Perjalanannya dalam menghafal Alquran tidaklah sebentar dan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, Indana ini pernah memutuskan tidak melanjutkan sekolahnya terlebih dahulu agar bisa fokus dalam menyelesaikan hafalannya.

"Dulu ngehafal di pondok pesantren Walisongo Cukir Jombang mulai kelas 7 MTs. Di sana ngehafalnya sambil sekolah, jadi harus pandai membagi waktu,” katanya. 

Dalam sehari dia harus dua kali setoran hafalan, pagi dan sore. Untuk pagi adalah setoran tambahan, sedangkan sore merupakan setoran murojaah. “Aku tamat MTs dapat 22 juz,” ungkapnya. Setelah tamat MTs, dia memutuskan untuk tidak langsung melanjutkan ke Madrasah Aliyah karena masih mau fokus mengkhatamkan alquran dalam satu guru dan di pondok yang sama.

Menjadi hafidzah dari proses menghafal sampai bisa terpilih menjadi wakil indonesia pada MTQ Internasional di Dubai ini bukanlah hal yang mudah. Dari perjalanan menghafal yang sulit hingga seleksi perlombaan yang ketat, dia lalui dengan penuh perjuangan.

Indana mengaku, selalu menangis atau bersedih ketika akan setor hafalan. Sehingga, dia kerap kesulitan untuk bisa menyetorkan banyak hafalan. "Dulu ketika masih setoran hafalan, tambahan saya perhari itu 1 halaman, nggak pernah lebih. Dan itupun bisa dibilang tidak lancar, bisa dibilang kesulitan untuk menambah hafalan,” tutur Indana.

Tentu banyak pengalaman dan ilmu yang sudah ia dapatkan yang tidak ternilai dengan apapun. Indana merasa sangat bersyukur telah terpilih untuk mewakili acara ini dan telah memberikan yang terbaik. Semoga banyak generasi milenial yang termotivasi atas prestasi Indana ini sehingga dapat mewujudkan generasi yang mencintai Alquran. 

 

Reporter: mg/Umi Amalia Rusda