Perempuan Palestina telah menjadi kunci dalam beberapa revolusi dan pemberontakan utama, dari revolusi 1936 hingga gerakan Boycott Divestment and Sanksi (BDS) pada tahun 2005. Menurut Pusat Informasi Palestina, ada 370 wanita Palestina ditangkap oleh Pasukan Pendudukan Israel (IOF) sejak pemberontakan kedua (Al Aqsa Intifada) pada tahun 2000. Ratusan ribu wanita Palestina telah mengalami penderitaan dan diusir dari tanah air mereka selama perang tahun 1948 dan 1967.

Berikut adalah ungkapan kisah 5 wanita Palestina yang tersebar di seluruh dunia, dari Ramallah ke Tulkarem.

Mahmoud Darwish, seorang penyair Palestina, merangkum para wanita Palestina dengan kata-kata indah, "Ibu, aku tidak akan memanggil anda seorang wanita, aku akan memanggilmu segalanya".

1. Tasaheel Burnat.

Kisah 5 wanita Palestina yang menjadi ikon pertahanan, salut!

Tasaheel adalah seorang aktivis Palestina berusia 37 tahun dari Desa Bilin dekat Ramallah di Tepi Barat. Bersama dengan suaminya, Iyad Burnat dan kelima anaknya, mereka dianggap sebagai konduktor perlawanan rakyat di Bilin. Pada tahun 2004, pendudukan menyita 60% dari tanah desa untuk membangun Dinding Pemisahan yang menyebabkan para petani kehilangan hasil panen dan memindahkan pohon zaitun mereka.

Tasaheel mengatakan, sejak 2005, warga Bilin telah terlibat dalam demonstrasi Jumat mingguan dengan aktivis perdamaian internasional dari seluruh dunia. Tasaheel sering mengalami kekerasan sedangkan suaminya dipenjarakan beberapa kali. Tiga putranya ditangkap ketika mereka berusia di bawah delapan belas tahun. Putranya Majid terluka dan saat ini menerima perawatan medis di Turki; Abed Al Khaliq dirugikan dan dipenjara, dan Muhammad diserang serta dipenjara sampai dia dibebaskan setelah membayar denda. Mayar dan Mohee Aldeen masih sangat muda dan tumbuh besar bersama keluarga dan penduduk desa yang memprotes pendudukan.

Mereka melihat perlawanan sebagai bagian dari kehidupan keluarga Burnat dan seperti banyak keluarga lainnya, rumah mereka menjadi target malam oleh Tentara Israel. Tasaheel telah menyaksikan keluarganya dipenjara dan dirugikan beberapa kali dan telah mengorbankan segalanya bagi orang-orang Palestina untuk mendapatkan kembali tanah dan kehidupan mereka dan kini Tasaheeltelah menjadi ikon pertahanan.

2. Hiba Al-Jindawi.

Kisah 5 wanita Palestina yang menjadi ikon pertahanan, salut!

Hiba adalah wartawan yang tinggal di daerah Hilalia dekat Sida di Lebanon. Kakek dan neneknya adalah pengungsi dari Nazaret selama perang tahun 1948 dan melarikan diri ke Lebanon di mana ia tumbuh dan belajar jurnalisme di universitas Arab Al-Beirut. Dia adalah seorang aktivis dalam Kampanye Mahasiswa Nasional termasuk Kampanye Internasional untuk Pelestarian Identitas Palestina. Warga Palestina yang tinggal di Lebanon menolak menyerahkan identitas mereka dan bermimpi untuk kembali ke Palestina di mana mereka dapat menikmati buah dari tanah air mereka. Pada 2017, Hiba terlibat dalam program yang mengumpulkan cerita dan mendokumentasikan pencapaian Palestina di diaspora. Dia berharap suatu hari dapat kembali dan mengungkapkan keindahan tanah airnya.

3. Farah Akef Hamouda.

Kisah 5 wanita Palestina yang menjadi ikon pertahanan, salut!

Farah lahir pada tahun 1994 di kota Tulkarem. Dia menyukai seni di usia muda dan bermimpi menjadi artis terkenal. Dia mendapatkan gelar sarjana dan lulus pada tahun 2006 dengan belajar seni dari The Art College di An-Najah University. Farah memilih seni untuk melayani negaranya dengan menjaga identitas Palestina. Dia percaya bahwa seni menyatukan orang-orang dan dia suatu hari berharap menjadi seniman internasional. Dia suka mengajar anak-anak bahwa seni adalah bahasa bangsa dan bahasa kebebasan.

4. Rola Khalid Ghanem.

Kisah 5 wanita Palestina yang menjadi ikon pertahanan, salut!

Rola adalah seorang novelis dan dosen yang mengajar sastra. Ia dilahirkan di kota Tulkarem di Tepi Barat. Rola meraih gelar sarjana dalam sastra Arab di Universitas An-Najah dan dia saat ini sedang mempersiapkan gelar doktornya di Tanta University di Mesir. Kisah-kisahnya yang berpengaruh yang berisi banyak cerita tentang kehidupan di Palestina selama pemberontakan telah memenangkan banyak kompetisi. Dia menganggap dirinya seorang novelis pemberontakan dan seorang duta besar wanita Palestina di dunia Arab. Keinginannya adalah menggunakan kekuatan kata-kata untuk berbicara dengan fasih tentang kebenaran dan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa meskipun keadaan tragis dari pendudukan, kreativitas dan kecantikan lahir dari rahim penderitaan. Dia telah menerbitkan dua novel: "The Green Line" dan "Feelings out of the Law".

5. Rana Bishara.

Kisah 5 wanita Palestina yang menjadi ikon pertahanan, salut!

Rana adalah seorang seniman yang lahir di desa Tarshiha Palestina di Galilea Atas. Ia belajar Seni Rupa dan lulus dari Universitas New York dan merupakan salah satu seniman Palestina paling aktif di tahun 1948. Rana menyelenggarakan banyak pameran lokal dan internasional dan ingin menarik lebih banyak perhatian pada kisah Palestina dan dengan seninya. Dia meningkatkan kesadaran tentang Palestina, rakyatnya dan sejarahnya. Meskipun pendudukan, pesannya telah menjadi lebih kuat daripada seni dan memiliki kekuatan untuk memecahkan banyak hambatan.

Wanita Palestina, dengan kontribusi dan prestasi mereka menyoroti sejarah perlawanan Palestina. Mereka adalah aktivis, martir, tahanan, guru, penulis, penyair, dan seniman. Mereka menggerakkan sejarah ke depan, menggemakan hidup kita dan berjuang demi kebebasan.