Humanity Careline dari Aksi Cepat Tanggap (ACT), terus beroperasi mendistribusikan beras kepada mereka yang membutuhkan. Hingga saat ini, ratusan beras sudah dibagikan kepada mereka yang bertahan di tengah pandemi dan masyarakat yang sangat membutuhkan.

Walau tetap bertahan dan terus menjalani pekerjaan, banyak keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Pandemi Corona membuat penghasilan sebagian besar masyarakat sangat berkurang hingga nyaris tidak ada sama sekali dalam beberapa bulan terakhir.

Terlebih, di saat bulan Ramadan di mana mayoritas masyarakat tengah berfokus beribadah dan berkumpul dengan keluarga di rumah masing-masing, ada mereka yang harus berjuang. Tak terhitung berapa banyak kisah yang tersebar, tentang pedihnya rakyat kecil yang kian hari kian terkapar karena mencari nafkah kini terasa amat sukar.

Berikut cerita haru mereka yang tengah bertahan selama pandemi.

1. Setyani - Asisten Rumah Tangga.

5 Cerita haru masyarakat yang bertahan selama pandemi di bulan Ramadan

Tepat di pinggir rel kereta api, Setyani (47) tinggal sendiri. Dia tak punya suami, pun anak. Orang tuanya juga tinggal jauh di Kota Solo, Jawa Tengah. Ia telah kehilangan pekerjaan semenjak satu bulan lalu dan makin sulit lagi semenjak wabah Corona.

Sudah satu bulan ini Setyani memang tak bekerja lagi. Tadinya ia mengasuh anak seseorang, namun tiba-tiba saja ia juga diberhentikan dari tempat itu. Permintaan orang-orang untuk membantu mencuci baju sekarang juga tak pernah lagi ia dapatkan.

Aduh, terima kasih banyak ini. Bantuannya bisa manjangin nyawa saya. Sebelum corona juga sudah tidak bekerja. Apalagi sekarang, tambah-tambah (sulit). Saya sudah cari ke sana ke mari (tidak ada), sampai saya cari ke rumah susun juga. Sekarang seadanya saja. Ada beras sama mi instan atau kerupuk, ya sudah itu saja (yang dimakan), jelas Setyani.

2. Asan - Driverojek daring dan petugas kebersihan.

5 Cerita haru masyarakat yang bertahan selama pandemi di bulan Ramadan

Selain mengambil sampah di pemukiman warga, Asan menyambi jadi pengemudi ojek daring. Pekerjaan sambilan itu sudah ia jalani beberapa tahun belakangan ini untuk menambah penghasilan. Pasalnya, gaji bulanan menjadi tukang sampah tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Asan dan keluarganya. Ngambilin sampah dapat 600 ribu (rupiah) per bulan. Enggak cukup buat hidup sebulan. Makanya nyambi ngojek, ungkap Asan.

Sejak Covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia pada Maret lalu, pendapatan Asan dari mengemudi ojek daring berkurang. Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar berdampak pada jumlah penumpang yang bisa Asan antar. Sudah sebulan ini yang parah, nggak jarang sehari itu enggak dapat orderan sama sekali, mau penumpang orang atau antar makanan sama barang, jelasnya.

Kedatangan tim ACT ke bedeng Asan bertujuan menyerahkan bantuan beras wakaf. Program ini untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat prasejahtera di tengah pandemi. Alhamdulillah, terima kasih sudah bantu beras, bisa buat makan beberapa hari ke depan, kata Asan.

3. Isitin dan Wasrifah - Guru honorer.

5 Cerita haru masyarakat yang bertahan selama pandemi di bulan Ramadan

Nyaris semua sendi kehidupan terpengaruh wabah dan tak mengenal profesi, bahkan seorang guru sekalipun yang dipandang sebagai profesi mulia. Istitin dan Wasrifah merupakan beberapa guru yang perekonomiannya terdampak imbas Covid-19.

Pasalnya, gaji yang didapatkan tak penuh seperti mengajar langsung ke sekolah. Apalagi saat ini suami Istitin yang berprofesi menjadi pengemudi ojek di sekitaran Pasar Tanah Abang tak lagi bekerja setelah pasar ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Hal serupa dirasakan Wasrifah, guru di salah satu sekolah di Kampung Bali, Tanah Abang. Sejak sekolah diliburkan, Wasrifah mengajar secara daring ke murid-muridnya. Ia mengajar di dua sekolah berbeda, namun salah satu sekolah tempatnya mengajar diliburkan total.

Pendapatan sekarang ini berkurang banget. Pendapatan suami saja juga berkurang, jadi ya harus pintar-pintar kelola uang, tuturnya.

