Brilio.net - Tren fashion pada tahun 2020 ini mengalami perubahan cukup besar. Sebelumnya, stylist Adi Surantha mengatakan bahwa gaya dekade 90-an masih akan menjadi tren yang akan diminati secara global. Penggunaan pakaian berpotongan longgar, oversized t-shirt, celana baggy dengan warna-warna colorblock atau warna yang cukup mencolok pun masih bakal populer.

"Gaya-gaya hip hop atau RnB kini masih banyak disukai. Pakaian yang longgar-longgar. Namun, gaya 90-an yang mulai ditinggalkan, seperti menggunakan tank top," ujar Adi Surantha seperti dikutip brilio.net dari Fimela.com, Kamis (17/12).

Kendati demikian, adanya pandemi sedikit banyak turut membawa perubahan pada tren fashion sehari-hari. Banyaknya aktivitas yang mau tak mau dilakukan di rumah demi alasan kesehatan, ditambah dengan kebijakan work from home (WFH), membuat baju rumahan lantas menjadi tren anyar.

Laman Business of Fashion dan data survei terbaru dari Nordstrom Trunk Club pun menunjukkan bahwa keyword pencarian 'loungewear' atau 'baju rumahan' mengalami peningkatan yang cukup tajam. Semenjak April 2020, posisinya telah mengungguli pencarian dengan kata kunci 'workwear' alias baju kerja.

Kondisi ini lalu dimanfaatkan oleh sejumlah kalangan. Tak sedikit brand lokal yang kemudian merilis baju rumahan atau home dress dengan style modern dan sangat nyaman untuk digunakan beraktivitas sehari-hari. Di sisi lain, banyak pula masyarakat yang melihat kondisi tersebut sebagai peluang untuk menambah pemasukan.

Levina Marella Dewi adalah salah satunya. Sebelumnya, ia adalah pegawai swasta yang bekerja di sebuah perusahaan pemesanan tiket dan penginapan secara online ternama di Tanah Air. Sayangnya, ia terpaksa mengalami lay off dari pihak perusahaan ketika pandemi Covid-19 masuk Indonesia.

Beruntungnya, perempuan yang akrab disapa Vina ini bukan pribadi yang mudah menyerah pada keadaan. Dengan didukung orang-orang terdekatnya, sejak awal Mei 2020 lalu dirinya lantas merintis usaha baju rumahan. Bisnisnya diberi nama Bobok Nyaman. Melalui Instagram dan marketplace, Vina pun menjual daster serta baju tidur untuk perempuan dan anak-anak.

"Waktu itu perusahaan kena dampak besar dari pandemi. Lalu, aku kena cut off dari kantor. Akhirnya, di awal bulan Mei mulailah aku buka toko online. Pas itu niatnya untuk mengisi waktu, menambah kesibukan, dan memang pengen nambah duit jajan. Nah, kebetulan aja aku memang suka jualan. Terus, waktu itu aku ngelihat ada online shop lain yang jualan daster lucu. Dari situ, jadinya aku juga pengen jual (baju) yang lucu-lucu (motifnya)," jelas Vina, ketika berbincang dengan brilio.net belum lama ini.

-

Keunggulan produk di tengah ketatnya persaingan bisnis


Sementara itu, melihat adanya persaingan yang begitu ketat pada bisnis ini, Vina sendiri menekankan bahwa produknya memiliki keunggulan yang patut diperhitungkan. Pertama, yakni ada pada kualitas bahan. Ia mengatakan jika kain yang dipakai pada produknya tidak bikin gerah.

"Kalau keunggulan pasti ada. Baju yang aku jual itu punya bahan yang adem dan lembut. Bukan bahan yang panas, tipis, dan kalau dipakai terasa kremesek," ujar Vina.

Di samping itu, keunggulan lain yang ditawarkan Vina ialah pada aspek customer service. Ia percaya, pelayanan adalah bagian penting dalam sebuah bisnis. Dalam hal ini, pemberian pelayanan yang baik berpotensi besar untuk menjadikan seseorang sebagai customer loyal.

"Selain itu, aku juga selalu menomorsatukan pelayanan yang baik ke calon pembeli. Mereka mintanya apa sebisa mungkin kami penuhi," ucap Vina.

Hal tersebut pun diakui oleh salah seorang customer Bobok Nyaman, Gabriela Desy. Perempuan yang kerap dipanggil Desy ini mengatakan bahwa bahan dari daster dan piyama yang dibelinya di Bobok Nyaman memiliki kualitas cukup baik.

"Sebelum beli baju di toko online, biasanya aku baca review dari orang-orang dulu. Gimana bahan, motif, dan lain sebagainya. Nah, kalau yang aku beli di Bobok Nyaman, sejauh ini aku nggak ada masalah sama sekali sih sama bahannya," ucap Desy.

Tren baju rumahan © Instagram

foto: Instagram/@boboknyaman



Lebih jauh, lantaran keunggulan tersebut, tak heran jika dalam sebulan omzet rata-rata yang didapatkan Vina bisa dibilang tidaklah kecil. Ia pun mengaku jika penghasilan yang didapatkannya telah sesuai target.

"Tiap produk aku jual dengan harga di bawah Rp 100 ribu. Kalau untuk omzet, rata-rata bisa sampai Rp 3-4 jutaan, tapi pernah juga beberapa bulan di angka 4. Ya, menurutku itu udah cukup, sesuai target buat sekadar menjalani hobi," jelas Vina.

-

Kendala yang dihadapi dalam bisnis baju rumahan saat pandemi


Lepas dari itu, Vina sendiri tidak menampik jika dirinya mengalami sejumlah kendala saat mengembangkan usahanya tersebut. Keterbatasan modal untuk pemasaran adalah yang utama.

"Kalau kendala pasti ada. Pertama, budget marketing yang besar. Itu aku nggak ada. Kendala lainnya sih, agak kurang disiplin aja waktu pencatatan laporan keuangan," ujar Vina.

Di sisi lain, meski pamor baju rumahan tengah naik daun, kemerosotan justru dirasakan oleh sejumlah pemain lama yang mengandalkan toko offline. Toko Sasuai Batik yang telah berdiri sejak tahun 90-an adalah salah satunya.

Marizka, anak dari pemilik Sasuai Batik mengatakan bahwa terdapat penurunan omzet yang cukup drastis. Dirinya bahkan menuturkan bahwa dalam sehari tokonya pernah tak mendapat pemasukan sepeser pun.

"Gara-gara pandemi ini, Pasar Beringharjo jadi sepi pengunjung. Nah, omzet pedagang pun jadi ikutan turun. Untuk sekarang ini, omzet perhari dari toko cuma sekitar Rp 100-200 ribu. Tapi, itu juga nggak pasti. Karena kadang juga nol, soalnya nggak ada yang beli sama sekali. Padahal, sebelum (pandemi) ini di hari-hari biasa bisa sekitar Rp 1 jutaan. Kalau di hari libur kadang juga bisa lebih," ungkap Marizka.

Melihat kondisi yang tidak menguntungkan tersebut perempuan yang berprofesi sebagai master of ceremony (MC) ini lantas tergerak untuk membantu sang ibu. Berbekal media sosial, ia kemudian mencoba memasarkan produk jualannya secara online.

"Akhirnya, aku bilang ke mamaku, 'Ma, coba sini aku online-in'. Terus, ya aku foto sendiri barangnya. Habis itu, ya aku upload di Instagram," ucapnya.

Tren baju rumahan © Instagram

foto: Instagram/@boboknyaman



Diakui Marizka, cara tersebut pada dasarnya memang memberikan pengaruh terhadap penambahan omzet. Akan tetapi, dampak yang dirasakannya sendiri belum sangat signifikan.

"Ada sih pengaruhnya, cuma ya belum besar. Pertama karena pemasaran secara online kan masih baru buat kami. Kedua karena saingannya makin banyak juga. Di marketplace apalagi, banyak yang banting harga," jelas Marizka.

-

Diprediksi masih akan menjadi tren pada 2021


Sementara itu, meski belum diketahui pasti, pengusaha sekaligus founder brand Jika Official, Kinsky Bunyamin mengatakan jika kebutuhan masyarakat terhadap tren baju rumahan ini masih akan berlangsung sampai dengan 2021.

"Menurutku, at least sampai tahun depan (baju rumahan) masih (dicari-cari) banget," ucap Kinsky Bunyamin, dikutip dari Liputan6.

Prediksi itu tentunya bukan tanpa alasan. Pasalnya, hingga saat ini pandemi Covid-19 sendiri masih terus berlangsung dan belum diketahui kapan akan berakhir. Selain itu, sebagian orang pun akan tetap membatasi kegiatannya di luar rumah.