Pemerintah Amerika Serikat baru saja mengumumkan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen untuk semua produk yang berasal dari Indonesia. Kebijakan ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025. Tentu saja, ini menjadi berita yang cukup mengejutkan bagi industri ekspor Indonesia, terutama bagi sektor-sektor yang padat karya dan selama ini telah menyerap jutaan tenaga kerja.

Menurut Timboel Siregar, seorang pengamat ketenagakerjaan dan Koordinator Advokasi BPJS Watch, proyeksi dari Lembaga Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa kenaikan tarif ini bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Diperkirakan, sekitar 1,2 juta pekerja berisiko kehilangan pekerjaan, terutama di sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, dan pakaian jadi yang sangat bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat.

"Pengenaan tarif 32 persen ini berpotensi menyebabkan PHK massal, yang bisa mencapai 1,2 juta pekerja terPHK, terutama di sektor-sektor yang telah disebutkan. Ini jelas akan semakin memperburuk kondisi sektor padat karya di Indonesia ke depannya," kata Timboel dalam keterangannya, dikutip brilio.net dari Liputan6.com, Minggu (13/7).

ekpor naik 32 persen © 2025 berbagai sumber

foto: Shutterstock.com

Selain itu, kenaikan tarif ini juga dapat menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Jika daya saing menurun, permintaan ekspor bisa turun drastis, yang pada gilirannya akan berdampak pada produksi dan tenaga kerja. Sektor padat karya sangat rentan terhadap gejolak pasar global karena ketergantungannya pada volume ekspor. Ketika pasar utama seperti Amerika Serikat mulai memasang hambatan tarif, sektor ini akan sangat mudah terdampak dan berpotensi menyumbang angka pengangguran yang signifikan.

Tak hanya berdampak pada pekerja, PHK massal juga dapat memicu efek domino terhadap perekonomian nasional. Penurunan daya beli masyarakat akibat kehilangan pekerjaan akan langsung menekan konsumsi domestik. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Timboel memperingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen di tahun-tahun mendatang akan semakin sulit tercapai jika tren PHK terus berlanjut. Bahkan, target ambisius pemerintah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen di tahun 2029 bisa menjadi mustahil.

ekpor naik 32 persen © 2025 berbagai sumber

foto: Ilustrasi dibuat oleh bantuan AI Chat GPT

"Dengan PHK, daya beli masyarakat Indonesia akan menurun, yang akan mempersulit pencapaian pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen, dan sangat sulit sekali untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen di 2029," ujarnya.

Untuk mencegah lonjakan PHK, Timboel mendorong pemerintah untuk fokus dan serius membuka lapangan kerja yang layak bagi rakyat Indonesia. Ini termasuk memperbaiki iklim investasi agar lebih ramah terhadap investor, seperti memberikan insentif bagi calon investor, menyediakan lahan tanpa sewa untuk beberapa tahun, serta menjamin tidak adanya premanisme dan biaya ilegal. Selain itu, perizinan yang relatif mudah dan cepat, penurunan suku bunga, serta subsidi harga energi industri juga perlu dipertimbangkan.

"Penting juga untuk mendukung ketersediaan SDM yang layak, baik dari segi jumlah maupun kualitas, untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha dan industri dengan mengalokasikan anggaran yang cukup bagi pelatihan vokasional," pungkasnya.

ekpor naik 32 persen © 2025 berbagai sumber