Masa kanak-kanak sangat erat sekali kaitannya dengan perkembangan kognitif. Perkembangan bukan suatu bawaan melainkan suatu yang berkembang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia seseorang. Kecerdasan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki individu yang dapat berkembang secara alami dan dapat pula dikembangkan melalui pembelajaran dan pengalaman. Dengan demikian lingkungan dapat berperan dalam membantu individu untuk mengembangkan kemampuannya (Gardner dalam Widyastuti, 2018).

Kecerdasan logika matematika ini ditandai dengan kemampuan seorang berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Seseorang yang cerdas secara logika matematika sering kali tertarik dengan pola dan bilangan / angka-angka. Kecerdasan ini amat penting karena akan membantu mengembangkan ketrampilan berpikir dan logika seseorang (Widyastuti, 2018).

Aku gak suka matematika

Matematika itu sulit

Mengapa banyak anak yang menganggap matematika itu sulit?

Prof. Dr. rer. nat. Widodo, MS, Profesor Matematika dari Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa ada tiga penyebab mengapa fenomena tersebut bisa terjadi."Berdasarkan survei dari Indonesia Mathematics Society tahun 2010, ada tiga penyebab yaitu buku, guru, dan siswa itu sendiri," tukasnya dalam Talk Show 21st Century Math Skills: Change The Focus From Calculation to Exploration, Selasa (4/10/2016).

Survei tersebut juga menyebutkan bahwa hanya 11,35 persen guru yang memiliki kompetensi dan ketrampilan yang mumpuni dalam bidang matematika. Sementara itu, dari sisi siswa, adanya tanggapan turun temurun dari orang tua yang mengatakan bahwa pelajaran matematika sulit membuat pola pikir ini menjadi melekat di pikiran (Nainggolan, 2016).

Tidak jarang kita mendengar kalimat keluhan seperti itu, terutama di lingkungan para siswa. Pelajaran matematika dari dulu hingga saat ini nampaknya masih menjadi momok yang sangat mengerikan bagi pelajar di Indonesia. Tak sedikit anak yang tidak suka dengan matematika dengan berbagai alasan, salah satunya adalah susah. Namun tidak sedikit juga anak yang mempunyai prestasi di bidang tersebut, mereka adalah anak-anak yang menggemari matematika. Mengapa hal ini memiliki dua respon yang berbeda?

Respon manusia terhadap sesuatu memang dapat berbeda, tergantung bagaimana proses belajar dan stimulus yang diberikan kepada mereka. Suatu stimulus dapat dikondisikan, namun ada juga yang alami (unconditioned stimulus). Unconditioned stimulus merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Pavlov dalam Classical Conditioning. Pengondisian klasik merupakan perubahan perilaku yang diharapkan adalah adanya stimulus langsung. Terjadinya perilaku tertentu disebabkan oleh stimulus tertentu yang secara langsung terkait (Sanyata, 2012).

Prinsip-prinsip Classical Conditioning dalam pembelajaran menurut Pavlov (Nur, 2010) sebagai berikut:

1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan antar stimulus

2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme / makhluk hidup dengan lingkungan.

3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada individu

4. Setiap stimulus akan menimbulkan aktivitas otak

5. Semua aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.

Kelebihan dan kelemahan teori Classical Conditioning menurut Nur (2010) yaitu:

a. Kelebihan.

Di saat individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya , akan memudahkan pendidik dalam melakukan pembelajaran terhadap anak didik tersebut.

b. Kelemahan.

Jika ini dilakukan secara terus-menerus maka ditakutkan murid akan memiliki rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya anak didik harus memiliki stimulus dari dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan belajar dan kegiatan pemahaman.

Menurutnya belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dengan respon. Hal ini berdasarkan hasil eksperimennya, apabila stimulus yang netral (NS) selalu disertai dengan stimulus alami (US) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon terkondisi (CR) secara konstan (Sutrisno, 2018).

Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut Ivan Pavlov (Syahruni, 2018) meliputi :

a. Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut.

Jika dua macam stimulus dihadirkan secara stimulan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforce), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat).

b. Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut.

Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcement, maka kekuatan akan menurun Pavlov menemukan bahwa respons yang menjadi terkondisikan pada stimulus yang sebelumnya netral juga menjadi terasosiasikan dengan stimuli yang mirip, sebuah proses yang disebut generalisasi.

Apabila kita terapkan pembelajaran Pavlov, matematika sebagai Netral Stimulus (NS) dan penampilan guru matematika yang terlihat menyeramkan atau yang sering disebut gurukillerdan suka menghukum (Maulaty, 2014) sebagai Stimulus Alami (US) apabila kedua stimulus tersebut sering digabungkan, pada akhirnya akan membentuk respon terkondisi (CR) berupa anak tidak suka matematika. Guru juga harus bisa memotivasi siswa untuk berhasil. Beri kesempatan kepada siswa yang kurang bisa matematika untuk berhasil, misalnya dengan memberi perhitungan sederhana. Ketika berhasil, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan semangat mereka akan meningkat (Panca, 2016).