Beberapa waktu lalu, beberapa daerah di Indonesia mengalami bencana alam banjir bandang. Dari beberapa daerah di Indonesia, banjir bandang di Sentani, Waibu, dan Sentani Barat, Jayapura, Papua adalah yang terparah.

Dilansir dari laman nationalgeographic.com (22/03), akibat banjir bandang yang melanda Sentani diketahui ada 109 orang meninggal dunia, 93 jiwa dilaporkan hilang, lebih dari 150 orang luka berat maupun ringan, dan kurang lebih 11.725 kepala keluarga yang terdampak.

Banyak yang mengatakan bahwa banjir bandang diakibatkan karena hujan deras hingga kerusakan lingkungan. Lantas apa yang sebenarnya penyebab utama dari banjir bandang yang melanda Sentani?

3 Penyebab banjir bandang di Sentani, dari faktor alam sampai manusia

LAPAN melakukan analisa dara satelit pengindraan jauh multiyear dan kondisi cuaca yang terpantau dari data satelit. Hasil analisa menunjukkan ada tiga faktor penyebab banjir bandang Sentani.

1. Curah hujan yang tinggi.

Dilansir dari laman kompas.com (22/03), hasil analisa satelit cuaca Himawari-8 pada tanggal 16 dan 17 Maret 2019 menunjukkan curah hujan yang diestimasi lebih dari 50 milimeter. Curah hujan seperti ini cukup untuk membuat banjir di suatu tempat.

2. Daerah aliran sungai.

Daerah aliran sungai yang sangat curam dan dengan curah hujan yang cukup tinggi, ada kemungkinan daerah aliran sungai tertimbun tanah dan menyebabkan bendungan kecil. Hal tersebut serupa dengan perkataan Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

Ada kemungkinan terjadi longsor yang kemudian menutup aliran sungai. Otomatis ada bendungan kecil, tuturnya.

3. Pembukaan lahan dan perusakan lingkungan.

3 Penyebab banjir bandang di Sentani, dari faktor alam sampai manusia

Sebab ketiga ini digadang-gadang menjadi faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya banjir bandang Sentani. Dilansir dari laman okenews.com (18/03), pegunungan Cycloop di daerah Sentani yang dulu merupakan cagar alam kini telah beralih fungsi sebagai tempat galian.

Penebangan pohon untuk membuka perumahan dan kebutuhan kayu juga marak terjadi seluas 2.415 hektare. Ada juga tambang gajian C, ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB.