Brilio.net - Mengunjungi Taman Safari 2 Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, tak hanya hewan-hewan lucu dan menarik yang akan kamu saksikan. Kamu pun juga akan menemukan salah satu dokter hewan yang tak hanya cantik, tetapi juga sangat terampil merawat dan mengobati hewan-hewan yang ada di kebun binatang tersebut.

Namanya drh Praticta Ayu Anggia Rizky. Ia adalah seorang dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Dokter Hewan yang telah hampir 2 tahun lebih bekerja di Taman Safari Prigen, Pasuruan, Jawa Timur ini berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah.

"Saya menyukai satwa liar karena bagi saya satwa liar itu menarik. Awalnya karena saya gemar menonton Discovery Channel. Dan dari tayangan itu selalu ada saja yang seru di dunia satwa liar," ujarnya ketika berbincang dengan brilio.net, Senin (28/12).

Ticta, dokter hewan cantik yang dedikasikan hidupnya untuk satwa liar

Menurut Ticta, panggilan akrabnya, di Indonesia sendiri masih belum terlalu awam tentang satwa liar. Seminar dan pelatihannya pun sangat minim. Kebanyakan masih seputar hewan kesayangan dan hewan ternak. Justru itulah yang membuat satwa liar baginya sangat menarik untuk dipelajari.

"Dari semua satwa liar, saya dari dulu cinta sekali dengan reptil, meski ilmu di reptil masih sangat minim. Kenapa? Karena mereka nggak berisik. Hahaha! Nggak sih, bercanda. Saya cinta ya karena saya cinta. Cinta tak butuh alasan, kan?" lanjut perempuan manis yang kini berkonsentrasi di satwa liar herbivora seperti bison dan rusa di Taman Safari 2, Prigen itu.

Ticta, dokter hewan cantik yang dedikasikan hidupnya untuk satwa liar

Ticta kemudian bercerita awal mula mengapa ia bisa bergabung menjadi dokter hewan di Taman Safari 2. Kisahnya, tahun 2012 lalu ia 'terjebak' dengan kewajiban mahasiswa sebagai syarat yudisium, yakni mewajibkan mahasiswa untuk mengambil magang. Karena diajak seorang teman yang juga pecinta satwa liar, saat itu Ticta akhirnya memberanikan diri untuk magang di Taman Safari 2 Prigen sebagai keeper, selama 3 minggu.

"Sebagai keeper lho ya. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan medis sama sekali. Pas magang kerjaannya ya ikut bersih-bersih kandang, ngasih pakan, mandiin gajah. Semacam anak kandang gitu," kenangnya.

Sejak saat itulah ia mulai mencintai dan bercita-cita untuk nantinya bekerja sebagai dokter hewan yang berkonsentrasi di satwa liar. Saat ditanya bosan atau tidak, jawaban perempuan manis ini sungguh diplomatis,

"Kalau bosan pasti pernah. Tapi saya punya impian besar untuk melanjutkan S2 ke luar negeri, ambil Zoo Nutrition. Bagaimanapun saya cinta sama satwa liar. Kerja di satwa liar itu harus siap kulitnya hitam, siap punya luka-luka permanen, siap jelek soalnya kerjanya outdoor terus. Tapi sukanya banyak, bisa kenalan sama satwa-satwa eksotis," terangnya.

Ticta, dokter hewan cantik yang dedikasikan hidupnya untuk satwa liar

Ticta juga mengatakan, bahwa karena ilmu satwa liar merupakan ilmu yang langka, maka ia sering dijadikan rujukan pertanyaan rekan sejawatnya yang bertanya tentang hewan-hewan eksotik. Meski begitu, ia terkadang juga kesulitan bila menemukan kasus yang langka untuk dipecahkan, untuk itulah ia merasa untuk harus tetap terus belajar, membaca jurnal, berkonsultasi dengan dokter hewan senior di dalam maupun di luar negeri, agar ilmunya berkembang.

"Saya punya harapan, semoga semakin banyak masyarakat Indonesia yang semakin paham dan sadar tentang kelestarian dan kesejahteraan satwa endemik yang ada di Indonesia, agar tidak punah. Karena ironi sekali ya, kalau justru negara lain yang lebih memerhatikan kelestarian satwa kita," pungkasnya.