secara akurat yang terjadi pada abad itu. Konjungsi Venus dan Merkurius pada Gemini. Waktu itu kira-kira delapan ekuinoksial jam setelah pertengahan hari, di hari Ahad. Merkurius berada di utara Venus dan garis lintang mereka berbeda tiga derajat, tutur Ibnu Yunus.

Buah pemikiran Ibnu Yunus mampu mempengaruhi ilmuwan Barat. Pada abad ke-19 M, Simon Newcomb menggunakan teori yang ditemukan Ibnu Yunus untuk menentukan percepatan bulan, papar John J OConnor, dan Edmund F Robertson, dalam karyanya Abul-Hasan Ali ibnu Abd al-Rahman ibnu Yunus.

Ibnu Yunus juga telah membuat rumus waktu. Ia menggunakan nilai kemiringan sudut rotasi bumi terhadap bidang ekliptika sebesar 23,5 derajat. Tabel tersebut cukup akurat, walaupun terdapat beberapa error untuk altitude yang besar. Ibnu Yunus juga menyusun tabel yang disebut Kitab as-Samt berupa azimuth matahari sebagai fungsi altitude dan longitude matahari untuk kota Kairo. Selain itu, disusun pula tabel a(h) saat equinox untuk h = 1, 2, , 60 derajat.

Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan. Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang dinamakan Ibn Yunus. Ia menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M untuk memperhatikan benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.

4. Al-Farghani.

Nama lengkapnya Abul-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Mamun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Al-Farghani melakukan eksperimen untuk menentukan diameter bumi. Ia menjabarkan pula jarak dan diameter planet-planet lainnya. Astronom ini juga memperkenalkan istilah-istilah dari bahasa Arab asli seperti azimuth, zenith, nadir,dansebagainya.

Al-Farghani menulis dua karya yang masyhur. Salah satunya adalah Fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum. Buku tersebut mengupas gerakan celestial dan kajian atas bintang. Naskah asli berbahasa Arab kedua buku itu sampai saat ini masih tersimpan di Paris (Prancis) dan Berlin (Jerman).

Pada abad ke-12 M, karya Al-Farghani telah diterjemahkan dengan judul The Elements of Astronomy. Terjemahan ini telah memberi pengaruh besar bagi perkembangan astronomi di Eropa sebelum masa Regiomontanus.

5. Al-Zarqali (1029-1087M).

Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada setem di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap penciptaan astrolabe yang lebih baik. Beliau telah menciptakan jadwal Toledan dan juga merupakan seorang ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama Safiha.

6. Jabir Ibn Aflah (1145M).

Sejatinya Jabir Ibn Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematik Islam berbangsa Spanyol. Namun, Jabir pun ikut memberi warna da kontribusi dalam pengembangan ilmu astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama yang menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Jabir bin Aflah adalah astronom Muslim pertama di Eropa yang membangunobservatorium Giralda. Observatorium ini terletak di kota kelahirannya, Serville.

Adapun karya astronominya antara lain buku berjudul The Book of Astronomy. Salinan buku ini sampai sekarang masih tersimpan di Berlin. Dalam buku tersebut, Jabir dengan tajam mengkritik beberapa pandangan dan pikiran astronom Ptolemaneus, terutama pendapat yang menegaskan bahwa planet-planet yang paling dekat dengan mataharimerkurius dan venustidak mempunyai nilai parallax, yaitu perubahan kedudukan suatu benda karena perpindahan tempat pengamatan. Jabir sendiri memberi nilai parallax sekitar 3 derajat untuk matahari. Juga menyatakan bahwa planet-planet lebih dekat dengan bumi daripada dengan matahari.