Brilio.net - Jika kamu mendengar kata cacing, apa yang terlintas di benakmu? Jijik, geli, atau takut? Namun sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada punya cara kreatif dalam memanfaatkan hewan invertebrata ini. Kini, omzet bisnis mereka mencapai jutaan rupiah per bulan berkat budidaya cacing tanah.

Cacing tanah spesies Lumbricus rubellus adalah jenis cacing tanah yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti bahan obat-obatan dan bahan pembuatan kosmetik. Namun selama ini, kebutuhan cacing tanah yang tinggi tidak dibarengi dengan peningkatan produksi. Alhasil, harga cacing tanah relatif mahal. Inilah potensi bisnis yang digarap tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini.

Mereka adalah Nur Ainu Sulton, Muhammad Abiyyu UA, Rahmad Syafrilianta yang kini menekuni bisnis budidaya cacing tanah. Menurut Nur Ainu, pengembangan budidaya cacing tanah masih sangat jarang dilakukan. Banyak orang menganggap bahwa cacing tanah binatang yang menjijikkan. Padahal justru sebaliknya, peluang usaha budidaya cacing tanah sangatlah menjanjikan.

 Dari cacing tanah, mahasiswa ini kantongi jutaan rupiah per bulan

Lebih jauh Nur Ainu menjelaskan, seekor cacing dewasa mampu memproduksi 10-20 anakan setiap 10 hari. Jika dalam satu tahun, maka dapat menghasilkan 1.000 cacing anakan. Berdasarkan pengalaman mereka, satu kilogram cacing tanah bisa berkembang menjadi sekitar enam kilogram cacing tanah dalam tiga bulan.

Budidaya tersebut ternyata menghasilkan keuntungan yang cukup menggiurkan. Dalam satu periode pegembangbiakan yaitu sekitar 3 bulan dengan indukan 20 kg cacing, diperoleh hasil panen sekitar 120 kg. Sementara itu, harga per kilogram cacing tanah adalah Rp 60.000. "Jika dikalkulasikan, omzet penjualan bisa mencapai Rp 7,2 juta rupiah per tiga bulan," ujar Nur Ainu saat dihubungi brilio.net, Senin (13/7).

Angka tersebut tentu bisa meningkat seiring dengan jumlah indukan cacing yang mereka budidayakan. Abiyyu menambahkan limbah organik bekas media cacing tersebut ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan dijual ke pasaran dengan harga Rp 2.000 per kilonya.

Saat ini, Nur Ainu dan rekan-rekannya berusaha menjalin kerja sama dengan perusahaan kosmetik dan industri obat. Mereka juga tak segan-segan untuk mendatangi peternak ikan, peternak unggas, kolam pemancingan dan toko pakan hewan untuk melebarkan pemasaran produk mereka.

BACA JUGA:

Mbah Misari, dulu pejuang kemerdekaan, kini jualan sangkar burung

Nasib Mbah Dul, karena buta aksara harus kehilangan kios, tragis!

Imbalan tak seberapa, Mbah Hadi tetap senang menjadi penenun stagen

Kisah Mbah Srilah jaga tradisi membuat stagen dengan alat tenun kayu

Kesetiaan Mbah Yudo ke Keraton, 12 tahun kerja bergaji Rp 15.000/bulan

Mbah Dumiyo, usia 90 tahun tetap semangat jualan 'es jadul'