Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, baru-baru ini memberikan tanggapan terkait teror yang dialami oleh kantor redaksi Tempo, yang menerima kiriman bangkai hewan dari orang tak dikenal. Dalam pernyataannya, Hasan menegaskan bahwa komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers tidak berubah.
"Tidak ada yang berubah dari komitmen pemerintah tentang kebebasan pers," ungkap Hasan kepada wartawan pada Minggu (23/3).
Ia menekankan bahwa pemerintah berpegang pada UUD 1945, Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dan UU Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Pasal 28 UUD 1945, dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi untuk pengembangan diri dan lingkungan sosialnya.
"Di UU Nomor 39 tentang HAM, Pasal 14 dan 23 juga menjamin hak-hak yang serupa," tambahnya.
Hasan menjelaskan bahwa pemerintah menjalankan UU Pers yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu bentuk kedaulatan rakyat. Ia menegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin oleh pemerintah tanpa adanya sensor atau pembredelan terhadap media massa.
"Kemerdekaan pers dijamin. Tidak ada sensor atau bredel. Pemerintah sama sekali tidak bergeser dari prinsip-prinsip ini," jelasnya.
Namun, Hasan juga mengingatkan bahwa media memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan benar kepada publik. "Media juga diharuskan oleh undang-undang Pers untuk menyampaikan informasi yang tepat, akurat, dan benar," tuturnya.
Kapolri perintahkan penyelidikan teror kepala babi
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Kabareskrim untuk menyelidiki dugaan teror terhadap wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana, atau akrab disapa Cica.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Kabareskrim untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait teror yang menimpa wartawan Tempo. Pada 19 Maret 2025, kantor media Tempo menerima kiriman kepala babi yang dibungkus dalam kotak kardus berlapis styrofoam.
"Saya sudah perintahkan Kabareskrim untuk melaksanakan penyelidikan lebih lanjut," kata Jenderal Pol. Listyo Sigit di Medan, Sabtu malam, 22 Maret 2025, seperti dilansir Antara.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, juga mengecam keras segala bentuk teror terhadap jurnalis. Ia menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan ancaman nyata terhadap independensi dan kemerdekaan pers.
"Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) dan dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers)," kata Ninik dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Tak ada pembenaran untuk teror
Ninik menegaskan bahwa tidak ada pembenaran untuk teror atau intimidasi terhadap jurnalis atau perusahaan pers yang menjalankan tugas jurnalistik. Ninik menambahkan bahwa tidak ada alasan yang dapat diterima untuk melakukan teror atau intimidasi terhadap jurnalis atau wartawan yang sedang menjalankan tugasnya.
Tindakan teror terhadap pers adalah bentuk kekerasan dan premanisme. "Jurnalis dan media massa bisa saja melakukan kesalahan, namun melakukan teror terhadap mereka adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia," tegas Ninik.
Ia menyarankan agar pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan dapat menggunakan mekanisme yang ada dalam UU Pers No. 40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). "Pihak yang dirugikan bisa mengajukan hak jawab atau hak koreksi atas pemberitaan tersebut," tutupnya.
Recommended By Editor
- Janji Prabowo tak maju Pilpres 2029 jika kinerjanya tak memuaskan rakyat, merasa malu
- Polemik TNI bisa isi 16 jabatan sipil, Istana buka suara
- Mengapa MK batalkan kemenangan istri Mendes Yandri di Pilbup Serang 2024? Ini penjelasan lengkapnya
- Apakah ada sanksi bagi kepala daerah PDIP yang tak ikut retret di Magelang? Ini jawaban Wamendagri
- 5 Resep mie enak dan sederhana yang bisa jadi favorit di rumah
- Megawati larang kepala daerah PDIP ikut retret di Akmil Magelang, Jokowi beri reaksi keras