Tidak ada satu pun orang yang siap dengan kehilangan. Sesempurna apa pun kita mencegahdan mempersiapkannya dengan matang, ketika kehilangan itu terjadi, kita tetap akan merasa hancur dan terluka. Secara harfiah, grieving atau kedukaanadalah perasaan, pikiran, dan perilaku yang muncul ketika seseorang dihadapkan pada kehilangan. Kehilangan bisa memiliki banyak bentukseseorang yang kita kasihi meninggal, seseorang memutuskan untuk pergi meninggalkan kita karena suatu alasan, pun juga bisa berbentuk kehilangan pekerjaan, uang, dan sebagainya.

Dalam merespons kehilangan, individu perlu melalui tahapan kedukaan. Kubler Ross menjelaskan mengenai lima tahap kehilangan sebagai hasil dari pekerjaannya dengan melakukan penelitian terhadap lebih dari 200 pasien kanker dan keluarga pasien tersebut. Perlu dipahami bahwa tahapan setiap orang dalam memproses rasa dukanya tidak selalu sama dan linier seperti tahapan yang dijelaskan setelah inibecause we are human and we are unique as it is.

1. Denial.

Denial adalah ketidakmampuan individu untuk mengakui bahwa seseorang yang sangat kita kasihi meninggalkan kita. Rasanya, terlalu menyakitkan untuk diterima. Denial memungkinkan kita untuk menerima kenyataan dalam dosis kecil, pun mendorongnya menjauhsetidaknya untuk sementara waktu. Hal ini memberikan kita kebebasan untuk tidak langsung menghadapi reaksi kesedihan sehingga kita bisa mengurus kebutuhan yang "lebih penting" pada saat itu. Perlu diketahui bahwa denial adalah tahapan yang normal terjadi sebagai bentuk pertahanan diri kita agar kita tidak benar-benar hancur. Beberapa contoh kalimat ketika seseorang mengalami denial, yakni:

Ini nggak benar-benar terjadi.

Kayaknya dia nggak mau putus, kok. Cuma mau break aja.

Dia cuma pingsan, kan. Nggak mungkin meninggal.

Ini semua bohong.

2.Anger.

Anger adalah multifaceted emotion atau emosi yang cukup beragamdimulai dari kesal, jengkel, frustasi, atau bahkan kemarahan yang meluap-luap. Kemarahan yang kita rasakan bisa ditujukan kepada siapa pun, mulai dari diri sendiri, orang yang meninggalkan kita, orang lain, dokter, media sosial, pun Tuhan. Rasanya, harus ada seseorang atau sesuatu yang bertanggung jawab atas kehilangan yang kita rasakan.

Ketika kita marah kepada diri sendiri, biasanya hal itu dikarenakan penyesalandan rasa bersalah yang kita miliki. Rasa bersalah itu timbul dari sesuatu yang tidak kita lakukandi mana seharusnya kita lakukandan bisa mencegah terjadinya kehilangan. Kita semua tahu bahwa sekuat apa pun kita mencoba untuk mencegahnya, saat itu, kita sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa. Beberapa contoh kalimat seseorang berada di tahap angeradalah sebagai berikut.

Tuhan jahat. Kenapa sih Tuhan kasih aku masalah yang nggak selesai-selesai?

Seharusnya aku tepatin janji saat itu dan ini semua nggak akan terjadi.

Kenapa sih kamu pergi ninggalin aku? Kamu jahat!

3. Bargaining.

Tawar menawar merupakan tahapan yang umum dalam menghadapi kedukaan. Tawar menawar bisa dilakukan kepada orang yang meninggalkan kita maupun kepada Tuhan. Banyak sekali pertanyaan what if dalam tahap ini. Beberapa contoh kalimat seseorang berada di tahap bargainingadalah sebagai berikut.

Kalau aja aku shalatnya lebih rajin, Tuhan mau nggak ya angkat kanker ini dari tubuh aku?

Kalau aja aku lebih sayang sama dia, mungkin nggak ya dia nggak ninggalin aku sendirian?

4. Depression.

Depression dalam tahap keberdukaan berbeda dengan Major Depressive Disorder (MDD) sebagai diagnosis klinis. Mengapa? Karena dalam tahap berduka, wajar jika seseorang mengalami perubahan pola tidur dan makan, minat dan energi yang berkurang, kesedihan yang mendalam, pun sulit untuk menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Rasanya, tidak ada yang bisa diharapkan dari masa depansemua menjadi blurry. Dunia tidak akan sama lagi dan kita jadi tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani hidup setelah kehilangan itu terjadi.

5. Acceptance.

Dalam mencapai tahap ini, kita tidak harus 100% baik-baik saja dengan kehilangan yang telah kita alami. Faktanya, kita tidak akan pernah merasa baik-baik saja setelah melalui hal itu. Acceptance berarti kita telah belajar untuk hidup dengan kenyataan baru yang telah dipaksakan oleh kehidupan kepada kita. Kita mulai menerima kenyataan se-apa adanya, bertumbuh, pun mampu memberikan makna dari kehilangan yang terjadi.

Kehilangan memang sangat dekat dengan kehidupan kita. Dan ketika kehilangan itu terjadi, dunia kita tidak sama lagi. But its okay too because not all wound are meant to heal. Elisabeth Kubler Ross dan David Kessler mengatakan hal ini: The reality is that you will grieve forever. You will not get over the loss of a loved one; youll learn to live with it. You will heal and you will rebuild yourself around the loss you have suffered. You will be whole again but you will never be the same. Nor should you be the same nor would you want to."