Brilio.net - Sudah jadi pemandangan lazim, Kota Bandung kini tak ubahnya Jakarta. Macet jadi keseharian. Apalagi di akhir pekan, lalu lintas di kota berjuluk Paris van Java itu makin ruwet. Kondisi ini membuat Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sempat pusing. Tapi pria yang kerap disapa Kang Emil ini tak kehabisan akal.   

Program Transmetro digulirkan. Tapi, program ini tak berdampak banyak. Bandung masih saja macet. Kang Emil lagi-lagi nggak kehabisan ide. Ia pun menyiapkan Cable Car dan Light Right Transit (LRT). Cable Car semacam kereta gantung ini akan dibangun untuk melengkapi proyek pembangunan LRT yang tidak dapat menjangkau daerah dengan kontur tanah yang tinggi.

“Tanah di Bandung berkontur, jadi kalau LRT tidak bisa nanjak karena ada kemiringan. Jadi kalau masyarakat yang tinggal di wilayah datar bisa naik LRT. Sementara yang berada di wilayah perbukitan bisa naik Cable Car,” jelas Kang Emil kepada brilio.net Kamis, (25/2) yang ditemui di Hotel Shangrila usai berbicara di acara Indonesia Summit 2016.

Kang Emil berharap Cable Car dapat mengubah kebiasaan masyarakat Kota Bandung yang gemar mengendarai sepeda motor menjadi menggunakan angkutan umum. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan membangun Cable Car dengan teknologi yang lebih canggih guna menarik perhatian masyarakat.

“Cable Car ini bukan seperti di Taman Mini. Tapi lebih canggih seperti di Asia Selatan. Sehingga dengan begitu orang bisa ontime, dan juga bisa menggeser gaya hidup dari biasanya menggunakan motor,” tuturnya.

KLIK NEX: DISEBUT BUTUH RP 60 TRILIUN, DARI MANA ANGGARANNYA?

2 dari 2 halaman


Pembangunan LRT dan Cable Car sebenarnya merupakan bagian dari program Pemkot Bandung membenahi infrastruktur. Nggak cuma dua moda transportasi itu saja, Kota Bandung juga bakal membangun sejumlah rumah sakit. Tentu saja dan yang dibutuhkan tidak sedikit. Disebut-sebut butuh anggaran sekitar Rp 60 triliun untuk merealisasikan program ini.    

“Kalau ditotal Rp 60 triliun. Bandung butuh 7 rumah sakit baru, 45 Cable Car, 20—30 km LRT, masih masih banyak lagi yang harus diperbarui dan dibangun,” kata Kang Emil.

Lantas, dari mana anggarannya? Sementara Pemkot Bandung hanya mendapatkan jatah Rp 3 triliun per tahun atau Rp 15 triliun jika dikalikan dengan masa jabatannya selama 5 tahun. Nah untuk menyiasatinya, Kang Emil mengandalkan pola Public Private Partnership (PPP) atau kerja sama pemerintah dan swasta dengan skema Built, Transfer, Lease (BTL).

“Jadi saya punya gap Rp 45 triliun. Nah, jadi saya harus melibatkan swasta. Caranya pakai PPP dengan skema BTL, dibangun, ditransfer, lalu saya nge-lease atau bayar sewa,” terang Kang Emil.

Dia menambahkan, sejumlah investor dari China, Korea Selatan, dan Eropa tertarik untuk menggarap proyek tersebut. Namun, dari semua penawaran, investor Korea Selatan yang paling berminat. “Untuk saat ini Korea sudah detail banget, mereka mau bikin RSUD senilai Rp 1,2 triliun. Mereka bilang, desain konstruksi dari kita, Pak Emil tinggal terima beres. Begitu selesai Bapak bayar 15 tahun,” tuturnya.

Ya mudah-mudahan saja program-program ini bisa membuat Bandung makin cantik.