Brilio.net - "Dulu sampah cuma sampah, nggak berarti apa-apa, dibuang gitu aja, dibakar, nggak diurus, namanya juga sampah. Kalau sekarang kita ambil, bisa kita pilah, kita jual, kita dapat uang. Uang hasil penjualan sampah kita masukin ke kas dana Posyandu balita dan lansia sebagai tambahan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) jadi lebih bermanfaat," ujar Endang Winarsih (25), ibu rumah tangga di Dusun Kemuning, Bunder, Patuk, Gunungkidul.

Saat brilio.net mengunjungi dusun yang terletak tidak jauh dari Kota Yogyakarta ini, Endang begitu disapa sedang membawa bungkusan plastik berwarna putih ke sebuah tempat di mana sampah warga dikumpulkan. Endang yang ditemani oleh putrinya yang masih duduk di PAUD tersebut menceritakan bagaimana kesehariannya satu tahun belakangan ini.

Kemuning © 2018 brilio.net

foto: warga memilah sampah/@gufron

Sebagai ibu rumah tangga, mengurus keluarga menjadi aktivitas rutin yang telah ia jalani. Namun sejak bergabung dengan Kelompok Wisata Oase Gunungsewu Kemuning, ia mengaku semakin banyak mengikuti kegiatan, mendapatkan banyak pengalaman dan juga wawasan. Apalagi setelah Endang ditunjuk menjadi sekretaris sekaligus bendahara bank sampah, ia rajin turun ke masyarakat untuk menjelaskan fungsi dari bank sampah itu sendiri.

Bersama dengan 15 warga lainnya yang turut menjadi kader di Dusun Kemuning, Endang setiap bulannya rutin mengumpulkan sampah dari rumah warga dusun yang terdiri dari empat wilayah RT tersebut. Mereka mengambil sampah dari rumah warga, kemudian mengumpulkan dan memilah sampah tersebut sesuai dengan jenisnya seperti plastik, pecahan kaca hingga kardus rusak.

Dalam satu bulan, sampah yang terkumpul dari total 113 rumah di Dusun Kemuning kemudian dijual. Hasil penjualan sampah tersebut berkisar Rp 180 ribu tiap bulan, kemudian uang hasil penjualan dimasukkan ke dalam Dana Sehat dan PMT Posyandu. Meski terbilang sedikit, hasil penjualan sampah itu diakuinya sangat bermanfaat bagi warga.

Kemuning © 2018 brilio.net

foto: warga menunjukkan hasil produksi UMKM/@gufron

Rumiyati (40) merupakan salah satu warga yang telah 20 tahun membantu memberikan pelayanan kesehatan kepada sekitar 30 balita dan 25 lansia yang tercatat melalui Posyandu. Ibu rumah tangga yang telah dikaruniai tiga orang buah hati ini mengaku telah merasakan betul perkembangan Posyandu, selain mendapatkan suntikan dana dari desa, manfaat dari keberadaan dana sehat yang berasal dari bank sampah juga sangat terasa. Dana sehat dari bank sampah disalurkan dalam bentuk makanan pokok, seperti bubur, nasi dan juga tambahan buah-buahan. Bersama kader dusun yang lainnya, ia mulai menggerakkan kesadaran kesehatan kepada masyarakat, mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan serta turun langsung ke lapangan (kunjungan rumah) apabila ada warga yang enggan untuk berobat saat sakit.

Untuk sumber daya manusia (SDM) sendiri, pengetahuan kader dusun menurut Rumiyati mulai mengalami peningkatan, salah satunya semenjak Dusun Kemuning menjadi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA Kemuning), banyak diadakan pelatihan bagi petugas Posyandu sekaligus pemberian bantuan alat kesehatan dari Astra. Rencananya pada tahun 2019, pelayanan kesehatan kepada warga dusun akan diperluas melalui Poswindu.

Petani, Kewirausahaan dan Kampung Wisata.

Mayoritas pekerjaan utama masyarakat di Dusun Kemuning adalah petani, aktivitas sehari-hari lebih banyak di ladang. Hal itu diutarakan oleh Suhardi (43), perangkat desa sekaligus Kepala Dusun Kemuning kepada brilio.net di rumahnya, Senin (31/12). "Petani hanya mengandalkan musim hujan saja, karena lahan pertanian di sini kering, musim kemarau kita adakan kegiatan lainnya." kata Suhardi.

Potensi hasil bumi yang berlimpah di saat musim hujan membuat Suhardi mendorong warga untuk berwirausaha mengolah hasil bumi tersebut seperti singkong, kacang, jagung dan pisang. Salah satu warga penggerak kewirausahaan tersebut adalah Siti Romlah (42), menurutnya hasil bumi di dusun tersebut sangat melimpah. Beberapa hasil bumi seperti singkong telah diolah hingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Semua bahan mentah ia beli dari petani-petani dusun.

Tahun 2016, Siti Romlah dan beberapa warga dusun semakin semangat berwirausaha mandiri. Pembeli datang dari masyarakat sendiri, namun jika lebaran tiba produksi semakin meningkat karena banyak pesanan yang datang dari warga yang mudik ke kampung halaman di Kemuning. Meski produk laku musiman, warga dusun yang terlibat dalam wirausaha tetap tak patah semangat. Bahkan beberapakali hasil produk UMKM Gunungsewu Kemuning mengikuti pameran di berbagai tempat. Respons masyarakat lumayan baik sehingga kemungkinan ke depannya produk UMKM tersebut bisa produksi lebih banyak lagi. "Produksi di sini bisa seminggu sekali, bisa mencapai 50 kilogram bahan mentah yang kita gunakan. Kecuali lebaran, bisa lebih," kata ibu dua anak ini.

Tak hanya hasil bumi yang melimpah, Dusun Kemuning juga memiliki potensi wisata alam. Pada 2013 Suhardi mengaku mencoba mulai membentuk kelompok wisata. Kepala dusun yang menjabat sejak 2011 ini menyadari SDM masyarakat pada saat itu masih rendah dan minim pendampingan kepada warga terkait potensi kampung wisata. Hingga pada September 2018, dampak keberadaan kampung wisata begitu dirasakan warga setempat.

Kemuning © 2018 brilio.net

foto: pesona telaga kemuning/@gufron

Melalui pendampingan, KBA Kemuning diakui mengalami peningkatan potensi wisata. Masih berpakaian seragam dinas, Suhardi sangat yakin akan keberlangsungan wisata di tahun mendatang. "Sebagai salah satu pilar kewirausahaan, pariwisata akan terus dikembangkan. Kalau di sini yang diunggulkan Telaga Kemuning. Kemungkinan entah tahun depan akan dibangun warung apung di sana," ujarnya.

Dusun Kemuning sendiri memiliki letak geografis yang menarik, di mana terdapat beberapa objek wisata. Telaga Kemuning, air terjun, bekas telapak kaki kuda misterius di atas lima batu alam. Selain itu, kearifan lokal di Kampung Binaan Astra ini di antaranya Seni gamelan, Wayang Kulit, Kirab Budaya.

Mengenai wisatawan yang berkunjung, Suhardi lebih memilih inisiatif untuk menyediakan paket wisata sekaligus kuliner. Seperti paket wisata kuliner makan datang pulang, hanya dipatok tarif Rp 300 ribu untuk satu kelompok terdiri dari 6-7 orang. Menarik bukan?