Apakah kamupenggemar genre lagu K-Pop atau disebut K-Popers? Kalau iya, kamu adalah golongan yang beruntung karena tinggal di Indonesia. Bisa bebas mendengarkan lagu, bertemu dengan idola saat konser, sampai menikmati produk kolaborasi K-Pop seperti BTS Meal yang begitu diminati. Kondisi ini bisa sangat berbeda jika kamu tinggal di negara yang bertetangga dengan negara asal K-Pop sendiri, yaitu Korea Utara.

Akibat perseteruan negara, K-Pop dilarang di negeri ini

Warga Korea Utara di ibukota Pyongyang. Foto: Unsplash/Thomas Evans

Baru-baru ini, Kim Jong-un selaku pemimpin Korea Utara melabeli genre lagu yang tengah mendunia tersebut sebagai "kanker parah" dalam budaya yang jika dibiarkan akan membuat negaranya "ambruk seperti tembok yang basah". K-Pop dipandang sebagai ancaman budaya bagi Korea Utara, terutama bagi generasi muda, yang pengaruhnya akan merusak "cara berpakaian, gaya rambut, cara berbicara, dan perilaku" mereka. Sanksi tegas pun diberikan dengan poin terberat dikirim ke kamp kerja-paksa bagi mereka yang diketahui menggunakan atau memiliki produk hiburan dari Korea Selatan seperti K-Pop dan K-Drama. Untuk mengakses produk tersebut, penduduk Korea Utara harus sembunyi-sembunyi menggunakan kartu memori yang diselundupkan dari perbatasan.

Akibat perseteruan negara, K-Pop dilarang di negeri ini

Kim Jong-un bertemu personel grup K-pop Red Velvet yang tampil di Korea Utara. Foto: Twitter/BloombergQuicktake

Sebenarnya, ini bukan pertama kali Korea Utara ikut campur dalam urusan pribadi warga negaranya. Mereka turut melarang penggunaan Facebook, Twitter, jeans ketat, serta mengatur gaya rambut. Yang disayangkan adalah pelarangan tersebut dilakukan setelah pentas K-Pop yang turut disaksikan oleh Kim Jong-un beserta jajaran elite digelar di Ibu kota Pyongyang pada tahun 2018. Bahkan Kim berjabat tangan serta mengambil foto bersama dengan para bintang K-Pop, termasuk personel Red Velvet. Ia menjadi pemimpin Korea Utara pertama, sejak kakek dan ayahnya, yang menghadiri pertunjukan semacam itu.

Akibat perseteruan negara, K-Pop dilarang di negeri ini

Urusan gaya rambut pun diatur oleh pemerintah Korea Utara. Foto: Unsplash/Thomas Evans

Bisa jadi, pelarangan tersebut dikarenakan Korea Utara takut akan kemampuan fans K-Pop dalam mengerahkan massa di media sosial. Contohnya, penggemar K-Pop membanjiri tagar #WhiteLivesMatter yang merupakan tandingan #BlackLivesMatter dengan gambar selebritas K-Pop sebagai dukungan pada warga kulit hitam Amerika Serikat. Mereka juga beramai-ramai melakukan aksi memesan kursi kampanye Donald Trump dalam pilpres 2020 di Oklahoma untuk dibiarkan kosong sehingga kampanye menjadi lengang. K-Pop juga ditakutkan mendorong masyarakat Korea Utara untuk beralih ke Korea Selatan yang menawarkan kebebasan dan peluang ekonomi yang besar. Menurut data pemerintah Korea Selatan, pada tahun 2019 terdapat 1,047 warga Korea Utara yang melarikan diri untuk memulai kehidupan baru di Korea Selatan.

Sejatinya kedua negara adalah masyarakat yang satu. Berawal dari akhir Perang Dunia II, Korea yang sebelumnya dikuasai Jepang dibagi menjadi dua negara yang terpisah secara ideologi, Korea Utara yang dipengaruhi Uni Soviet dan Korea Selatan oleh Amerika Serikat. Perang Korea (1950-1953) sempat meletus antara keduanya dan dihentikan dengan gencatan senjata yang berlangsung sampai saat ini. Korea Selatan terus berkembang sebagai kekuatan teknologi dan ekonomi di kawasan serta sukses dalam diplomasi budaya melalui K-Pop dan K-Drama yang memiliki penggemar di seantero dunia. Sementara, stagnasi dan krisis dialami Korea Utara akibat sanksi ekonomi yang diberikan karena pengembangan senjata nuklir dan masyarakatnya mengalami kelaparan serta terisolasi.