Brilio.net - Banyak generasi muda yang tak menyukai budaya peninggalan nenek moyang. Seperti tari tradisional yang jarang diminati anak muda. Namun hal itu tidak bagi Rr. Dian Ratna Purnamasari. Ia sangat tekun berlatih menari sejak kecil. Hal itu didasari oleh kecintaannya pada budaya bangsa sendiri. Karena jangan sampai budaya sendiri malah terasing.

Dian akrab dengan dunia tari sejak kecil. Berawal dari keinginan orang tua untuk sekadar mengisi waktu luangnya pada masa kanak-kanak, ia enjoy dengan kegiatannya. Menari pun di kemudian hari menjadi hobinya dan terus berlanjut hingga sekarang saat ia berstatus mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Minatnya pada dunia tari sangat luas, mulai tari klasik hingga tari kreasi baru.

Berbagai acara dan festival tari dia ikuti. Tak hanya di Jogja saja, tapi juga keluar kota. Dari kecintaannya pada tari, telah mengantarkannya meraih lebih dari 50 penghargaan, diantaranya juara tari tingkat nasional di Tulungagung, Jawa Timur tahun 2003 serta menjadi wakil DIY sebagai Duta Seni Pelajar se-Jawa Bali tahun 2009.

Diakuinya meski dia suka menari tapi dia punya cita-cita lain yang juga ingin dia gapai. Yakni membantu dan bermanfaat bagi orang lain di dunia kesehatan. Jurusan Ilmu keperawatan UMY menjadi pilihannya. Tapi ia tak pernah meninggalkan hobinya menari. Berkegiatan di dua dunia yang berbeda dirasakannya sebagai penyemangat untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Tak jarang selesai kuliah, ia langsung menuju ke sanggar untuk latihan tari. Beberapa kali kegiatan kampus terpaksa dia tinggalkan ketika ada pentas di luar kota. Pandangan sinis sebagian kecil teman-temannya atas aktivitasnya menari tak dihiraukannya. , Dia hanya berusaha bisa seimbang menjalani kegiatannya, yakni kuliah di keperawatannya dan menjadi penari.

Dukungan orang tua dan semangat belajar mencintai budaya sendiri sejak masih muda menjadi cambuk untuknya semakin mengasah ketrampilannya. Tak mau berpuas diri dengan keahlian menarinya, setiap minggu pagi dia isi kegiatannya dengan menari tari klasik di keraton Yogyakarta. Alasannya agar badannya tidak kaku dan keterampilan tari klasiknya semakin terasah. Selepas itu dia akan menuju sanggar untuk belajar tari kreasi baru.

Kini selain menjadi penari di pentas-pentas, dia juga dipercaya menjadi guru tari bagi anak-anak di sebuah perkampungan di Bantul setiap Sabtu sore. Beruntung karena setiap permintaan untuk pentas tariannya berbeda-beda, ia pun belajar banyak tari. Kini ia terampil menari tradisional hingga modern yang ia tularkan kepada anak didiknya.