Suami Wasrifah merupakan pedagang peralatan jahit di Pasar Gandaria. Penjualannya kini semakin berkurang karena di hari biasa pun pembelinya juga tak banyak. Kondisi ini yang membuat pemenuhan kebutuhan keluarga Wasrifah semakin berat. Terlebih iuran sekolah ketiga anaknya terus berjalan walau kegiatan belajarnya diliburkan untuk sementara.

Biasanya, tiap bulan mereka dibayar lebih kurang Rp 600 ribu. Mereka merupakan guru honorer yang jika tak mengajar, gajinya akan dipotong Rp 5 ribu per pertemuan. Walau tak seberapa, Istitin tetap merasa bersyukur atas penghasilannya. Bisa melihat anak-anak belajar saja saya sudah senang, ungkapnya.

4. Kakek Aran - Penjual kayu bakar.

5 Cerita haru masyarakat yang bertahan selama pandemi di bulan Ramadan

Aran (68) merupakan warga Desa Pelajau, Kecamatan Batumandi, Balangan. Ia tinggal di rumah sangat sederhana bersama dua cucunya. Menjual kayu bakar serta memancing ikan menjadi caranya bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia mengaku per harinya biasa hanya mampu mendapatkan uang Rp 5 ribu - Rp 10 ribu. Terlebih lagi saat pandemi berlangsung saat ini, pendapatan bisa kurang dari jumlah tersebut.

Selain itu, musim hujan seakan jadi masa paling sulit bagi Aran dan cucunya. Rumah yang ditinggali mereka pun mudah ditembus air hujan karena lubang. Kalau musim hujan sama banjir kadang numpang berteduh di tempat tetangga, ungkapnya.

Aran merupakan salah satu penerima manfaat bantuan dari Operasi Beras Gratis tahap awal. Pendistribusian dilakukan di daerah Balangan, Tanah Bumbu, Tanah Laut. Alhamdulillah ada bantuan, bisa buat makan besok, ungkap Aran terharu.

5. Aceng - Tukang becak.

5 Cerita haru masyarakat yang bertahan selama pandemi di bulan Ramadan

Pria paruh baya asal Cibeureum, Kota Tasikmalaya ini sudah 50 tahun menjadi penarik becak. Dalam sehari, jumlah penumpang yang ia layani tidak menentu. Meskipun Aceng kerap berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, paling besar ia hanya mendapatkan uang sebesar Rp 60 ribu saja. Paling besar di hari-hari biasa ada 60 ribu (rupiah), ungkapnya.

Pendapatan yang Aceng terima kini terus menurun bersamaan dengan diberlakukannya pembatasan aktivitas di luar rumah. Di tengah kesulitan bersama saat pandemi, Aceng pun ikut menambah daftar pekerja harian yang kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.

Ya sampai siang ini baru dapat lima ribu (rupiah). Itu juga mau dipakai makan, tapi mikir lagi. (Uang segitu) bisa dipakai makan sama apa, lalu gimana yang di rumah, ungkap Aceng.

Aceng pun berharap semoga pandemi dapat diatasi dan keadaan kembali normal, sehingga ia bisa bekerja seperti biasanya. Sangat bersyukur, alhamdulillah dapat makanan ini. Mau langsung dimakan saja karena kebetulan belum makan. Terima kasih banyak kepada yang sudah memberi ini, mudah-mudahan semua segera kembali seperti biasa, harap Aceng.

Humanity Careline Aksi Cepat Tanggap adalah program berbasis digital untuk memberikan layanan pengadaan pangan bagi warga terdampak wabah Covid-19. Program ini bekerja sama dengan pengemudi ojek daring dalam proses pengantarannya.Layanan Antar Pangan Gratis ini dilaksanakan sejak 17 April 2020 hingga penetapan masa darurat bencana wabah dicabut atau akan diperpanjang waktunya untuk melihat kondisi pasca pandemi.

Koordinator Program Humanity Careline Eka Setiawaty menjelaskan, cakupan utama wilayah distribusi saat ini adalah Jakarta yang menjadi kota paling terdampak Covid-19, baik secara kesehatan masyarakat yang terancam serta perekonomiannya yang tersendat.Nantinya masyarakat cukup menghubungi kontak yang sudah ACT siapkan khusus untuk kemudian dikirimkan beras.

Mari jadi bagian dalam gerakan #BersamaSelamatkanBangsa dengan kedermawananmu! Ulurkan tangan, salurkan kedermawananmu dan jadilah pahlawan bagi mereka yang membutuhkan.Indonesia Dermawan.