Asal usul Tarian Kuntulan khas Magelang.

Kuntulan, tarian kamuflase prajurit Diponegoro khas Kota Magelang berbagai sumber

foto: dokumentasi reza

Kuntulan merupakan salah satu jenis tarian tradisional berunsur Islami dengan penari menggunakan kostum putih-putih menyerupai burung Kuntul (jawa) yang sering dijumpai di daerah pedesaan. Tarian ini bisa ditemui di beberapa daerah seperti Magelang, Banyuwangi, dan Tegal. Dari ketiga wilayah tersebut tentunya memiliki perbedaanya masing-masing.

Kesenian Kuntulan ini terlahir sebagai salah satu media penyebaran agama Islam yang konon merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga, salah satu anggota Walisongo penyebar agama Islam di tanah Jawa. Di desa-desa sekitar Pegunungan Andong dan Merbabu Magelang, keberadaan seni tari Kuntulan ini masih dilestarikan hingga saat ini.

Kuntulan konon berasal dari Kuntul, nama burung sejenis angsa yang biasa muncul di persawahan desa. Oleh karenanya, tidak heran jika para penarinya juga mengenakan pakaian serba putih seperti warna dari burung kuntul. Dari burung kuntul ini, ternyata banyak falsafah hidup yang bisa diambil. Bagi para petani, burung kuntul ternyata turut berperan dalam menyelamatkan tanaman padi dari serangan hama seperti keong atau tikus. Keberadaan seni Kuntulan di Magelang telah muncul sejak ratusan tahun yang lalu. Menurut kisah turun-temurun masyarakat setempat, seni kuntulan saat itu dibawa oleh Sunan Kalijaga dan kemudian dikembangkan oleh para pengikut beliau.

Pada masa perang Diponegoro (1825 - 1830), kesenian Kuntulan tumbuh subur dan dikembangkan sebagai taktik untuk mengelabui Kolonial Belanda agar Laskar-Laskar Pangeran Diponegoro di dalam menyusun kekuatan tidak tercium oleh pihak Belanda. Pada masa itu, kesenian Kuntulan digunakan sebagai latihan rakyat yang tergabung sebagai pasukan laskar Pangeran Diponegoro saat melawan penjajahan Belanda.

"Pada awalnya tarian kesenian Kuntulan ini diiringi dengan alat musik rebana, namun kini dari sanggar Sekar Dahlia, kami kembangkan dengan menggunakan gamelan dan diiringi dengan tembang yang masih menggunakan syair yang berbau keagamaan," ujar Suratin selaku Ketua Sanggar Sekar Dahlia saat ditemui brilio.net dalam acara Festival Kesenian Rakyat 2022 pada Sabtu (21/10) di Alun-alun Magelang.

Meskipun kesenian Kuntulan ini sudah ada sejak dahulu, namun banyak dari masyarakat yang kurang mengenal kesenian ini, sehingga membuat para penggiat seni tari khususnya di Magelang bertekad kembali mengembangkan kesenian kuntulan.

Pada intinya tujuan dari zaman dahulu adalah para prajurit ini berlatih peperangan akan tetapi dikemas dengan menggunakan sebuah pertunjukan tari sehingga tidak dicurigai oleh pihak Belanda. Dari upaya tersebut pada akhirnya pihak Belanda pun tidak memiliki kecurigaan terhadap prajurit yang sedang menari.

"Setelah mengamati perilaku burung kuntul tersebut, kami mulai menyusun gerakan demi gerakan yang berasal dari gerakan burung kuntul tersebut yang disesuaikan dengan sejarah dari perjuangan para prajurit dalam mencari Pangeran Diponegoro ketika disembunyikan di Magelang," imbuh Suratin.

Bukan hanya gerakan saja yang mereka susun sendiri, namun juga dari musik pengiring, kostum dan syair lagu yang juga disesuaikan dengan filosofi burung kuntul dan sejarah Pangeran Diponegoro. Hingga pada akhirnya terciptalah sebuah tarian kuntulan sebagai identitas dari Kota Magelang. Tarian Kuntulan khas Kota Magelang ini sudah beberapa kali mengikuti perlombaan kesenian dan berhasil menjuarai beberapa perlombaan tersebut.

Filosofi gerakan tarian Kuntulan khas Kota Magelang.

Kuntulan, tarian kamuflase prajurit Diponegoro khas Kota Magelang berbagai sumber

foto: dokumentasi reza

Dalam kesenian Kuntulan, gerakan-gerakan bela diri diperhalus serta diiringi dengan rebana maupun syair syair keagamaan. Dengan taktik seperti ini, pihak Belanda pun tidak mengetahui bahwa kesenian Kuntulan ini juga merupakan ajang untuk melatih dan menyusun kekuatan (gladi keprajuritan) dalam berjuang menghadapi penjajah. Selain dimainkan oleh prajurit laskar Pangeran Diponegoro, kesenian Kuntulan ini juga diajarkan kepada masyarakat sekitar sebagai kesenian rakyat yang menarik dan patut untuk dilestarikan.

Kesenian kuntulan ini secara garis besar memiliki filosofi yang bagus yaitu tentang keagamaan dan perjuangan yang patut untuk dicontoh oleh para penontonnya.

"Salah satu gerakan dalam tarian ini adalah manggut-manggut, di mana gerakan ini diambil dari tingkah burung kuntul yang sering terlihat manggut-manggut, artinya selalu senang, bergembira, tidak pernah lelah. Selain itu dari prajurit Pangeran Diponegoro sendiri yang memiliki prinsip jika seorang patih jangan sampai kalah, patih harus semangat," ujar ketua Sanggar Sekar Dahlia.

Kesenian ini terdapat beberapa versi yaitu dari lima menit hingga lima belas menit, namun biasanya ditampilkan selama lima belas menit. Tarian Kuntulan ini biasanya dilakukan minimal 10 orang atau lebih, dan tidak dibatasi oleh umur maupun jenis kelamin sehingga siapa pun bisa saja melakukan tarian yang kaya dengan filosofi ini.

"Untuk belajar setiap gerakan tari Kuntulan ini sebenarnya tidak begitu susah, hanya saja harus dilakukan dengan hati, sehingga tarian itu akan dirasakan pula oleh penontonnya," ujar Nisa, salah satu penari kesenian Kuntulan.

Tidak heran jika setiap penampilan dari tarian Kuntulan ini sangat banyak menarik perhatian dari para penontonnya.

"Kesenian yang cukup menghibur penonton apalagi para pecinta kesenian tradisional, terlebih lagi kesenian Kuntulan ini juga sebagai ciri khasnya orang Magelang sehingga bisa sekaligus melestarikan kesenian khas Magelang supaya tidak punah dengan perkembangan zaman," ujar Sarrah, salah satu penonton Festival Kesenian 2022.