Brilio.net - Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki wilayah perairan yang cukup luas. Potensi sumber daya alamnya juga kaya. Hanya saja, faktor keamanan masih bermasalah. Angka pelintasan ilegal batas negara oleh kapal-kapal asing masih cukup tinggi. Begitu juga angka pencurian ikan dan konflik perbatasan.

Nah, berbagai masalah itulah yang menjadi inspirasi dua mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Matsani dan R Oktanio menciptakan pesawat amfibi dengan struktur sayap berbentuk elang. Berawal dari tugas akhir, inovasi tersebut pun berhasil dibiayai Tanoto Student Research Award (TSRA) 2015.

“Kami ingin menciptakan moda transportasi yang mengombinasi darat dan air. Jadi kalau bandara tidak bisa digunakan, misalnya terkena gempa atau kabut bisa mendarat di air,” ujar Matsani kepada brilio.net, beberapa waktu lalu.

Mahasiswa Teknik Fisika itu menjelaskan, saat ini pesawat amfibi buatan mereka masih berbentuk purwarupa (prototype). Namun, secara desain sudah cukup matang, sehingga tinggal diperbesar. Pengoperasiannya menggunakan remote control dan GPS. “Ini merupakan pesawat tanpa awak. Ketinggiannya bisa diatur tergantung kekuatan remote control. Untuk remote control yang saya gunakan ini mampu menerbangkan hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut,” terangnya.

Pesawat amfibi rancangannya ini pun dilengkapi kamera pengintai. Pesawat ini dibuat untuk pengawasan perairan-perairan terpencil yang sulit dijangkau kapal pengawas. Salah satu keunikan pesawat amfibi tersebut adalah bentuknya. Kerangka pesawat dibuat seperti burung elang jawa. Kecepatan pesawat ini mencapai 60 km/jam.

“Sayap berbentuk M ini berbeda dari pesawat lainnya. Manfaatnya, lebih stabil pada kecepatan rendah dan halus. Karena sistem autopilot harus menggunakan daya baterai, daya jelajahnya sampai 20 menit,” ujarnya.

Pembuatan pesawat amfibi ini membutuhkan waktu 1,5 tahun, yaitu sejak Agustus 2014 hingga akhirnya rampung awal 2015. Matsani mengaku, menghabiskan sekitar Rp 17 juta untuk dapat menciptakan prototype pesawat amfibi ini. Selain memenangkan TSRA 2015, pesawat amfibi tersebut juga pernah memenangkan lima kompetisi lain.

“Dengan pengembangan pesawat amfibi sayap M ini saya harap ke depan kita tak memerlukan banyak infrastruktur seperti bandara karena landasan pacu bisa di air,” tandasnya.

Tuh keren kan?