Bosan menonton film bertema pendidikan yang itu-itu saja?

Bacalah premis mengenai dua film ini, dijamin penasaran!

Bagaimana rasanya dibesarkan di alam bebas, diberikan banyak latihan fisik supaya kuat dan banyak buku supaya pintar? Syaratnya mudah, jangan hidup berbaur dengan masyarakat dan tak usah ikut daftar ke sekolah formal.

Captain Fantastic (2016) bercerita tentang Ben Cash (Viggo Mortensen), seorang Ayah yang mendidik keenam putra-putrinya dengan cara yang tidak biasa. Alih-alih mengirim mereka bersekolah, Ben malah mengajari sendiri semua anak-anaknya. Keenam anak Ben tumbuh menjadi anak-anak yang tidak mengenal sistem sekolah formal namun cerdas luar biasa karena sedari kecil sudah dijejali dengan buku-buku bacaan bermutu.

Ben dan keenam anak-anaknya membangun sebuah tempat tinggal di dalam hutan, bercocok tanam dan berburu. Semua makanan yang mereka makan dihasilkan dari usaha mereka sendiri. Ben juga melatih mereka dengan keras, untuk memanjat tebing, bertarung dan lari lintas hutan.

Masalah baru muncul, saat ada suatu hal penting yang mengharuskan mereka untuk pergi ke kota, dan mencoba berbaur dengan banyaknya aturan tatakrama yang biasa dianut orang kebanyakan.

Menonton film ini, akan membuat kita tersadar bahwa selama ini kita memang hidup di dunia yang sangat hedonis, dimana semua hal diukur dari nilai uang dan materi. Sebaliknya, film ini juga mengajarkan bagaimana sebaiknya orangtua membuat keputusan terbaik buat anak-anak mereka. Sebab di ending cerita, ada kejutan yang membuat Ben Cash harus memertanyakan kembali sikapnya selama ini.

Setahun setelahnya, The Glass Castle (2017) dirilis. Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama ini, mengisahkan pengalaman nyata yang dialami oleh Jeanette Walls. Jeanette beserta ketiga saudaranya, hidup nomaden dari satu tempat ke tempat lainnya. Terkadang mereka harus tinggal di rumah kosong yang dibiarkan terbengkalai, di saat lain mereka malah terpaksa tidur di atas tanah di sebuah padang yang sangat luas.

Ayah Jeanette adalah mantan marinir yang membenci kapitalisme. Ibunya adalah seorang seniman pelukis yang nyaman dengan hidup berantakan ala hippies. Pun begitu, Jeanette dan ketiga adiknya dididik dengan cara yang amat baik. Dijejali pelbagai buku bacaan bermutu dan dibebaskan untuk memiliki pola pikir sendiri.

Serupa dengan Captain Fantastic, film ini membukakan mata kita tentang pendidikan anak-anak yang selama ini kita ketahui dan alami. Bahwa sekolah tidak hanya melulu ruangan kelas tempat kita bisa menulis dan mendengarkan guru. Bahwa ilmu bisa didapat dari mana saja, dan alam adalah tempat terbaik untuk menempa diri kita.

Kedua film ini, banyak membuka wawasan kita, yang mungkin selama ini sempit terkungkung kebiasaan dan tradisi humanis turun temurun.

Sangat direkomendasikan, untuk kalian yang menyukai film yang mencerahkan.