Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa larangan bagi pengecer untuk menjual gas LPG 3 kg bukanlah kebijakan dari Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini sebenarnya berasal dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Namun, karena adanya kepanikan di masyarakat, Presiden Prabowo merasa perlu untuk turun tangan.

"Sebenarnya ini bukan kebijakannya dari Presiden untuk kemudian melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi tadi, Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali," ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).

Dasco menjelaskan bahwa Presiden Prabowo telah meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk memberikan izin kepada pengecer gas LPG 3 kg agar dapat berjualan kembali. Ini adalah respons terhadap polemik kelangkaan penjualan gas melon.

"Setelah komunikasi dengan Presiden, beliau telah menginstruksikan kepada ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa," kata Dasco.

Dia juga menambahkan bahwa rencana untuk menjadikan pengecer sebagai sub pangkalan akan dilakukan secara bertahap. "Sambil itu parsial dilakukan, para pengecer akan diminta, Presiden tadi menginstruksikan kepada ESDM agar perhari ini pengecer itu bisa berjualan kembali sambil kemudian secara parsial aturannya kemudian diselaraskan," papar Dasco.

Lebih lanjut, Dasco menegaskan bahwa stok gas LPG 3 kg aman dan tidak pernah langka. "Stok tidak langka, stok ada, stok terkonfirmasi tidak langka," pungkasnya.

Pemerintah tak kurangi volume dan subsidi gas LPG 3 kg

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa pemerintah tidak mengurangi volume dan subsidi gas LPG 3 kg. Menurutnya, pemerintah dan Pertamina bekerja maksimal untuk memperbaiki sistem penjualan agar subsidi tepat sasaran.

"Dalam APBN Rp 87 triliun alokasi negara yang dialokasikan untuk subsidi LPG ini betul-betul tepat sasaran," kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (3/1).

"Teman-teman Pertamina dan Kementerian SDM, saya mempelajari betul sudah bekerja maksimal. Dari agen dari Pertamina masuk ke agen-agen, masuk ke pangkalan-pangkalan baru masuk ke pengecer kalau dari agen ke pangkalan itu masih bisa dikontrol secara teknologi," sambungnya.

Namun, Bahlil mengakui bahwa penjualan di pengecer tidak bisa dikontrol pemerintah, yang menyebabkan harga penjualan gas menjadi mahal dan tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelangkaan penyebaran gas LPG, Bahlil menawarkan solusi untuk mengubah nama pengecer menjadi sub pangkalan.

"Kita membuat kesimpulan agar pengecer ini menjadi sub pangkalan tujuannya agar LPG yang dijual itu betul-betul harganya masih terkontrol," jelas Bahlil.