Perkembangan teknologi dapat terlihat dari maraknya kemunculan berbagai inovasi yang dapat membantu dan memanjakan penggunanya. Dengan berkembangnya teknologi, pengguna media sosial pun bertambah setiap harinya. Bahkan penggunanya kini didominasi oleh remaja yang sadar betul akan teknologi. Maka dari itu penggunaan media sosial harus dilakukan secara bijak. Namun pada kenyataannya penggunaan teknologi dirasa masih terkesan bebas dan hanya dibatasi oleh norma dalam masyarakat.

Dengan kebebasan yang diberikan pada penggunaan teknologi, tentunya memberikan dampak yang baik dan buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Salah satu dampak buruknya adalah terjadi perundungan yang ramaidi media sosial. Hal ini belakangan marak terjadi seperti yang dikatakan oleh UNICEF bahwa 50% remaja Indonesia pernah mengalami tindakan pembullyan melalui media sosial.

Tindakan bully melalui media sosial sendiri dinamakan dengan cyberbullying. Tindakan ini marak terjadi karena manusia merasa memiliki kebebasan secara tidak terbatas dan juga tindakan ini membuat pelaku tidak terlihat dan merasa aman dalam melakukannya. Kasus cyberbullying biasanya terjadi melalui flaming, gangguan, pencemaran nama baik, peniruan, trickery, bahkan hingga cyberstalking.

Secara singkat, cyberbullying merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan di media sosial dengan menggunakan sarana teknologi dan media elektronik untuk mencapai tujuan tertentu. Cyberbullying biasanya dilakukan oleh remaja yang didasari oleh, sakit hati, cemburu, marah, dan dilakukan secara sengaja. Pelaku cyberbullying sendiri kebanyakan adalah remaja yang memiliki kepercayaan diri rendah yang nantinya akan berdampak pada prestasi di sekolahnya dan juga menuju pada perilaku kriminal.

Kasus cyberbullyingselalu berakhir dengan tragis, yaitu korban memilih untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena tidak tahan dengan cacian yang didapatkan. Dalam sudut pandang psikologi sendiri, cyberbullying sangat mengganggu proses pendidikan dan membuat suasana belajar yang tidak kondusif. Sehingga pelajar menjadi tidak kompetitif dan tidak fokus dalam mengemban pendidikannya.

Harus ada upaya pencegahan agar kasus cyberbullying tidak lagi terjadi. Dalam upaya preventif tersebut tentunya melibatkan banyak pihak baik dari kepolisian hingga lingkungan sekitar. Pihak yang paling berperan dalam pencegahan cyberbullying sendiri adalah instansi sekolah. Sekolah harus mencipatakan suasana belajar yang kondusif dan memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan siswanya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Biasanya pelaku maupun korban cyberbullying dapat terlihat dari gerak-gerik dan perilakunya dalam berkegiatan sehari-hari.

Sekolah sangat berperan penting dalam mencegah terjadinya cyberbullying, namun orang tua dan lingkungan sekitar juga tidak kalah penting perannya dalam mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan adanya perhatian dari sekolah, orang tua dan lingkungan sekitar, maka anak-anak dapat menjadi lebih terbuka akan masalah yang menerpanya dan dapat merasa tidak dikucilkan oleh lingkungannya. Selain itu, sekolah juga harus memberlakukan hukuman keras bagi para pelaku cyberbullying dan mengadakan penyuluhan tentang sebab dan akibat dari cyberbullying. Jika memang pihak sekitar merasa tidak dapat membantu, maka disinilah peran psikolog masuk untuk mengembalikan kepercayaan diri siswa sehingga dapat melewati fase cyberbullying. Dengan begitu, adanya kasus cyberbullying menyadarkan bahwa ejekan yang kesannya hanya untuk membawa tawa, justru dapat menyebabkan duka.

Oleh: Marsa Muhamad Daffa