Basuki Agus Suparno pernah menjalani kehidupan dengan berbagai pekerjaan yang sulit. Bertahan hidup sebagai pedagang kantong plastik, distributor gula pasir, loper koran dan pedagang di gerbong kereta tak menyurutkan semangat Basuki Agus Suparno untuk meraih gelar doktor dan meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Basuki Agus Suparno, melewati kehidupan masa kecil yang tidak biasa. Saat mengalami masalah keuangan, ia dan keluarganya harus pindah ke Jakarta. Basuki kecil tidur di bawah meja dalam rumah sewa seluas 34 meter. Bergaul dalam lingkungan pedagang pasar, membawa ia bekerja di pasar Kramatjati sebagai pedagang kantong plastik dan membawakan belanjaan pengunjung dari tengah pasar ke parkiran untuk mendapat sejumlah uang.

Lingkungan saya mendorong saya untuk terus berusaha meski itu dilingkungan pasar, kenangnya.

Meski harus berjuang untuk bertahan, Basuki tetap memikirkan pentingnya pendidikan yang akan membawa perubahan. Pikiran bahwa pendidikan itu penting tidak datang dari dalam diri Basuki sendiri. Meski orang tuanya secara ekonomi tidak mampu, tetapi memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk menyekolahkan 9 anaknya. Sang ibu berjualan sedangkan ayahnya berkerja sebagai buruh. Kedua orang tua Basuki berharap anak-anaknya semua sekolah minimal dijenjang SLTA. Seluruh saudara pun berusaha untuk sekolah dengan berbagai cara.

Kakak ke 3 sekolah dengan cara menarik grobak sampah dan menjadi kuli bangunan. Kakak perempuan ke 7 bekerja memasak ikut tetangga. Alhasil tidak ada dari 9 bersaudara yang tidak sekolah. Dengan meihat keadaan tersebut Basuki pun menyadari bahwa pendidikan itu penting, ujarnya.

Selepas SMP, ia kembali ke Sragen bersama keluarganya. Lingkungan pertemanan semakin menyadarkan pria asal Sragen ini bahwa pendidikan itu penting. Keikutsertaan dalam Pelajar Islam Indonesia (PII) membuat Basuki aktif dalam kegiatan pengajian. PII menghadirkan mahasiswa-maasiswa dari barbagai universitas ternama di Indonesia antara lain UGM dan ITB.

Melalui PII Basuki menyadari bahwa seorang muslim harus memiliiki kemampuan intelektual yang bagus. Melalui kemampuan intelektual berkualitas Basuki menyadari bahwa pendidikan merupakan perjuangan bagi negeri ini dan bagian dari ibadah.

Saya semakin menyadari ternyata orang-orang yang cara berfikirnya hebat dan punya mimpi-mimpi itu adalah orang-orang yang tertempa dengan pendidikan, kata Basuki.

Loper Koran

Belajar itu bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, ujar Basuki. Dulu saat menjalani kuliah di Universitas Negeri Sebelas Maret, Basuki harus bekerja sebagai loper koran sembari kuliah. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin, ia membawa koran-koran untuk dijual didalam gerbong. Setelah berjualan dikereta selesai lalu meluangkan waktunya untuk belajar dipojok gerbong. Saya juga belajar disore hari seusai berjualan dan saat menunggu kereta datang. Tidak jarang karena bekerja sebagai loper Koran membuat saya datang terlambat mengikuti perkuliahan, kenangnya sambil tertawa. Namun, ditengah keterbatasannya, teman-temannya selalu membantu dan mendukung Basuki untuk bisa mengejar ketertinggalan.

Ketaatan pada ajaran agama membuat Basuki selalu hidup dalam pengharapan. Nilai-nilai ajaran agama memberikan banyak pelajaran dalam kehidupan Basuki. Basuki meyakini hidup seseorang selalu melewati sebuah proses. Ada masa sulit dan ada masa yang penuh dengan kemudahan. Kalau kita berpegang pada ajaran itu kita menjadi kuat, tangguh, tidak cengeng, tidak gampang bermelankolis tapi kita itu menjadi kuat menghadapi hidup ujarnya.

Enam tahun menjadi loper koran membuat Basuki berhasil lulus S1 dari UNS. Saat dinyatakan lulus, Basuki berhenti menjadi loper koran dan mendaftar sebagai dosen di Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta. Kemudian, ia melanjutkan study S2 di UNS dan lulus dengan IPK 3,8.

Berkat perjuangan dan semangat pantang menyerah, anak kedelapan dari sembilan bersaudara ini telah membuahkan hasil melalui gelar doktor pada tahun 2010 yang lalu di Universitas Indonesia. Semua orang bisa meraih gelar doktor asal orang itu mau mewujudkan apa yang ingin diraih. Siapapun bisa meraih cita-cita asal mau membuktikan kemauannya. Kemauan itu menjadi aspek penting, jika orang tidak mau, maka ia tidak akan menjadi mampu, ujar ayah dari dua anak ini.

Basuki meyakini bahwa dirinya akan mampu meski tidak memiliki apa-apa dan hidup dalam kesulitan. Kepercayaan diri menjadi kunci utama dalam menggapai mimpinya. Krisis dalam kehidupan yang dilaluinya, mengubah cara pandang dan kematangan emosional seorang Basuki Agus Suparno hingga bisa berada dalam titik kesuksesan.