Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, baru-baru ini memberikan tanggapan mengenai isu prajurit TNI aktif yang bisa mengisi 16 jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga. Ini semua berkat revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang baru saja dibahas. Menurut Hasan, jabatan-jabatan tersebut memang membutuhkan keahlian militer yang sejalan dengan tugas TNI.

"Posisi-posisi ini tidak dibuka secara umum, melainkan dikunci untuk 16 posisi yang memang memerlukan keahlian mereka. Ini semua beririsan dengan ruang kerja yang mereka kuasai," jelas Hasan kepada wartawan pada Selasa (18/3/2025).

Sebelumnya, hanya ada 10 jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI, namun kini jumlahnya meningkat menjadi 16. Hasan juga menyebutkan bahwa beberapa jabatan yang sudah diisi oleh prajurit TNI aktif sebelumnya belum diatur dalam UU.

"Ada tambahan jabatan seperti Jaksa Agung Muda Pidana Militer yang sebelumnya tidak ada dalam UU. Sekarang, jabatan tersebut sudah diakomodasi," tambahnya.

Jabatan lain yang juga diakui termasuk Kamar Peradilan Pidana Mahkamah Agung, Bakamla, dan Dewan Pertahanan Nasional. Semua jabatan ini memang memerlukan keahlian khusus dari TNI.

Hasan juga menegaskan bahwa kekhawatiran tentang kembalinya dwifungsi ABRI melalui RUU TNI tidak perlu dikhawatirkan. Dia mengajak masyarakat sipil untuk mengawasi dan mengkritisi proses pembahasan RUU ini.

"Saya rasa kontroversi ini seharusnya mulai mereda, tetapi kami tetap mempersilakan teman-teman untuk mengawasi dan mengkritisi, karena ini adalah bagian dari pengawasan publik terhadap pelaksanaan undang-undang," tutup Hasan.

RUU TNI hanya revisi 3 pasal

Polemik TNI bisa isi 16 jabatan sipil, Istana buka suara

foto: Tim Humas Kemenko Polkam).

Di sisi lain, Menko Polkam Budi Gunawan memastikan bahwa revisi UU TNI hanya dilakukan pada tiga pasal dan tidak ada dwifungsi. Saat ini, RUU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tengah menjadi sorotan publik, terutama Pasal 47 yang mengatur penempatan personel TNI aktif di luar organisasi TNI.

Budi menjelaskan bahwa revisi ini hanya mencakup tiga pasal, yaitu Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. "Pasal 3 mengatur kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan," ujarnya di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Senin (17/3/2025).

"Pasal 53 mengatur tentang usia pensiun, dan Pasal 47 mengatur jabatan di kementerian yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif," tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa meskipun ada penambahan jabatan, kementerian dan lembaga tersebut sudah lama ditempati oleh TNI.

Klaim tak ada Dwifungsi ABRI

 

Budi menegaskan bahwa dengan revisi ini, pembatasan penempatan prajurit aktif TNI menjadi lebih jelas. "Ada wacana untuk menambah kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh TNI dari 10 menjadi 16, termasuk Polkam, Kementerian Pertahanan, dan beberapa lembaga lainnya," jelasnya.

Dia menekankan bahwa revisi UU TNI tidak dimaksudkan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan kebutuhan zaman dan meningkatkan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan negara.

"Tidak ada dwifungsi TNI," pungkasnya.