Brilio.net - Magelang merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini memiliki keunikan dari sisi geografisnya yaitu diapit oleh 5 gunung di sekitarnya seperti Sumbing, Merapi, Merbabu, Andong, dan Menoreh.

Kota Magelang sendiri merupakan kota tertua kedua di Indonesia yang menyimpan segudang keunikan dari segi wisata kuliner maupun wisata budaya. Selain itu kota yang berusia 1.114 tahun ini juga memiliki budaya yang cukup dekat dengan beberapa tokoh pahlawan Indonesia.

Salah satu tokoh pahlawan yang memiliki sejarah di Kota Magelang adalah Pangeran Diponegoro. Hal tersebut diabadikan dalam sebuah Monumen Patung Pangeran Diponegoro yang terletak di Alun-alun Kota Magelang dan Museum Diponegoro yang juga terletak tidak jauh dari Monumen Pangeran Diponegoro.

Sejarah Pangeran Diponegoro di Kota Magelang.

Kuntulan, tarian kamuflase prajurit Diponegoro khas Kota Magelang berbagai sumber

foto: dokumentasi reza

Pangeran Diponegoro tentunya bukanlah nama asing di kalangan rakyat Indonesia. Sebutan Pangeran di depan namanya bukan nama julukan belaka, melainkan memang begitulah identitasnya. Pangeran Diponegoro yang bernama asli Bendara Pangeran Harya Dipanegara, lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat pada 17 November 1785.

Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan nasional RI yang terkenal karena memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama lima tahun sejak 1825 – 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang lima tahun ini adalah perang dengan jumlah korban terbesar sepanjang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Awal perang Diponegoro dimulai ketika Belanda memasang patok-patok di tanah miliknya yang berlokasi di Desa Tegalrejo. Perilaku Belanda yang tidak menghargai adat-istiadat setempat dan membebankan rakyat dengan pajak yang besar telah lama membuat Diponegoro muak. Pangeran Diponegoro menentang Belanda secara terbuka dan mendapat dukungan serta dukungan rakyat. Diponegoro kemudian membuat markas di Gua Selarong dan menyatakan perlawanannya dengan nama Perang Sabil, yaitu perlawanan untuk menghadapi kaum kafir.

Perang Diponegoro begitu menyulitkan Belanda karena dirancang dan diatur dengan sangat baik, menggunakan taktik-taktik yang jarang digunakan pada masa itu, mulai dari perang terbuka, perang gerilya Indonesia, perang urat syaraf, menggunakan mata-mata, sandi, dan kurir.

Pada 1827, Diponegoro terjepit oleh serangan Belanda yang menggunakan sistem benteng. Diponegoro adalah seorang yang sulit ditundukkan, karena itulah Belanda memerlukan cara yang licik untuk menangkapnya. Pangeran Diponegoro dijebak dalam sebuah perundingan lalu ditangkap oleh Belanda yang sudah lelah karena gagal menangkapnya selama lima tahun.

Pada 16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo, Bagelen, Purworejo untuk mengajaknya berunding. Kemudian pada 28 Maret 1830, Diponegoro bersedia untuk bertemu dengan Letnan Gubernur Jendral bernama Markus de Kock. Ketika Belanda mengajukan penghentian perang, pihak Diponegoro menolak dan justru menyergap Diponegoro secara langsung.

Kota Magelang ini berkaitan dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro oleh pihak Belanda sebelum dibawa ke Makassar. Hal itu berdasarkan peninggalan bekas ruangan perundingan yang dilakukan dengan pihak Belanda dan benda-benda peninggalan Pangeran Diponegoro lainnya yang kini tersimpan di Museum Diponegoro.

 

Magang: Muhammad Reza Ariski