Brilio.net - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan produk mi instan merek Indomie Rasa Ayam Spesial produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk di Indonesia memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar. Hal ini merujuk setelah adanya pernyataan mengenai pelarangan konsumsi produk serupa di negara Taiwan.

Dilansir brilio.net dari keterangan tertulis Biro Kerja Sama dan Humas BPOM di Jakarta, Kamis (27/4), penarikan produk mi instan tersebut di Taiwan disebabkan larangan penggunaan residu pestisida Etilen Oksida (EtO) pada pangan di negara setempat. Otoritas kesehatan Kota Taipei, Taiwan, telah mengambil langkah pelarangan produk Indomie tersebut pada (24/4) lalu.

"Otoritas kesehatan Kota Taipei melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan merek Indomie Rasa Ayam Spesial sebesar 0,187 mg/kg (ppm)," tulis keterangan BPOM yang dikonfirmasi kepada Kepala Biro Humas dan Kerja Sama BPOM RI Noorman Effendi di Jakarta.

Dalam keterangan tersebut juga dijelaskan Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan. Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.

Sementara, Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida berdasarkan standar internasional yang diatur Codex Alimentarius Commission (CAC).

Codex merupakan organisasi yang dibentuk oleh FAO dan WHO dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin perdagangan internasional yang jujur. Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan sebesar 0,34 ppm, masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat dan Kanada.

Sampai saat ini, Codex sebagai organisasi standar pangan internasional belum mengatur batas maksimal residu EtO. Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida.

Namun, sebagai langkah antisipasi untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya temuan berulang terhadap produk sejenis yang berpotensi terhadap reputasi produk Indonesia, BPOM telah melakukan beberapa hal. Di antaranya, menerbitkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida sebagai upaya pro aktif pemerintah memberikan perlindungan masyarakat dan acuan bagi pelaku usaha untuk segera melakukan mitigasi risiko.

Kemudian, melakukan sosialisasi atau pelatihan secara berkala kepada asosiasi pelaku usaha dan eksportir produk pangan termasuk eksportir ke Taiwan, terkait dengan peraturan terbaru yang berlaku di negara tujuan ekspor. Terakhir, mengusulkan EtO dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).

BPOM mengaku sudah memerintahkan pelaku usaha termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan tiga mitigasi risiko, guna mencegah terjadinya kasus berulang. Pertama, menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.

Kedua, memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar EtO. Caranya, memilih teknologi pengawetan bahan baku dengan menggunakan metode non fumigasi seperti sterilisasi uap pada pra-pengapalan, meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan yang mengandung residu EtO pada proses produksi dan/atau menggunakan teknik pengolahan suhu tinggi untuk memastikan EtO menguap maksimal.

“Ketiga, melakukan pengujian residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM,” ujar BPOM dalam keterangan resminya.

BPOM mengaku telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan Otoritas Kesehatan Kota Taipei. Dia juga memastikan industri telah melakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan residu EtO memenuhi ketentuan.Sejumlah cara dilakukan industri untuk memastikan hal tersebut, di antaranya, mengidentifikasi bahan baku yang potensial mengandung residu EtO. Kemudian, menetapkan persyaratan CoA residu EtO pada bahan baku impor dan menetapkan persyaratan evaluasi pemasok tidak menggunakan EtO untuk bahan baku lokal.

“Melakukan pengujian residu EtO di laboratorium internal yang terakreditasi sebagai bagian dari monitoring rutin kesesuaian spesifikasi bahan baku di sarana produksi maupun untuk rilis produk ekspor,” jelasnya.

BPOM terus melakukan monitoring dan pengawasan pre dan post-market terhadap sarana dan produk yang beredar. Termasuk inspeksi implementasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) di sarana produksi serta pelaksanaan sampling dan pengujian produk di peredaran untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin produk yang terdaftar di BPOM dan beredar di Indonesia aman dikonsumsi.