Paus Fransiskus, pemimpin spiritual umat Katolik, dikenal dengan pakaian serba putihnya yang bukan hanya sekadar identitas visual, tetapi juga menyimpan makna filosofis dan teologis yang mendalam. Pakaian ini mencerminkan nilai-nilai kekristenan seperti kasih, kepolosan, dan kerendahan hati. Setiap elemen dalam busana Paus, mulai dari cassock hingga cincin nelayan, memiliki pesan spiritual yang kuat.

Tradisi jubah putih dimulai dari Paus Pius V pada abad ke-16, yang memilih untuk mengenakan pakaian putih khas Ordo Dominikan. Warna putih melambangkan kepolosan dan kasih, sifat yang melekat pada sosok Kristus. Dalam tradisi Katolik, warna ini menjadi simbol kemurnian yang harus tercermin dalam kehidupan seorang Paus.

Setiap bagian dari pakaian Paus memiliki fungsi dan simbol yang kuat. Misalnya, zucchetto, topi kecil yang hanya dikenakan oleh Paus, melambangkan kerendahan hati. Cincin nelayan, yang terinspirasi dari Santo Petrus, menjadi simbol pengesahan kepausan. Dalam era modern, Paus Fransiskus menolak simbol kemewahan, memilih kesederhanaan sebagai pernyataan sikap pelayanan.

Pakaian liturgis Paus juga memiliki makna penting dalam upacara keagamaan. Misalnya, mitra dan chasuble yang dikenakan saat misa melambangkan otoritas keimaman. Tiara kepausan yang dahulu menjadi simbol kekuasaan kini telah ditinggalkan, menegaskan bahwa kepemimpinan rohani tidak memerlukan simbol duniawi untuk menjadi otentik.

Dengan memahami makna di balik pakaian putih Paus, kamu dapat melihat bagaimana setiap elemen busana tersebut mencerminkan filosofi hidup yang dijalani oleh pemimpin spiritual ini.

Awal Mula Tradisi Jubah Putih: Dari Dominikan hingga Paus Pius V.

Tradisi jubah putih bagi seorang Paus pertama kali dikaitkan secara kuat dengan Paus Pius V yang memimpin Gereja Katolik pada abad ke-16, dan sebelumnya merupakan seorang biarawan dari Ordo Dominikan yang identik dengan busana putih yang mencerminkan kesederhanaan dan pengabdian.

Meskipun Paus sebelumnya umumnya mengenakan jubah merah sebagai simbol kekuasaan dan pengorbanan, Paus Pius V memilih mempertahankan pakaian putih khas Dominikan saat diangkat menjadi Paus, yang kemudian menjadi standar warna busana kepausan hingga hari ini.

Dokumen liturgi tertua yang mencatat penggunaan jubah putih dalam seremoni pengangkatan Paus adalah Ordo XIII yang ditulis pada 1274 di masa Paus Gregorius X, yang menyebutkan bahwa Paus mengenakan jubah putih dan merah secara bersamaan untuk menyeimbangkan simbol kasih dan pengorbanan Kristus.

Makna Mendalam Warna Putih: Simbol Kasih, dan Representasi Kristus.

Warna putih dalam tradisi Katolik melambangkan kepolosan, kasih, dan kemurnian – sifat yang dilekatkan pada sosok Kristus dan secara simbolis harus tercermin dalam kehidupan dan pelayanan seorang Paus di bumi.

Menurut ahli liturgi abad pertengahan, William Duranti, warna putih adalah representasi kasih sayang dan kepolosan, sementara warna merah yang dulu dipakai Paus di bagian luar jubah melambangkan belas kasihan, membentuk narasi bahwa seorang Paus adalah perwakilan dari pengorbanan Yesus Kristus.

Busana putih yang dikenakan oleh Paus Fransiskus tidak hanya menegaskan misinya sebagai pemimpin rohani tetapi juga sebagai simbol dari kemurnian pelayanan yang harus dijalankan dengan rendah hati, terlepas dari segala kemewahan duniawi yang dapat menyilaukan. Banyak yang mengaggumi pakaian putih yang dikenakan oleh Paus Fransiskus ini, termasuk salah satunya Perancang mode asal Indonesia Adrie Basuki.

"Penampilan Paus Fransiskus dalam kesederhanaan sesungguhnya menggambarkan bahwa dalam fesyen yang paling penting adalah bisa menggambarkan persona diri tanpa harus terpengaruh dengan opini publik," katanya, mengutip dari merdeka.

Elemen Busana Paus: Dari Zucchetto hingga Cincin Nelayan
Setiap bagian dari pakaian Paus memiliki fungsi dan simbol yang kuat, mulai dari zucchetto – topi putih kecil yang hanya dikenakan oleh Paus – hingga mozzetta, mantel pendek yang melambangkan otoritas spiritual dan hanya dikenakan oleh pejabat tinggi gereja.

Paus juga mengenakan cassock atau soutane, jubah panjang berwarna putih polos yang dipadukan dengan oversleeves dan pectoral cross – salib dada yang sering kali menggambarkan Yesus membawa seekor domba, menandakan pemeliharaan dan kasih terhadap umat.

Cincin nelayan, yang mengacu pada kehidupan Santo Petrus sebagai nelayan sebelum menjadi Paus pertama, menjadi simbol pengesahan kepausan dan digunakan untuk menandatangani dokumen resmi, menjadikannya sebagai penghubung antara masa kini dan warisan apostolik.

Transformasi Mode Kepausan: Dari Ornamen Emas ke Kesederhanaan Fransiskus.

Dalam era modern, khususnya setelah Konsili Vatikan II, banyak Paus mulai menyederhanakan ornamen pakaian mereka sebagai bentuk penyesuaian terhadap semangat zaman dan upaya mendekatkan gereja kepada umat secara inklusif dan penuh empati.

Paus Fransiskus secara konsisten menolak simbol-simbol kemewahan dalam berpakaian, lebih memilih pectoral cross dari perak dibanding emas, mengenakan jam tangan sederhana, serta sepatu hitam polos, sebagai bentuk pernyataan sikap akan pelayanan yang tidak bersandar pada tampilan luar.

Langkah ini menandai pergeseran signifikan dari simbol kekuasaan menuju simbol kesederhanaan dan komitmen terhadap kaum miskin, menjadikan pakaian putih Paus tidak lagi sekadar warisan, tetapi cerminan aktual dari filosofi hidup yang dijalani.