Kasus penyebaran virus Corona sampai saat ini belum juga terselesaikan. Dampak yang dirasakan telah merugikan seluruh dunia, baik dampak kesehatan maupun ekonomi. Berbagai macam antisipasi dilakukan untuk meminimalisir dampaknya. Seperti pembelian barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak yang berujung menimbulkan panic buying, mengunci akses keluar masuk atau lockdown, bahkan terjadinya sentimen negatif para investor sehingga menimbulkan panic selling.

Namun, tahukah kamu antisipasi tersebut nggak selamanya dapat menyelesaikan masalah secara tuntas karena dapat merugikan ekonomi secara fatal. Lantas, bagaimana ini bisa terjadi? Yuk, baca secara rinci ulasan berikut!

1. Panic buying.

3 Antisipasi Corona yang belum tepat dapat berujung fatal pada ekonomi

Foto: bbc.com

Merebaknya virus Corona di berbagai negara tak dipungkiri membuat beberapa orang mengalami pembelian panik atau panic buying. Fenomena panic buying itu sendiri adalah belanja secara besar-besaran akibat terjadi situasi tertentu seperti munculnya wabah atau bencana yang bertujuan untuk mengantisipasi kelangkaan dan kenaikan harga yang tidak wajar.

Panic buying tak hanya terjadi di Cina saja, ternyata di beberapa negara lainnya juga mengalami fenomena ini. Di antaranya seperti Inggris, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia Filiphina, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Indonesia, dan masih banyak lagi.

Konsekuensi: Panic buying akan berdampak adanya kelangkaan dan kenaikan harga secara drastis terhadap beberapa barang yang saat ini sangat dibutuhkan, seperti masker, vitamin, handsinitizer, sabun cuci tangan, hingga barang kebutuhan rumah tangga dalam jumlah banyak. Hal ini akan sangat merugikan orang lain, khususnya orang yang sebenarnya lebih membutuhkan, misalnya orang sakit, dan orang kurang mampu. Mereka jadi sulit mendapatkan apa yang sangat mereka butuhkan dan pada akhirnya dapat memperburuk keadaan.

2. Lockdown.

3 Antisipasi Corona yang belum tepat dapat berujung fatal pada ekonomi

Foto: time.com

Istilah lockdown menjadi perbincangan hangat di berbagai media sosial akibat wabah virus Corona. Lockdown merupakan upaya atau kebijakan mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Suatu daerah dapat melakukan kebijakan ini jika terjadi suatu wabah yang sangat membahayakan. Hal ini bertujuan agar virus tidak menyebar lebih jauh lagi. Jika suatu daerah dikunci atau di-lockdown maka semua fasilitas umum ditutup, perkantoran, dan pabrik di tutup, aktivitas masyarakat pun dibatasi.

Ketika wabah virus Corona menyebar di Kota Wuhan, Cina, Pemerintah setempat melakukan kebijakan lockdown. Upaya Cina dalam mengisolasi Kota Wuhan membuahkan hasil yang positif dapat menghentikan penyebaran virus Corona. Sehingga, berbagai negara mencoba menerapkan lockdown seperti di China contohnya di Italia, Denmark, Irlandia, Spanyol, Malaysia, Prancis, dan Polandia.

Konsekuensi: Kegiatan ekonomi di daerah lockdown menjadi terhenti. Seperti di Cina, efek Corona dan me- lockdown Kota Wuhan berimplikasi memukul perekonomian China secara nasional. Apalagi Kota Wuhan masuk dalam jajaran 10 kota di Cina dengan GDP terbesar.

Bagaimana kalau lockdown diterapkan di Indonesia? Seorang ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan, memang lockdown dapat dengan cepat dan efektif membendung penyebaran virus Corona. Tetapi juga memberi dampak ekonomi yang buruk. Semua kegiatan perekonomian akan lumpuh. Apalagi saat ini 60-70% pekerja di Indonesia merupakan pekerja informal, di mana kebanyakan memperoleh pendapatan secara harian.

Lalu jika melakukan lockdown sehari saja, bagaimana mereka memperoleh pendapatan untuk makan? Selain itu, lockdown dapat menggangu distribusi barang dan jasa, yang pada akhirnya dapat menimbulkan panic buying di kalangan masyarakat. Selanjutnya, pendapatan akan terganggu ditambah pasokan barang yang terhambat dapat menimbulkan kelangkaan, kenaikan harga, dan berpotensi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Panic selling.

3 Antisipasi Corona yang belum tepat dapat berujung fatal pada ekonomi

Foto: nbcnews.com

Nggak hanya disisi konsumen aja yang mengalami panik ketika wabah virus Corona. Produsen dan investor pun mengalami hal yang sama namun sedikit berbeda yaitu panic selling. Panic selling diartikan sebagai tindakan yang tidak menggunakan pertimbangan fundamental atau teknikal, hanya didasari unsur psikologis rasa panik untuk segera melakukan penjualan dalam skala besar di pasar modal ataupun pasar saham yang pada akhirnya dapat memicu penurunan harga.

Konsekuensi: Adanya aksi jual besar-besaran investor pasar saham global akibat kekhawatiran atas wabah virus Corona menjadi sentimen negatif. Aksi tersebut dapat memotivasi trader dan investor lainnya untuk menjual sahamnya. Pada akhirnya panic selling pun dapat terjadi. Hal ini mengakibatkan jatuhnya pasar-pasar saham di seluruh dunia. Dalam jangka panjang dengan efek yang lebih serius dapat menyebabkan resesi atau krisis ekonomi.