Brilio.net - Kasus penggusuran rumah milik aktor senior Atalarik Syah di Cibinong, Jawa Barat, tengah ramai diperbincangkan publik. Pada Kamis, 15 Mei 2025, rumah yang telah lama dihuni Atalarik dibongkar paksa oleh aparat kepolisian, menyusul konflik sengketa tanah yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Yang membuat hati Atalarik semakin terluka, pembongkaran tersebut dilakukan tanpa adanya pemberitahuan resmi, padahal proses hukum atas perkara ini masih bergulir dan belum memiliki keputusan hukum tetap (inkrah).
Awal mula konflik ini bermuara pada klaim dari seorang pria bernama Dede Tasno, yang menyatakan bahwa dirinya adalah pemilik sah atas lahan tersebut. Sementara itu, Atalarik bersikukuh bahwa tanah itu telah dibelinya secara legal sejak tahun 2000 dari PT Sapta Usaha Gemilang Indah, lengkap dengan bukti Akta Jual Beli (AJB). Namun dalam proses pengadilan, pihak lawan berhasil meyakinkan hakim bahwa AJB yang dimiliki Atalarik adalah palsu. Hasilnya, pengadilan pun mengesahkan klaim milik Dede Tasno.
Merasa dirugikan, Atalarik menyuarakan kekecewaannya melalui media sosial. Ia menyebut dirinya sebagai “orang kecil” yang diperlakukan tidak adil dan tidak diberi kesempatan untuk membela diri secara layak. Atalarik juga menyoroti adanya dugaan kejanggalan dalam proses administrasi pertanahan, serta meminta perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah hingga Presiden, agar mau turun tangan. Kasus ini pun menyulut perdebatan lebih luas tentang transparansi dan rasa keadilan dalam penanganan sengketa lahan di Indonesia.
Lalu apa sih sebenarnya prosedur penggusuran paksa oleh Pengadilan Negeri? Berikut ulasan lengkapnya yang dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Jumat (16/5).
Prosedur penggusuran paksa oleh Pengadilan Negeri
Penggusuran paksa oleh Pengadilan Negeri merupakan bagian dari proses eksekusi putusan perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Proses ini dilakukan ketika pihak yang kalah dalam perkara tidak secara sukarela melaksanakan isi putusan.
Berikut adalah tahapan umum dalam pelaksanaan eksekusi pengosongan atau penggusuran paksa:
1. Permohonan eksekusi
Pihak yang memenangkan perkara (pemohon eksekusi) mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan dokumen-dokumen yang relevan, seperti salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
2. Aanmaning (Peringatan eksekusi)
Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan aanmaning, yaitu peringatan kepada pihak yang kalah (termohon eksekusi) untuk melaksanakan putusan dalam jangka waktu tertentu, biasanya 8 hari.
3. Peninjauan lokasi (Konstatering)
Sebelum pelaksanaan eksekusi, dilakukan peninjauan lokasi untuk memastikan objek eksekusi sesuai dengan amar putusan. Peninjauan ini melibatkan panitera, juru sita, pihak terkait, dan aparat setempat.
4. Pelaksanaan eksekusi
Jika termohon eksekusi tetap tidak melaksanakan putusan, Pengadilan Negeri melaksanakan eksekusi pengosongan dengan bantuan aparat keamanan jika diperlukan. Pelaksanaan ini harus dilakukan secara humanis dan menghormati hak asasi manusia.
5. Penyerahan objek eksekusi
Setelah pengosongan selesai, objek eksekusi diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya, yang dituangkan dalam berita acara penyerahan.
Prosedur ini diatur dalam peraturan perundang-undangan, termasuk Pasal 196 HIR dan Pasal 207 RBg, serta pedoman internal Pengadilan Negeri terkait pelaksanaan eksekusi.
Tips agar terhindar dari sengketa hingga penggusuran paksa
1. Periksa sertifikat dan legalitas tanah
Pastikan tanah atau rumah yang kamu beli memiliki legalitas yang kuat, seperti sertifikat hak milik (SHM) dan tidak dalam sengketa.
2. Cek riwayat hukum properti
Jangan ragu untuk mencari tahu riwayat hukum properti, apakah pernah disengketakan atau tidak.
3. Buat perjanjian jelas dan tertulis
Dalam kasus peralihan hak atau warisan, buat surat perjanjian tertulis yang ditandatangani di depan notaris agar memiliki kekuatan hukum.
4. Gunakan bantuan hukum sejak dini
Jika terlibat dalam sengketa tanah atau rumah, segera gunakan bantuan kuasa hukum agar hak kamu terlindungi sejak awal.
Pentingnya memahami prosedur hukum
Kasus yang dialami Atalarik Syah menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memahami prosedur hukum, terutama yang berkaitan dengan hak atas tempat tinggal. Masyarakat perlu mengetahui bahwa penggusuran paksa hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang sah dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.
Jika menghadapi situasi serupa, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan penasihat hukum guna mendapatkan pendampingan dan memastikan bahwa hak-hak hukum terlindungi.
Recommended By Editor
- Tahu-tahu ngeblank dan melamun tanpa sebab? Fix lagi terkena "ngang ngong" yang lagi viral
- Duduk perkara penyebab rumah Atalarik Syach dibongkar paksa meski tanpa surat eksekusi
- Curhat Atalarik Syah usai rumahnya dibongkar karena sengketa, merasa jadi orang kecil yang dizalimi
- 9 Potret rumah Atalarik Syach dibongkar aparat terkait sengketa tanah, akui tak dapat surat pemberita
- Bocah gigi ompong ini masih melajang di usia 45 tahun, ini 11 transformasinya kini jadi pesinetron
- 7,5 Tahun berjuang bisa kumpul dengan anak, alasan Tsania Marwa tak laporkan Atalarik banjir dukungan
- Cerita Tsania Marwa saat jadi saksi di MK soal hak asuh anak, ucap Jihad fi Sabilillah