Berprofesi sebagai atlet mungkin menjadi pilihan sebagian besar orang. Menjadi seorang atlet berprestasi tentunya menjadi kebanggaan tersendiri. Semangat dan kerja keras membuat seorang atlet dapat sampai pada level yang berprestasi. Keberhasilan di tingkat Nasional bahkan hingga Internasional, menjadi indikator bagi seorang atlet untuk bisa menyandang gelar atlet berprestasi. Berhasil mengharumkan nama bangsa di kancah internasionalmenjadi penghargaan tak ternilai yang dirasakan oleh seorang atlet.

Namun, peribahasa Hidup seperti roda pedati, kadang di atas dan kadang di bawah, memang benar adanya. Waktu yang terus berputar tak akan membuat seseorang berada di satu titik dengan tingkat kebahagiaan yang sama. Peribahasa tersebut nyatanya dirasakan dan harus diterima oleh beberapa atlet yang telah melewati masa keemasannya. Mereka yang dulu pernah mengharumkan nama bangsa, kini hanya tinggal cerita dan kenangan. Bahkan, beberapa mantan atlet harus berada pada titik sulit untuk melanjutkan hidup.

Daripada penasaran, berikut ini 3 mantan atlet yang hidup susah setelah tak lagi berada pada masa jayanya. Peribahasa habis manis sepah dibuang pun juga dialami oleh mereka, seperti yang dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (11/5).

1. Ellyas Pical.

Seakan dibuang, 3 mantan atlet berprestasi ini hidup merana

Penikmat olahraga tarung tinju di Tanah Air pasti sudah mengenal nama pria yang satu ini. Mantan petinju kebanggaan Indonesia yang akrab disapa Elly ini, merupakan orang Indonesia pertama yang meraih gelar di kejuaraan tinju dunia. Ellyas Pical merupakan orang Indonesia pertama yang bisa merebut titel dunia. Elly meraih sabuk juara Super Flyweight IBF pada 3 Mei 1985 dari petinju Korea Selatan, Chun Ju Do, seperti dilansir dari kompas.com.

Petinju yang lahir di Saparua, Ambon, 24 Maret 1960 ini tentunya tak bisa selamanya aktif dalam olahraga yang memerlukan kondisi fisik prima ini. Setelah pensiun, Elly harus bekerja sebagai satpam guna menyambung hidupnya.

Tuntutan ekonomi dan kerasnya dunia malam membuat Elly harus berurusan dengan pihak yang berwajib. Elly pun harus merasakan dinginnya suasana di balik jeruji besi selama 7 bulan karena diduga terlibat dalam transaksi narkoba dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

Setelah menghirup udara bebas, Elly menggeluti beberapa profesi, termasuk dipercaya menjadi asisten Agum Gumelar, yang saat itu menjabat sebagai ketua KONI pusat. Setelah KONI ganti kepengurusan, Elly pun harus melepas profesinya sebagai asisten ketua. Yang membuat miris, Elly tanpa gengsi dan dengan senang hati menjadi office boy di Kementerian Pendidikan dan Olahraga.

Kini, Ellyas Pical merupakan kader baru di Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA). Namun, beratnya jalan hidup yang harus dilalui Elly yang berstatus sebagai mantan atlet berprestasi ini, membuat sejumlah pihak prihatin. Seperti yang disampaikan oleh seorang pengamat tinju, Henki Silatang, dilansir dari merdeka.com, "Kalau gua melihat perhatian pemerintah masih sangat kurang terhadap mantan-mantan orang yang pernah mengibarkan merah putih di ajang internasional kalau dalam tinju contohnya Ellyas Pical ini.

2. Lenni Haeni.

Seakan dibuang, 3 mantan atlet berprestasi ini hidup merana

Perempuan asal Jambi ini merupakan mantan atlet dayung dari cabang olahraga perahu naga yang juga sukses mengharumkan nama Indonesia Indonesia di tingkat internasional. Beragam penghargaan telah diterima Leni pada masa kejayaannya, di antaranya membawa nama Indonesia dalam meraih emas pada SEA Games 1997, SEA Games 1999, dan yang lainnya.

Setelah memutuskan pensiun pada tahun 1999, kehidupan yang harus dijalani Leni tak seindah prestasinya, bahkan bisa dibilang merosot tajam. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Leni harua rela melakukan pekerjaan apapun. Meski memiliki segudang prestasi saat masih aktif menjadi atlet, namun dengan tingkat pendidikan yang tak begitu tinggi, membuat Leni tak bisa mendapatkan pekerjaan yang berbanding lurus dengan prestasinya. Leni diketahui hanya mengecam pendidikan hingga bangku SMP.

Leni terpaksa menjadi buruh cuci dengan bayaran yang tak seberapa. Keprihatinan terhadap Leni semakin bertambah setelah diketahui bahwa anak ketiga Leni menderita penyakit epidermolysis bullosaatau biasa dikenal dengan pengerapuhan kulit.

Dilansir dari tribunnews.com, Leni harus mengeluarkan banyak uang untuk menyembuhkan kondisi putrinya, bahkan uluran tangan warganet lah yang meringankan beban Leni. Menurut Leni, pada tahun 2012 silam dirinya juga harus mengeluarkan dana yang tak sedikit untuk biaya pengobatan penyakit langka yang diderita anaknya. Beruntung, uluran tangan dari netizen ternyata mampu menutupi kekurangan biaya tersebut.

3. Amin Ikhsan.

Seakan dibuang, 3 mantan atlet berprestasi ini hidup merana

Nama atlet pria satu ini mungkin tak begitu akrab di telinga penikmat olahraga di Indonesia. Amin yang lahir 45 tahun yang lalu ini, merupakan mantan atlet nasional pada cabang senam yang pernah membawa harum nama bangsa di kancah internasional. Amin sukses membawa nama Indonesia di cabang senam hingga peringkat tujuh di ajang Suzuki World Cup Jepang, dilansir dari tribunnews.com.

Cerita manis tersebut adalah cerita beberapa tahun silam yang kini menjadi kenangan. Selepas pensiun, Amin harus rela menjalani kenyataan yang jauh berada di bawah kecukupan. Sebuah rumah kontrakan dan studio musik dijadikan Amin sebagai sumber pendapatannya. Amin, yang bertempat tinggal di kawasan Kiaracondong, Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung ini harus merelakan tempat tinggal dan sumber pendapatannya yang harus rata dengan tanah akibat penggusuran yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Bandung.

Pasca pembongkaran yang terjadi saat itu, tak lantas membuat Amin pergi. Amin yang tak memiliki biaya untuk pindah dan menyewa rumah baru, tetap berada di kawasan tersebut hingga mendapatkan ganti rugi yang layak meskipun harus tinggal dalam tenda sempit yang hanya beratapkan terpal dan beralaskan tanah.