Persepsi manusia bisa berubah-ubah tergantung dari apa yang ia lihat dan seberapa banyak yang ia ketahui. Penglihatan tanpa tahu apa-apa hanya menimbulkan asumsi. Apa yang terlihat belum tentu apa yang sebenarnya terjadi, dan media sering kali mempermainkanmu dengan informasi yang jauh dari kenyataan.

Beberapa waktu yang lalu, dua fotografer asal Denmark bernama Philip Davali dan lafur Steinar Rye Gestsson menunjukkan bagaimana cara media memanipulasi penonton.Seperti yang diketahui, di masa pandemi ini kita diharuskan untuk melakukan social distancingguna mengurangi penularan virus. Hanya saja masih banyak orang-orang yang 'bandel' dengan peraturan tersebut.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Tapi tunggu dulu, apakah kamu benar-benar bisa mempercayai foto tersebut? Apakah memang seperti itu realita yang terjadi di lapangan. Kamu hanya melihat dua foto tersebut melakui satu perspektif saja, apa ini tidak masalah?

Philip Davali dan lafur Steinar Rye Gestsson melakukan sebuah eksperimen kecil. Dalam eksperimennya ini, mereka mengambil sejumlah gambar beberapa orang di tempat dan waktu yang sama melalui dua lensa dan sudut pandang yang berbeda. Seperti inilah yang sebenarnya terjadi.

1. Orang yang sedang mengantre.

Lensa tele.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Lensa wide.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

2. Beberapa orang yang sedang duduk-duduk.

Lensa tele.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Lensa wide.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Isu salah tafsir gambar bukanlah hal yang baru, terlebih lagi di zaman media sosial. Sering sekali kita menemui pihak tidak bertanggung jawab yang menggunakan media untuk memanipulasi realitas untuk beragai kepentingan, dan ini adalah tindakan yang salah.

3. Mengobrol di taman.

Lensa tele.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Menurut editor Kristian Djurhuus, manajer editorial di Ritzau Scanpix tempat dua fotografer itu bekerja, projek ini dilatarbelakangi oleh para politisi dan pihak berwenang Kanada yang memperdebatkan foto-foto masyarakat Denmark yang masih 'kedapatan' berkumpul berdekatan.

Lensa wide.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Sebagai kantor berita sekaligus pemasok foto berita nasional, mereka merasa bertanggung jawab untuk menyebarkan kebenaran sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Terlebih lagi bisa saja orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan untuk kepentingannya sendiri.

Situasi seperti ini juga menjadi pelajaran bagi para fotograger. Sebelumnya pengambilan angle dan perspektif tidak terlalu dipermasalahkan dalam sejarah fotografi, sebab itu merupakan kebebasan fotografer. Namun situasi pandemi ini membuat fotografer harus mempertimbangkan kembali angle yang mereka pilih sebelum mengambil gambar.

4. Mengobrol di bangku.

Lensa tele.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Lensa wide.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

5. Duduk dan mengobrol.

Lensa tele.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Dalam eksperimen ini, Gestsson dan Davali memotret menggunakan lensa wide dan lensa tele. Lensa wide sama seperti mata kita, memungkinkan kita untuk mendapatkan gambar dengan bidang pandang yang sangat luas. Sedangkan lensa tele sebaliknya, digunakan untuk menangkap objek yang jauh dan mampu membuat sejumlah objek terlihat saling berdekatan.

Lensa wide.

Fotografer ini beri gambaran betapa mudah media memanipulasi realita

Menurut Davali, di zaman yang serba canggih ini penonton setidaknya bisa menganalisis lensa apa yang digunakan untuk mengambil sebuah gambar, tidak langsung asal menyimpulkan. Begitu pun editor berita yang sebaiknya menampilkan keterangan bagaimana gambar itu diambil seperti lensa apa yang digunakan, terutama di masa-masa krisis Corona saat ini.

Bagaimana pendapat kamu?