Brilio.net - Selama ini sastra lekat dengan kalangan kampus dan perkotaan. Namun itu bukanlah pakem yang tak bisa diubah. Faktanya, pemuda desa di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi mampu menunjukkan kemampuan mereka dalam bersastra.

Bernaung di bawah komunitas bernama Selapanan Sastra, mereka telah rutin melakukan pementasan baca puisi keliling antar desa di Kecamatan Muncar sejak akhir tahun 2018.

Kali ini para pemuda itu mencoba menampilkan pertunjukan di kawasan kota, didukung Dinas Pariwisata, Kabupaten Banyuwangi.

Mengusung tema 'Sastra Dari Desa' para pemuda dengan beragam latar belakang profesi ini melangsungkan pertunjukan baca puisi, teatrikal, monolog, musik dan diskusi kesusastraan di Dinas Pariwisata, Banyuwangi, Sabtu malam (29/6). Acara ini dimulai berlangsung pukul 19.00 WIB.

"Anggota kami beragam, ada yang pedagang, guru, mekanik, tukang kayu, jual air, siswa, mahasiswa. Kami ingin menunjukkan bahwa pemuda di desa ini mampu bersastra," kata Munir, Koordinator Selapanan Sastra saat ditemui di kediamannya, Desa Wringinputih beberapa waktu lalu sebagaimana dilansir Brilio.net dari Merdeka, Minggu (30/6).

Munir melanjutkan, penampilan Komunitas Selapanan Sastra di kota, diharapkan bisa memberi gebrakan baru. Mengingat selama ini pertunjukan sastra dinilai hanya berkutat di kawasan kampus dan perkotaan seperti disebutkan sebelumnya. Selapanan sastra berharap, adanya pementasan di kota bisa mengajak para sastrawan di Banyuwangi bersatu saling menguatkan.

"Harapan teman-teman bersama, sastra bisa merata, tidak di kalangan tertentu. Panggung panggung perform lebih banyak di kota dan masih berkutat di kampus kampus. Harapan tampil di kota, sastrawan bisa melingkar bersama di sana. Bicara, diskusi bersama, sastra iso berkembang," paparnya.

Selain pementasan sastra, komunitas Selapanan Sastra bakal menggelar diskusi, ditemani sastrawan Banyuwangi, Fatah Yasin Nor dan Taufik WR Hidayat.

"Para pemuda total ada 20 orang yang tampil. Saya sendiri bakal mengiringi musikalisasi puisi," katanya.

Munir sendiri berprofesi sebagai pedagang kopi dan mencintai sastra sejak duduk di bangku SMP. Komunitas Selapanan Sastra terbentuk dari obrolan para pemuda Muncar di warung kopi yang ingin memiliki wadah kreatif di dunia sastra.

"Saya sudah suka nulis puisi sejak SMP. Awalnya gak bayangkan anak pemuda Muncar yang mau tertarik di sastra. Ternyata banyak yang datang dan ingin gabung, karena di Muncar selama ini enggak pernah ada pertunjukan sastra," ujarnya.

Sejak komunitas Selapanan Sastra terbentuk pada November 2018, para pemuda ini telah menggelar pertunjukan sastra di ruang terbuka hijau dan kantor-kantor desa. Sebagian besar pertunjukan ini adalah pembacaan puisi.

"Tampil keliling di kantor Desa Wringinputih, Kedungrejo, RTH Blambangan setiap 35 hari sekali (selapanan dalam hitungan Jawa). Penampilan di kota ini yang pertama dan urutan ke 9," jelas pria yang menuntaskan pendidikan terakhir di tingkat SMA ini.

Diketahui, Muncar merupakan kawasan penghasil ikan dan industri pengalengan terbesar di Indonesia. Muncar yang dulu terkenal dengan kawasan yang bau, kotor, dengan dinamika kenakalan remaja dan kriminalitas, kali ini Pemuda Muncar ingin menunjukkan bahwa sastra bisa tumbuh dari sana.