RUU TNI, atau Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, kini menjadi topik hangat yang banyak diperbincangkan. Tujuan utama dari revisi ini adalah untuk memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme TNI.

Namun, beberapa poin dalam RUU ini memicu kontroversi, terutama mengenai penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dan perluasan operasi militer selain perang (OMSP). Proses pembahasan yang dianggap kurang transparan juga menjadi sorotan berbagai pihak.

Dalam pembahasan yang dilakukan oleh DPR RI dan pemerintah, RUU TNI bertujuan untuk meningkatkan pertahanan negara dan profesionalisme TNI. Namun, ada kekhawatiran bahwa beberapa poin, seperti penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, dapat mengembalikan dwifungsi ABRI dan melemahkan supremasi sipil.

Pembahasan RUU ini dimulai di Jakarta pada pertengahan Maret 2025, dipicu oleh usulan pemerintah yang tertuang dalam Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025. Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menjelaskan bahwa ada tiga klaster utama yang dibahas: kedudukan Kementerian Pertahanan dan TNI, perluasan penempatan prajurit aktif di instansi sipil, dan penyesuaian usia pensiun.

Utut menekankan bahwa pembahasan dilakukan secara detail, pasal demi pasal. Meskipun Menteri Pertahanan berharap RUU ini disahkan pada masa sidang tersebut, Utut menyatakan bahwa pengesahan menunggu kesiapan pemerintah.

Kesejahteraan prajurit dan pembiayaan TNI

Dengan jumlah personel sekitar 485.000 orang, pembiayaan TNI menjadi pertimbangan penting. Revisi ini mengalokasikan lebih banyak pasal untuk membahas kesejahteraan prajurit, menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Peningkatan kesejahteraan ini diharapkan dapat meningkatkan moral dan profesionalisme prajurit. Namun, detail mengenai mekanisme peningkatan kesejahteraan dan sumber pendanaannya masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan efektivitas dan transparansi.

Hal ini juga perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat agar anggaran tersebut digunakan secara efektif dan efisien, mencegah potensi penyimpangan.

Perluasan Operasi Militer selain perang (OMSP)

Dari 14 jenis OMSP yang ada, RUU ini berencana menambah menjadi 17 jenis. Dua penambahan yang diusulkan adalah operasi siber dan penanganan masalah narkoba. Pelaksanaan operasi tambahan ini akan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghindari tumpang tindih kewenangan. Penambahan jenis OMSP ini perlu dikaji secara cermat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

Perlu adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan operasi-operasi tersebut berjalan sesuai aturan dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Penempatan prajurit aktif di jabatan sipil: titik kontroversial

Usulan ini memungkinkan penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk yang berkaitan dengan politik dan keamanan. Jumlah lembaga yang dapat diisi prajurit aktif akan bertambah dari 10 menjadi 15.

Usulan ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI dan melemahnya supremasi sipil. Pemerintah berjanji akan mengatur ketat mekanisme dan kriteria penempatan ini agar sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak mengganggu netralitas TNI. Namun, detail mekanisme dan kriteria tersebut masih belum jelas dan perlu dijelaskan secara rinci.

Koalisi masyarakat sipil telah menyuarakan kritik terhadap kurangnya transparansi dalam proses pembahasan RUU ini dan meminta agar partisipasi publik ditingkatkan. Mereka khawatir penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dapat mengancam demokrasi dan supremasi sipil.

Usia pensiun dan aspek lain

Penyesuaian ini mempertimbangkan peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Selain itu, RUU ini juga mencakup ketentuan umum, jati diri TNI, kedudukan, peran, fungsi, tugas, postur organisasi, pengerahan, dan penggunaan kekuatan TNI.

Penyesuaian usia pensiun perlu mempertimbangkan aspek produktivitas dan kesehatan prajurit. Aspek-aspek lain yang diatur dalam RUU ini juga perlu dikaji secara komprehensif untuk memastikan keselarasan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara.

Transparansi dan partisipasi publik dalam pembahasan RUU ini sangat penting untuk memastikan revisi tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan profesionalisme TNI. RUU TNI bertujuan meningkatkan kemampuan dan profesionalisme TNI.

Namun, perubahan yang diusulkan, khususnya terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, memicu perdebatan dan kekhawatiran. Penting untuk memantau perkembangan pembahasan RUU ini dan memastikan revisi sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.